Saturday, October 30, 2010

Kisah Rabi’ah ar-Ra’yi Rah.a (Tabi'in)


”Manakah yang lebih baik dan kau sukai antara uang 30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan yang telah dicapai putramu?”(Ummu Rabi’ah)

Rabi’ bin Ziyad al-Haritsi adalah gubernur khurasan, pembebas Sajistan dan seorang panglima pemberani. Setelah berhasil membebaskan negeri Sajistan, Rabi’ bin Ziyad bermaksud menyempurnakan kemenangannya dengan menaklukan negeri dibelakang sungai Seyhun. Kali ini ia didampingi seorang anak buahnya bernama Farukh. Atas izin Allah, Rabi’ bin Ziyad dan pasukannya berhasil memenangkan pertempuran. Namun dua tahun setelah keberhasilannya itu, maut menjemputnya. Dia kembali kepada Allah dengan tenang.

Adapun Farukh, kembali ke madinah, dalam usia yang masih muda sekitar 30 tahun. Ia membeli sebuah rumah yang sangat sederhana dan menikah dengan seorang gadis pilihannya. Ia merasakan kebahagiaan yang selama ini diimpikannya. Rumah tinggal yang nyaman dan istri yang shalihah. Namun, semua itu tak mampu meredam kerinduannya untuk berjihad di jalan Allah.

Suatu hari, seorang khatib jum’at memberi kabar gembira tentang berbagai kemenangan yang diraih kaum muslimin. Ia mendorong para jama’ah untuk terus melanjutkan perjuangannya. Dengan semangat tinggi, Farukh bergabung dengan pasukan perang yang akan berangkat. Saat itu istrinya sedang hamil tua. Ia hanya meninggalkan uang 30.000 dinar.”Pergunakanlah secukupnya untuk keperluanmu dan bayi kita nanti kalau sudah lahir,”ujarnya seraya berpamitan.

Beberapa bulan setelah keberangkatan Farukh, istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki tampan. Sang ibu menyambutnya penuh bahagia sehingga melupakan perpisahannya dengan suaminya. Bayi laki-laki itu diberi nama Rabi’ah

Begitu menginjak dewasa, Rabi’ah diserahkan kepada beberapa guru untuk diajarkan ilmu agama dan akhlak. Untuk itu, sang ibu memberikan imbalan yang memadai dan hadiah bagi guru-guru itu. Setiap kali ia melihat ada kemajuan ilmu putranya, setiap kali pula ia menambahkan hadiah untuk pengajar Rabi’ah.

Rabi’ah terus menimbah berbagai ilmu pengetahuan. Ia tidak bosan-bosan belajar dan menghafal apa yang diberikan gurunya. Akhirnya, ia menjadi seorang yang alim yang pandai dan terkenal. Sampai akhirnya terjadilah sebuah peristiwa yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Malam terang dimusim panas. Seorang prajurit tua berjalan memasuki Madinah. Usianya hampir 60 tahun, tapi langkahnya masih tegap dan mantap. Dia menyusuri lorong-lorong menuju sebuah rumah. Dalam benaknya bergejolak berbagai pertanyaan. Apakah yang sedang dilakukan istrinya dirumah? Apakah anaknya sudah lahir? Laki-lakikah atau perempuan? Dijalan-jalan masih terlihat orang lalu-lalang. Namun tak seorang pun yang memperdulikannya. Ia memandang sekeliling.”Ah, ternyata telah banyak perubahan,”gumamnya.

Tiba-tiba, tanpa disadari ia telah berada didepan sebuah pintu yang terbuka. Spontan ia menyeruak masuk. Seorang pemuda, pemilik rumah yang mengetahui seorang laki-laki tua menyandang senjata masuk kerumahnya tanpa permisi segera melompat menghadang. Para tetangga yang mendengar keributan itu segera berdatangan. Termasuk seorang ibu tua yang sedang tidur terbangun.

Melihat siapa yang datang, ibu tua itu segera sadar dan berteriak,” Rabi’ah, lepaskan!Dia ayahmu. Wahai Abu Abdurrahman, dia anakmu. Jantung hatimu,”

Mendengar seruan itu, keduanya segera berdiri. Hampir tak percaya mereka berpelukan, melepaskan rindu. Mereka benar-benar tak menyangka pertemuan itu akan berlangsung begitu rupa.

Kini Farukh duduk bersama istrinya. Dia menuturkan segala pengalamannya selama dimedan jihad. Namun, dalam hati, istrinya tidak bisa tenang karena bingung menjelaskan pengeluaran uang yang ditinggalkan suaminya sebelum berangkat.”Bagaimana aku menjelaskannya? Apakah suamiku akan percaya kalau uang sebesar 30.000 dinar itu habis untuk biaya pendidikan anaknya?”ujar sang istri dalam hati.

Dalam keadaan bingung begitu, tiba-tiba Farukh berkata,”Wahai istriku, aku membawa uang 4000 dinar. Gabungkan dengan uang yang kutinggalkan dulu.”

Sang istri semakin bingung. Ia diam tak menjawab ucapan suaminya.

“Lekaslah, mana uang itu? Tanya Farukh lagi.

Dengan wajah agak pucat dan bibir bergetar, istrinya menjawab,”uang itu kuletakkan ditempat yang aman. Beberapa hari lagi akan kuambil. InsyaAllah.”

Adzan Shubuh tiba-tiba berkumandang. Istrinya menarik napas lega.

Farukh bergegas berwudhu’,lalu keluar sambil bertanya,”mana Rabi’ah?

“Dia sudah berangkat lebih dahulu ke masjid?”jawab istrinya.

Setibanya dimasjid, ruangan sudah penuh. Para jama’ah mengelilingi seorang guru yang sedang mengajar mereka.Farukh berusaha melihat wajah guru itu, namun tidak berhasil karena padatnya jamaah. Ia terheran-heran melihat ketekunan mereka mengikuti majelis syaikh tersebut.

“Siapakah dia sebenarnya? Tanya Farukh kepada salah seorang jamaah.

“Orang yang engkau lihat itu adalah seorang alim besar. Majelisnya dihadiri oleh Malik bin Anas, Sufyan ats-Tsauri, Laits bin Sa’ad, dan lainnya. Disamping itu, dia sangat dermawan dan bijaksana. Dia mengajar dan mengharapkan ridha Allah semata,”jawab orang itu.

“Siapakah namanya?”tanya Farukh.

“Rabi’ah ar-Ra’yi.”

“Rabi’ah ar-Ra’yi.?” Tanya Farukh keheranan.

“Benar.”

“Dari manakah dia berasal?”

“Dia putra Farukh, Abu Abdurrahman. Dia dilahirkan tak lama setelah ayahnya meninggalkan Madinah sebagai Mujahid fi sabilillah. Ibunyalah yang membesarkan dan mendidiknya,”orang itu menjelaskan.

Tanpa terasa air mata Farukh menetes karena gembira. Ketika kembali kerumah ia segera menemui istrinya. Melihat suaminya menangis, sang istri bertanya,”ada apa , wahai Abu Abdurrahman?”

“Tidak apa-apa. Saya melihat Rabi’ah berada dalam kedudukan dan kehormatan yang tinggi yang tidak kulihat pada orang lain,”jawab Farukh.

Ibu Rabi’ah melihat hal itu sebagai kesempatan untuk menjelaskan amanat suaminya berupa uang 30.000 dinar. Ia segera berkata, ”Manakah yang lebih baik dan kau sukai antara uang 30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan yang telah dicapai putramu?”

“Demi Allah, inilah yang lebih kusukai daripada dunia dan segala isinya,”Jawab Farukh.

“Ketahuilah suamiku. Aku telah menghabiskan semua harta yang engkau amanatkan untuk biaya pendidikan putra kita. Apakah engkau rela dengan apa yang telah kulakukan? Tanya ibu Rabi’ah.

“Aku rela dan berterima kasih atas namaku dan nama seluruh kaum muslimin,”jawab Farukh gembira.

Sumber: 101 Kisah Tabi'in

Friday, October 29, 2010

Kisah Ummu Muslim al-Khaulaniyyah Rah.a (Tabi'in)


Kehidupan ibadah, zuhud dan upaya mencari ridha Allah adalah permulaan Ummu Muslim menjalani hidup bersama suaminya. Siapapun yang cemerlang permulaannya maka cemerlang juga akhirnya. Kisah hidup Ummu Muslim ini contohnya.

Ummu Muslim al-Khaulani adalah seorang wanita dari kalangan wanita tabi’in. Ummu Muslim adalah seorang wanita tabi’in yang terhormat, mempunyai pengaruh besar, dan memiliki kapasitas keilmuan dan pengetahuan yang memadai, selain sifat zuhud dan ketakwaan

Suaminya adalah Abu Muslim al-Khaulani ad-Darani, seorang tokoh tabi’in yang zuhud sepanjang masa, sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Tsaub(Salah satu dari delapan tabi’in yang zuhud). Ia masuk islam pada masa hidup Rasulullah SAW, namun ia tidak sempat bertemu dengan beliau. Ia datang ke Madinah saat pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq.

Abu Muslim meriwayatkan hadits dari Umar, Muadz bin Jabal, Abu Dzar al-Ghifari, Abu Ubaidah dan Ubadah bin ash-Shamit R.a. Banyak tokoh besar tabi’in dimasanya meriwayatkan hadits darinya. Ia menjadi orang bijak bagi umat. Allah memberikan padanya kemuliaan dan keilmuan. Ia mendatangi Syam lalu tinggal di Daraya(sebuah desa yang terletak sekitar tiga mil dari pusat kota Damaskus)

Ummu Muslim al-Khaulaniyyah terkenal dengan nama panggilan ini. Kepopulerannya mendapatkan tambahan dari suaminya Abu Muslim al-Khaulani. Di samping itu, ia sendiri seorang yang gemar ibadah dan shalih. Waktunya penuh dengan berbagai macam ketaatan. Ia selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri dan duduk baik diwaktu sore maupun pagi. Karenanya, ia menempati kedudukan tinggi diantara wanita-wanita tabi’in. Nama baiknya berkumandang didunia dan menjadi teladan baik bagi siapapun yang ingin seperti dirinya.

Ummu Muslim bukan termasuk wanita yang terfokus secara penuh dengan kewajiban-kewajiban agama semata dengan meninggalkan kewajiban duniawi. Ia adalah seorang wanita produktif dan mandiri. Ia sangat pandai menyulam dan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan tangan. Dengan ini semua, ia termasuk wanita yang rajin beribadah dan bekerja dengan mandiri.

Ummu Muslim menjual hasil sulamannya dan memberikannya kepada suaminya untuk dibelikan keperluannya. Suatu ketika, ia memberikan kepada suaminya uang satu dirham guna membeli tepung. Lalu sang suami menyedekahkan. Namun Allah memuliakannya dengan kejernihan sanubarinya.

Atha’ al-Khurasani mengisahkannya, istri Abu Muslim al-Khaulani berkata kepada suaminya,”Wahai Abu Muslim, kita tidak punya tepung lagi.”

Abu Muslim berkata,”Apakah engkau mempunyai sesuatu(uang)?”
Ia menjawab,”Satu dirham. Kita mendapatkannya dari menjual sulaman.”
Abu Muslim berkata,”Berikanlah kepadaku dan berikan juga kantong wadah tepung!”

Abu muslim pergi kepasar dan berdiri didepan seorang penjual bahan makanan. Tiba-tiba ia didatangi oleh pengemis dan berkata, “Wahai Abu Muslim! Berilah sedekah padaku.” Si pengemis itu terus menerus meminta. Akhirnya ia menyerahkan satu-satunya uang dirham itu. Ia meraih kantongnya lalu mengisinya dengan serbuk kayu bersama debu. Lalu ia menuju rumahnya. Kemudian ia meletakkan kantong itu dibalik pintu kemudian pergi menuju tempat ibadahnya.

Ummu Muslim membuka kantong itu dan ternyata isinya tepung putih bersih. Ia pun membuat adonan untuk dijadikan roti. Saat Abu Muslim datang di malam hari, Ummu Muslim telah meletakkan kue dan roti dihadapannya. Ia berkata,”Dari manakah engkau mendapatkan ini, wahai Ummu Muslim?”

Ia menjawab,”Dari tepung yang engkau bawa siang tadi.” Maka ia pun memakannya sambil menangis.

Ummu Muslim termasuk wanita yang paling berbakti kepada suaminya. Ia memberikan pelayanan dan menjadi teman terbaik yang menyertai suami. Tapi ada wanita tetangganya yang menjadikan hubungan Ummu Muslim rusak dengan suaminya. Abu Muslim mendoakan atas wanita itu hingga menjadi buta. Belakangan, wanita itu datang padanya untuk mengakui kesalahannya dan bertaubat. Maka Allah mengembalikan penglihatannya kembali.

Abu Nuaim al-Ashbhani menuturkan rincian kisah ini:
Setiap kali Abu Muslim al-Khaulani pulang kerumahnya dari masjid, ia selalu mengucapkan takbir didepan pintu tempat tinggalnya. Lalu istrinya menyahut dengan takbir pula. Ketika sampai diberanda rumahnya, ia bertakbir lalu istrinya pun menyahutinya dengan takbir. Ketika sampai dipintu rumahnya, ia bertakbir dan diikuti jawaban takbir oleh istrinya.

Suatu malam ia pulang. Lalu ia bertakbir didepan pintu tempat tinggalnya. Namun tak ada seorangpun yang menyahutnya. Ketika sampai diberanda rumah, ia pun bertakbir, namun tak ada seorang pun yang menyahutinya. Tatkala ia sampai di pintu rumahnya, ia bertakbir dan lagi-lagi tidak ada seorang pun yang menjawabnya.

Padahal biasanya ketika ia masuk rumah, istrinya meraih surban dan kedua sandalnya lalu memberikannya makanan . Ketika masuk rumah, ternyata tak ada lampu penerangan. Ketika diperiksa, ternyata istrinya sedang duduk dirumah sedang termenung mengorek-ngorek sebatang dahan ditangannya.

Abu Muslim bertanya kepadanya,”Ada apa denganmu?”

Ia menjawab,” Engkau mempunyai kedudukan tinggi dimata Muawiyah bin Abu Sufyan sedangkan kita tidak punya pembantu(budak). Seandainya engkau meminta diberikan budak, ia pasti memberikannya kepadamu.

Abu Muslim sadar bahwa dalam masalah ini ada sesuatu yang tersembunyi. Ia menengadahkan wajahnya kelangit seraya berkata,” Ya Allah, siapapun yang merusak istriku maka butakanlah mata penglihatannya.”

Abu Nuaim al-Ashbhani menceritakan,”Sebelumnya ada seorang wanita datang menemui Ummu Muslim. Wanita itu berkata,”suamimu mempunyai kedudukan penting di sisi Muawiyah. Seandainya engkau katakan padanya agar minta diberikan budak untuk melayanimu, pasti ia akan memberikannya hingga kalian dapat hidup sejahtera.”

Ketika wanita itu sedang duduk dirumahnya malam hari, tiba-tiba penglihatannya menjadi gelap. Ia berkata,”ada apa gerangan dengan lentera-lentera kalian?apakah padam?

Saat itu ia menyadari dosanya dan campur tangannya dalam kehidupan Ummu Muslim. Maka ia mengahadap Abu Muslim seraya menangis dan memintanya berdoa kepada Allah agar mengembalikan penglihatnnya. Abu Muslim merasa kasihan lalu memohon kepada Allah dengan sepenuh hati agar Allah mengembalikan penglihatannya. Selanjutnya Ummu Muslim kembali ke kehidupan yang bersih bersama suaminya Abu Muslim.

Abu Muslim al-Khaulani selalu menautkan hatinya kepada Allah atas dasar yang benar. Ia pun membimbing istrinya dan mengajarkan bahwa tidaklah terhenti keperluan duniawi yang dimintakan seseorang kepada Allah kecuali ia sendiri akan beruntung dengan kepastian Allah tentang hal itu. Allah Azza Wa Jalla berfirman:”Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.(QS. Ath-Thalaq:2-3)

Diantara tanda kemenangan dan keberhasilan, yaitu mengembalikan sesuatu hanya kepada Allah. Bukan pada manusia. Sebab, manusia tidak memiliki apa-apa. Mungkin Ummu Muslim tidak mengetahui kenyataan ini kecuali setelah beberapa lama. Sejak saat itu, terkuak sudah hakikat dari apa yang selama ini diajarkan oleh suaminya.

Ini adalah peristiwa yang benar-benar terjadi. Suatu ketika, ia meminta keperluan dan menyuruhnya untuk datang kepada Muawiyah. Namun, ia justru datang ke masjid dan meminta pertolongan pada Allah demi memenuhi kebutuhannya. Allah memberikan kehormatan dan nikmat kepadanya. Selanjutnya Abu Muslim mengucapkan syukur atas apa yang telah Allah kuasakan dan berikan kepadanya.

Dalam kitab Tarikh Dimasyq, Ibnu Asakir menuturkan kisah Abu Muslim bersama istrinya Ummu Muslim. Ummu Muslim berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Muslim, sekarang musim dingin telah tiba. Kita tak punya bahan pakaian, makanan dan juga cadangan lauk pauk, sepatu dan juga kayu.”

Abu Muslim berkata,”Apa yang engkau inginkan, wahai Ummu Muslim?”

Ia menjawab,”Engkau datang kepada Muawiyah dan dia orang yang paling mengerti dirimu. Engkau bisa memberitahukan kebutuhanmu dan kesulitan kita.”

Abu Muslim berkata,”Saya malu meminta sesuatu pada selain Allah!”

Namun, Ummu Muslim terus menerus meminta. Ketika ia semakin banyak berkata-kata, Abu Muslim berkata,” Mengapa engkau?siapkanlah perlengkapan untukku!”

Lalu Abu Muslim menuju masjid dan berdiam seharian penuh. Ketika banyak orang menunaikan sholat Isya dan masjid menyisakan dirinya sendirian, ia bersimpuh diatas kedua lututnya, lalu berkata,”Ya Allah! Engkau Maha Mengetahui keadaanku dalam hubungan antara diriku denganMu. Engkau telah mendengar pernyataan Ummu Muslim. Ia memintaku mengahadap Muawiyah sedangkan seluruh simpanan kekayaan dunia ada padaMu. Muawiyah hanyalah satu dari makhluk-makhlukMu. Sesungguhnya saya memohon kepadaMu dari kebaikanMu yang banyak dan mudah.” Lalu ia menuturkan kebutuhan-kebutuhannya

Kemudian ia meneruskan,” sesungguhnya simpanan kekayaanMu tak akan pernah habis, dan kebaikanMu tak akan berkurang. Engkau Maha Mengetahui diriku. Engkau telah mengetahui bahwa Engkau paling saya cintai dari selainMu. Apabila Engkau memberikannya padaku maka saya pasti banyak memujiMu atas pemberian itu. Apabila Engkau menghalangiku maka bagiMu segala puji yang banyak.

Sementara ada seorang dari keluarga Muawiyah masih berada dimasjid, mendengarkan semua perkataan dari Abu Muslim. Lalu ia keluar dari masjid menuju tempat Muawiyah, serta memberitahukan kejadian dan perkataan yang telah ia dengar.

Muawiyah berkata,”Tahukah engkau siapa gerangan dirinya?Dia adalah Abu Muslim. Bukankah engkau telah mendata apa yang ia katakan?”

Orang itu menjawab,”Benar, wahai Amirul Mukminin.”

Muawiyah berkata,”Maka lipat gandakan baginya setiap yang ia minta dan cepat-cepatlah memberikannya sekarang kerumahnya. Jangan samapi besok, kecuali semua ini berada dirumahnya dengan setiap sesuatu digandakan.”

Ia membawa semua yang ia katakan. Ketika semua barang itu tiba dihadapan Ummu Muslim, ia memuji Muawiyah,” saya masih mengumpat orang tua itu agar mendatanginya, namun ia menolak permintaanku itu.”

Ketika Abu Muslim selesai melaksanakan sholat shubuh, ia pulang dengan penuh keyakinan kepada Tuhannya. Ketika sampai dirumahnya, ia mendapati barang-barang yang melimpah terlihat kehitam-hitaman dari kejauhan.

Ummu Muslim berkata kepadanya,”Wahai Abu Muslim, lihatlah apa yang telah dihadiahkan oleh Amirul Mukminin kepadamu?”

Dia menjawab,”sungguh jauh sekali pikiranmu! Engkau mengkufuri nikmat dan tidak bersyukur kepada Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki. Sungguh demi Allah, saya tidak datang kerumah Muawiyah, juga tidak berbicara pada pengawalnya dan tidak pula menyampaikan keperluanku kepadanya. Ini tidak lain adalah bagian dari Allah yang telah Dia hadiahkan kepada kita. Sungguh segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya.

Sejak saat itu Ummu Muslim menyadari perhatian besar suaminya dalam mendidiknya akan hakikat tawakal kepada Allah. Sejak saat itu pula, ia tidak lagi meminta sesuatu padanya. Ia sangat menjaga diri untuk selalu berada dalam jalan hidup yang telah diajarkan suaminya.

Penulis buku tarikh Daraya menuturkan setelah kematian suaminya, Ummu Muslim menikah dengan Amr bin Abd al-Khaulani. Ia seorang zuhud, rajin ibadah, wara’ dan bertakwa. Suatu ketika Ummu Muslim ditanya,” Manakah yang terbaik diantara dua lelaki itu?

Ia menjawab,”Abu Muslim. Sebab ia tidak meminta kepada Allah kecuali Allah memberinya. Adapun Amr bin Abd, ia seorang yang diterangi cahaya dalam Mihrab(tempat shalatnya) hingga saya memenuhi keperluannya dengan penerangan cahayanya, tanpa bantuan lentera,”

Ummu Muslim al-Khaulaniyyah termasu wanita tabi’in terbaik yang menjadi teladan dan panutan. Semoga Allah merahmati Ummu Muslim dan menerangi kuburnya. Sungguh kisah hidupnya menjadi obat hati bagi yang mendengarnya.

Sumber: 101 Kisah Tabi’in

Kisah Nabiyullah Yunus ‘Alayhi Salam


Kisah Nabiyullah Yunus mengandung keajaiban dan keunikan. Dia dibuang ke laut dan dimakan ikan. Di sanalah dia berdoa kepada Allah untuk memohon pertolongan-Nya. Maka Dia menyelamatkan dan menjaganya dari kebinasaan. Dia memerintahkan ikan agar memuntahkannya di tepi pantai. Hadis ini mengandung tambahan keterangan dari apa yang disebutkan oleh Al-Qur'an tentang kisahnya. Ia menjelaskan sebab-sebab mengapa Yunus marah, lalu naik perahu menjauh dari keluarga dan negerinya.

NASH HADIS

Dari Abdullah bin Mas'ud berkata, "Sesungguhnya Yunus menjanjikan adzab kepada kaumnya. Dia memberitakan bahwa ia akan datang kepada mereka dalam tiga hari. Mereka ketakutan, hingga ibu berpisah dengan anaknya. Kemudian mereka keluar dan kembali kepada Allah untuk memohon ampun dari-Nya. Maka Allah menahan adzab dari mereka. Sementara itu Yunus menantikan turunnya adzab dan dia tidak melihat apa pun. Barangsiapa berdusta dan tidak memiliki bukti maka dia dibunuh. Maka Yunus pergi dalam keadaan marah, hingga dia bertemu dengan suatu kaum di atas perahu. Yunus ikut bersama mereka dan mereka mengenalnya. Ketika Yunus naik perahu, perahu itu tiba-tiba terhenti padahal perahu-perahu lainnya berjalan hilir-mudik ke kanan dan ke kiri. Yunus berkata, 'Ada apa dengan perahu kalian?’ Mereka menjawab, ’Entahlah.’ Yunus berkata, ’Akan tetapi, aku tahu. Di atas perahu ini terdapat seorang hamba yang kabur dari Tuhannya. Perahu ini, demi Allah, tidak akan berjalan hingga kalian membuang orang itu.’ Mereka menjawab, ’Kalau kamu, wahai Nabiyullah, maka kami tidak akan melemparkanmu.’ Yunus berkata, ’Buatlah undian. Siapa yang keluar namanya, maka dia harus terjun ke laut.’ Lalu mereka membuat undian. Yunus mengundi mereka tiga kali dan yang keluar selalu namanya. Yunus pun terjun ke laut dan langsung seekor ikan besar telah menantinya. Begitu Yunus terjun, ikan itu langsung menelannya. Ikan itu turun ke dasar laut. Yunus mendengar tasbih batu-batu kecil. "Maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, 'Bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Anbiya: 87). Ibnu Mas'ud berkata, "Kegelapan di dalam perut ikan besar, kegelapan laut dan kegelapan malam."

Dia berkata, "Kalau sekiranya dia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, niscaya dia benar-benar dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela." (QS. Al-Qalam: 49)

Dia berkata, "Yunus seperti anak burung yang telanjang dan tidak berbulu, dan Allah menumbuhkan untuknya sebuah pohon dari jenis labu. Yunus makan dari pohon itu dan berteduh di bawahnya. Pohon itu mengering dan Yunus menangisinya, maka Allah mewahyukan kepadanya, 'Apakah kamu menangisi sebuah pohon yang mengering dan tidak menangisi seratus ribu orang atau lebih di mana kamu hendak mencelakakan mereka?"

Maka Yunus keluar. Dia bertemu dengan seorang penggembala kambing. Yunus bertanya kepadanya, "Anak muda, darimana kamu?" Dia menjawab, "Dari kaum Yunus." Yunus berkata, "Jika engkau pulang, maka sampaikan salam kepada mereka. Katakan kepada mereka kalau kamu telah bertemu Yunus."

Anak muda itu berkata, "Jika kamu memang benar Yunus, maka tentu kamu tahu bahwa barangsiapa yang berbohong dan dia tidak mempunyai bukti, dia akan dibunuh. Lalu siapa yang bersaksi untukku?" Yunus menjawab, "Saksimu adalah pohon ini dan lembah ini." Anak muda itu berkata, "Perintahkan keduanya." Maka Yunus berkata kepada pohon dan lembah itu, "Jika anak muda ini datang kepada kalian berdua, maka bersaksilah untuknya." Keduanya menjawab, "Ya."

Anak muda itu pulang kepada kaumnya. Dia memiliki saudara-saudara yang melindunginya. Dia menghadap raja dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah bertemu Yunus, dia menyampaikan salam kepada kalian." Maka raja memerintahkan agar anak muda ini dibunuh. Dikatakan kepada raja, "Dia punya bukti." Raja pun mengutus seseorang pergi bersama anak muda itu. Mereka tiba di pohon dan lembah. Anak muda itu berkata kepada keduanya, "Aku bertanya kepada kalian berdua dengan nama Allah, apakah Yunus menjadikan kalian berdua sebagai saksi?" Keduanya menjawab, "Ya." Maka kaumnya pulang dalam keadaan ketakutan. Mereka berkata, "Pohon dan bumi bersaksi untukmu." Mereka mendatangi raja dan menceritakan apa yang mereka lihat. Raja menuntun tangan anak muda itu dan mendudukkannya di singgasananya seraya berkata, "Kamu lebih berhak terhadap kursi ini daripada aku." Maka anak muda itu memimpin mereka selama empat puluh tahun.

TAKHRIJ HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, 11/541, no. 1195, Kitab Fadhail Yunus. Suyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur menisbatkannya kepada Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, Ahmad dalam Az-Zuhd, Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Mas'ud. Dan Hafizh Ibnu Hajar menukil sepenggal darinya dan dia menyatakan bahwa riwayat Ibnu Abi Hatim adalah shahih. Fathul Bari (6/452). Hadis ini dIshahihkan oleh Syaikh Ibrahim Al-Ali dalam Al-Ahadis As-Shahihah min Akhbaril Anbiya, hlm. 122, no. 177.

PENJELASAN HADIS

Yunus bin Matta adalah seorang Nabi dan Rasul. Allah mewahyukan kepadanya seperti Allah mewahyukan kepada Rasul-Rasul yang lain, "Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang Rasul." (QS. Ash-Shaffat:139). "Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi sesudahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (QS.An-Nisa: 163). Dia termasuk orang-orang shalih yang terpilih. Allah melebihkan mereka dari manusia-manusia yang lain. "Dan Ismail, Alyasa', Yunus dan Luth. Masing-masingnya kami lebihkan derajatnya di atas umat (dimasanya)." (QS. Al-An'am: 86)

Allah telah memberitakan bahwa Yunus meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, "Dan ingatlah Dzun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah." (QS. Al-Anbiya: 87). Dan bahwa dia kabur dengan perahu yang sarat muatan (penuh beban), "Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang Rasul, ingatlah ketika dia lari ke kapal yang penuh muatan." (QS. Ash-Shaffat: 139-140)

Rasulullah memberitakan alasan kaburnya Yunus dan bagaimana dia bisa marah. Hal itu karena dia menjanjikan adzab kepada kaumnya setelah sekian lama mereka mendustakan Rasul mereka. Yunus menyatakan bahwa adzab akan turun menimpa mereka setelah tiga hari. Ketika mereka telah yakin bahwa adzab pasti turun, mereka bertaubat dan kembali kepada Allah. Mereka menyesali sikap mereka yang mendustakan Rasul mereka. Dan keadaan mereka, sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah di dalam hadis ini, mereka memisahkan anak hewan dari induknya dan anak manusia dari ibunya. Kemudian mereka keluar dan berdoa kepada Allah. Suara mereka bercampur-baur. Mereka berdoa dan ber-tawassul dengan-Nya. Ibu-ibu dan induk-induk hewan berteriak sebagaimana anak-anak berteriak mencari ibu-ibu mereka. Maka Allah menahan
adzab-Nya dari mereka.

Ibnu Katsir berkata, "Ibnu Mas'ud, Mujahid, Said bin Jubair dan banyak ulama dari kalangan Salaf dan Khalaf berkata, ’Ketika Yunus keluar dari kota mereka, dan mereka yakin adzab akan turun kepada mereka, Allah memberi mereka taufik untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya, dan mereka menyesal atas sikap mereka selama ini kepada Nabi mereka. Maka mereka memakai pakaian ibadah dan memisahkan semua ternak dengan anaknya, kemudian mereka berdoa kepada Allah. Mereka mengangkat suara, merendahkan dan menundukkan diri mereka kepada-Nya. Kaum laki-laki, para wanita, anak- anak, laki-laki dan perempuan, serta para ibu, semuanya menangis. Binatang ternak, binatang melata, semuanya bersuara, unta dan anaknya berteriak, sapi dan anaknya melenguh, kambing dan anaknya mengembik. Saat-saat yang mencekam. Lalu Allah dengan daya dan kekuatan-Nya, dengan rahmat dan kasih sayang-Nya menahan adzab yang hampir menimpa mereka dengan sebab, dan ia telah berputar di atas kepala mereka seperti sepotong malam yang kelam." Oleh karena itu Allah berfirman, "Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka adzab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu."(QS. Yunus: 98)

Allah telah memberitakan kepada kita bahwa iman kaum Yunus berguna bagi mereka setelah adzab hampir turun menimpa mereka, dan Allah pun menariknya padahal ia telah menaungi mereka. Tiga hari yang dijanjikan oleh Yunus kepada kaumnya telah berlalu. Yunus datang untuk melihat terwujudnya janji Allah atas mereka. Mungkin saat itu Yunus menyendiri, tidak bersama kaumnya, maka dia tidak mengetahui taubat dan insafnya mereka. Ketika Yunus menengok mereka, dia mendapati mereka dalam keadaan selamat. Hal ini membuatnya marah. Dan bagi mereka, balasan untuk orang berdusta adalah dibunuh. Maka Yunus kabur karena takut dibunuh.

Yunus terus berjalan hingga mencapai pantai. Dari pengamatan terhadap nash hadis menunjukkan bahwa perginya Yunus ini tanpa izin dari Allah Taala. Oleh karena itu, Allah Tabaraka wa Taala menyatakan bahwa Yunus adalah orang yang abiq [pergi tanpa permisi; pent]. Abiq adalah hamba sahaya yang melarikan diri dari majikannya. "Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang Rasul, ingatlah ketika dia lari ke kapal yang penuh muatan." (QS. Ash-Shaffat: 139-140)

Semestinya Yunus harus rela dengan keputusan Allah dan berserah diri kepada perintah-Nya. Bukan hak seorang hamba untuk marah kepada perbuatan Tuhannya. Yunus juga semestinya tidak pergi tanpa izin-Nya. Oleh karena itu, Allah melarang Rasul-Nya agar tidak seperti orang yang ditelan ikan besar, yaitu Yunus ‘Alayhi Salam. "Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada di dalam perut ikan besar." (QS. Al-Qalam: 48)

Ketika Yunus tiba di pantai, dia mendapati suatu kaum berada di sebuah perahu. Mereka mengenalnya dan membawanya bersama mereka atas dasar permintaannya. Ketika perahu sampai di tengah lautan, ia tiba-tiba terhenti dan tidak bergerak. Ini benar-benar aneh. Perahu-perahu lain di kanan dan kirinya berjalan hilir-mudik, sementara ia sendiri berhenti di atas air dan tidak bergerak. Yunus mengetahui bahwa berhentinya perahu adalah disebabkan oleh dirinya. Dia menyampaikan kepada penghuni perahu tentang sebab berhentinya, karena adanya seorang hamba yang lari dari Tuhannya di perahu mereka, yakni dirinya sendiri. "Ketika dia berlari kepada perahu yang penuh muatan." (QS. Ash-Shaffat: 140). Perahu itu tidak berjalan sementara hamba itu berada di atasnya. Dia harus dibuang ke laut agar perahu bisa berjalan seperti perahu-perahu lainnya. Mereka menolak karena mereka mengetahui bahwa Yunus adalah Nabi Allah yang mempunyai kemuliaan di sisi-Nya.

Yunus berkata kepada mereka, "Lakukanlah undian. Siapa yang mendapatkan undian, maka dialah yang dilempar ke laut." Mereka mengundi. Yunus memperoleh undian, hingga diulang kedua dan ketiga kalinya. Selalu Yunus, dan undian inilah yang dimaksud oleh firman Allah, "Kemudian dia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian." (QS. Ash-Shaffat: 141)

Ketika Yunus mengetahui itu, dia menceburkan dirinya ke laut. Begitu dia sampai di laut, dia langsung disambut oleh ikan besar. Bisa jadi para penumpang perahu itu melihat ikan besar tersebut melahap Yunus, maka mereka yakin kalau Yunus telah mati. Tidak ada seorang pun yang ditelan ikan besar bisa selamat sebelum Yunus, "Kemudian dia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah. Maka dia ditelan ikan besar dalam keadaan tercela." (QS. Ash-Shaffat: 141-142)
Firman-Nya, "Dalam keadaan tercela," yakni melakukan sesuatu yang mengundang celaan. Dia meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, hanya karena adzabnya tidak turun tanpa izin dari Allah.

Allah memerintahkan ikan agar tidak mencelakai hamba shalih Yunus. Maka ikan besar itu membawanya ke dasar lautan. Yunus dikelilingi oleh beberapa kegelapan:kegelapan dasar laut, kegelapan perut ikan besar, dan kegelapan malam. "Lalu dia menyeru dalam kegelapan-kegelapan." (QS. Al-Anbiya: 87)
Di dalam perut ikan itu Yunus mendengar tasbih kerikil dan hewan-hewan laut di dasar laut. Dia pun memanggil Tuhannya dengan bertasbih kepada-Nya, mengakui kesalahannya, dan menyesali apa yang dilakukannya. "Maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Anbiya: 87)
Allah mendengar panggilannya. "Dzat yang mengetahui rahasia dan bisikan, yang mengangkat kesulitan dan kesusahan, Maha Mendengar suara walaupun ia lemah, Mengetahui yang rahasia walaupun ia tersembunyi, yang menjawab doa-doa walau ia doa yang besar. "Maka Kami menjawab doanya dan menyelamatkannya dari kesulitan." (QS. Al-Anbiya: 88)

Kalau bukan karena tasbihnya dan taubatnya kepada Allah, niscaya dia akan binasa di perut ikan dan diam di dalamnya sampai hari Kebangkitan. "Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan sampai hari Kebangkitan." (QS. Ash-Shaffat: 143-144)

Setelah Yunus berdoa, Allah meminta agar ikan memuntahkannya di pantai. Maka ikan itu melakukan apa yang diminta oleh Allah kepadanya. Yunus dimuntahkan dalam keadaan sakit, kulitnya mengelupas dan tanpa kekuatan. "Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedangkan dia dalam keadaan sakit." (QS. Ash-Shaffat: 145)

Rasulullah menjelaskan keadaan Yunus. Kulitnya mengelupas karena berenang di dalam cairan perut ikan, dan ketika ikan itu melemparkannya ke pantai, dia seperti anak burung yang dicabuti bulunya dan tidak tersisa sedikit pun.

Di tempat Yunus terdampar, Allah menumbuhkan pohon sejenis labu. "Dan Kami tumbuhkan untuknya sebatang pohon dari jenis labu." (QS. Ash-Shaffat: 146)

Pohon sejenis labu (Yaqthin). Orang-orang yang mengetahui pengobatan menyebutkan bahwa Yaqthin ini adalah makanan yang baik bagi tubuh, cocok dengan kondisi perut, dan sesuai dengan pencernaan. Airnya bisa menghilangkan dahaga dan menghilangkan nyeri. Ilmu kedokteran modern menyatakan bahwa pohon ini mudah dicerna, menenangkan, melunakkan, melembabkan, menghaluskan, melancarkan air kencing dan membersihkan hati, juga bisa digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit.

Rasulullah telah memberitakan kepada kita bahwa Yunus bernaung di bawah pohon itu dan makan darinya. Pohon itu mengering setelah beberapa waktu. Maka Nabiyullah Yunus menangisinya, lalu Allah mewahyukan kepadanya untuk memperingatkannya, "Apakah kamu menangisi sebuah pohon yang mengering sementara kamu tidak menangisi seratus ribu orang atau lebih di mana kamu hampir mencelakai mereka?"

Ketika Yunus sehat, dia mulai bisa berjalan dan bergerak. Dia berjalan meninggalkan daerah itu. Dia bertemu dengan seorang anak muda penggembala kambing. Yunus bertanya dari kaum mana anak muda itu berasal. Pemuda itu menjawab, "Dari kaum Yunus." Maka Yunus memintanya agar menyampaikan salam kepada kaumnya dan memberitahu mereka bahwa dia telah bertemu Yunus.

Anak muda ini cerdik. Dia mengerti kebiasaan yang berlaku di dalam kaum Yunus terhadap pendusta. Dia berkata kepada Yunus, "Jika kamu benar Yunus, maka kamu mengetahui bahwa barangsiapa berdusta dan tidak mempunyai bukti, maka dia dibunuh. Lalu siapa yang bersaksi untukku?" Yunus menjawab, "Pohon ini dan dataran ini bersaksi untukmu."

Anak muda itu berkata, "Perintahkan kepada keduanya." (Yakni agar bersaksi untuknya). Yunus berkata kepada keduanya, "Jika anak muda ini mendatangi kalian berdua, maka bersaksilah untuknya." Keduanya menjawab, "Ya." Semua itu dengan kodrat Allah.

Anak muda itu pun pulang kepada kaumnya. Dia mempunyai saudara-saudara yang memiliki kedudukan dan kehormatan di kaumnya, sehingga dia bisa berlindung kepada mereka dari orang-orang yang hendak menyakitinya. Anak muda itu datang kepada raja untuk menyampaikan kalau dirinya telah bertemu dengan Yunus, dan Yunus menitipkan salam kepadanya dan kepada kaumnya. Sepertinya raja dan kaumnya telah yakin kalau Yunus telah binasa, lebih-lebih para penumpang perahu yang pasti telah bercerita tentang Yunus yang mencebur ke laut dan ditelan ikan besar. Maka ucapan anak muda itu tentang Yunus dianggap dusta. Oleh karenanya raja memerintahkan agar anak muda itu dibunuh.

Anak muda itu menyatakan dirinya mempunyai bukti kebenaran. Maka raja mengirim beberapa orang untuk mengiringinya. Ketika mereka tiba di pohon dan di daratan yang diperintahkan oleh Yunus agar bersaksi untuk anak muda itu, Ia berkata kepada keduanya, "Aku bertanya kepada kalian berdua dengan nama Allah, apakah Yunus memerintahkan kalian berdua untuk menjadi saksi bagiku?" Keduanya menjawab, "Ya."

Mereka pulang dalam ketakutan. Mereka menyampaikan apa yang mereka dengar kepada raja. Raja langsung turun dari singgasananya, menuntun anak muda itu dan mendudukkannya di singgasananya seraya berkata, "Kamu lebih berhak dengan tempat ini daripada aku."

Rasulullah telah menyampaikan bahwa anak muda ini memimpin selama empat puluh tahun. Dia menegakkan urusan mereka dan memperbaiki perkara mereka.

Dan nampaknya perintah Yunus kepada anak muda itu, agar menyampaikan salamnya kepada kaumnya dan memberitakan bahwa dirinya masih hidup dengan kesaksian daratan dan pohon itu, adalah untuk menunjukkan kepada kaumnya bahwa dia tidak berdusta kepada mereka. Semua itu terjadi dengan perintah Allah. Kesaksian daratan dan pohon itu bagi anak muda tersebut merupakan kesaksian bagi Yunus bahwa dia adalah Nabi. Dan Nabi adalah orang yang jujur, bukan pendusta.

Dan dalil-dalil yang ada di tangan kita menunjukkan bahwa Yunus pulang kepada kaumnya setelah mereka beriman. Ini berdasarkan firman Allah, "Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih." (QS. Ash-Shaffat: 147). Mereka adalah kaum Yunus, sebagaimana disebutkan dalam hadis ini tentang celaan Allah kepada Yunus yang tidak bersedih karena lebih dari seratus ribu kaumnya yang binasa.

PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
  1. Hendaknya seorang mukmin teguh di atas perintah Allah dan sabar atas hukum-Nya. Dia tidak sepantasnya terburu-buru dalam urusan di mana Allah mempunyai urusan di dalamnya.
  2. Dampak taubat dan iman dalam mengangkat kemarahan Allah, murka dan adzab-Nya sebagaimana yang terjadi pada kaum Yunus, bahwa Allah mengangkat adzab dari mereka ketika mereka beriman.
  3. Kadangkala Allah menguji hamba-hamba-Nya yang shalih jika mereka melakukan penyimpangan terhadap perintah Allah, sebagaimana Dia menguji Yunus. Tetapi Dia menyelamatkan mereka dengan iman, kebaikan dan doa mereka, sebagaimana Yunus selamat dari perut ikan.
  4. Dampak doa dan pengakuan terhadap kesalahan dalam menyelamatkan diri dari kesulitan. Allah menyelamatkan Yunus karena doa dan tasbihnya. "Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan sampai hari Kebangkitan." (QS.Ash-Shaffat: 143-144)
  5. Hadis ini menunjukkan kodrat besar Allah. Dia menghentikan perahu hingga tidak berjalan, padahal perahu-perahu yang ada di kanan kirinya hilir mudik. Dia menahan ikan hingga tidak mematikan Yunus yang berada didalam perutnya.Dia memerintahkannya untuk memuntahkannya di pantai. Dia membuat Yunus mendengar tasbih batu-batu di dasar lautan. Dia membuat pohon dan batu bisa berbicara untuk memberikan kesaksian kepada anak muda.
  6. Allah mengangkat anak muda penggembala kambing sebagai raja. Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Anak muda itu memperbaiki kaumnya selama empat puluh tahun, masa yang panjang.
  7. Sejauh mana perubahan yang terjadi pada kaum Yunus. Keadaan mereka menjadi baik dan urusan mereka menjadi lurus. Ini dibuktikan dengan turunnya raja mereka dari tahtanya dan menyerahkannya kepada anak muda penggembala yang bertemu Yunus. Dia menyampaikan salam Yunus kepada kaumnya, serta pohon dan daratan berarti untuknya.
  8. Beratnya dosa dusta. Pada masa umat terdahulu dusta termasuk dosa besar dan pelakunya berhak untuk dibunuh.
  9. Pada masa selain kaum Yunus terdapat orang-orang yang baik. Para penumpang perahu menolak melemparkan Yunus walaupun Yunus selalu menang undian tiga kali, sehingga Yunus sendirilah yang menceburkan diri.
  10. Kesalahan yang dilakukan oleh Yunus tidak menodai kedudukannya dan tidak menurunkan kemuliaannya. Dia termasuk Nabi dan Rasul Allah di mana Dia memilih, mengangkat dan mengunggulkan mereka. Rasul kita telah memperingatkan agar jangan ada orang yang mengklaim atau berkata, "Aku lebih baik daripada Yunus bin Matta," hanya karena Yunus melakukan kesalahannya. Di dalam Shahih Bukhari Nabi bersabda,"Janganlah kamu berkata, 'Sesungguhnya aku lebih baik daripada Yunus bin Matta." Dalam riwayat lain, "Tidak sepantasnya seorang hamba berkata, 'Aku lebih baik daripada Yunus bin Matta." Keutamaan doa Dzin Nun. Doanya menjadi doa yang dilontarkan oleh orang-orang yang tertimpa kesulitan, orang-orang yang mandapat kesedihan, dan orang-orang yang dikepung oleh kesusahan dan kesengsaraan. "Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Anbiya: 87)
  11. Bolehnaik perahu sebagaiman Yunus melakukannya.
  12. Sejauh mana kesulitan para Rasul dalam berdakwah kepada Allah dan menghadapi kaum mereka, serta sejauh mana ujian Allah dan cobaan-Nya kepada mereka.
  13. Ketaatan para makhluk kepada Allah. Ikan besar menelan Yunus sebagaimana yang Dia perintahkan dan ia tidak membunuhnya. Begitu Allah memintanya agar memuntahkan, maka ia melakukannya. Ikan-ikan besar dan ikan-ikan lainnya serta batu lautan, semuanya bertasbih kepada Allah dan Yunus mendengar tasbihnya.
  14. Koreksi Al-Qur'an dan hadis terhadap berita-berita yang diselewengkan oleh Bani Israil.
  15. Rasulullah menyebutkan sifat Nabi Yunus pada waktu beliau menunaikan ibadah haji. Sebuah hadis riwayat Muslim dalam Shahih-nya, bahwa Rasulullah mendatangi sebuah jalan di gunung Harsya (gunung dekat Juhfah) dan beliau bersabda, "Seolah-olah diriku melihat Yunus bin Matta di atas unta merah yang gemuk dengan berjubah wol, tali kekang untanya dari sabut, dan dia sedang bertalbiyah."
Sumber:
KISAH-KISAH SHAHIH DALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH, Karya Syaikh ‘Umar Sulaiman al-‘Asyqor

Friday, October 8, 2010

Kisah Wanita Tua Bani Israil


Inilah kisah seorang wanita tua dari Bani Israil yang mendapatkan peluang emas. Dia memanfaatkannya bukan untuk mendapatkan harta dan benda dunia., tetapi untuk meraih derajat tinggi di Surga yang penuh dengan kenikmatan. Musa meminta kepadanya supaya menunjukkan kubur Yusuf untuk membawa jasadnya pada waktu dia keluar dari Mesir bersama Bani Israil. Nenek ini menolak, kecuali dengan syarat bahwa dia harus menyertai Musa pada hari Kiamat di Surga. Maka Allah memberikan apa yang dimintanya. Seperti inilah ambisi-ambisi tinggi, jiwa yang berhasrat meraih derajat-derajat tinggi. Beberapa sahabat berambisi untuk meraih derajat tinggi seperti ini, dan di antara mereka adalah Ukasyah bin Mihshan. Dia memohon kepada Rasulullah agar termasuk dalam tujuh puluh ribu golongan manusia terpilih yang masuk Surga (tanpa hisab). Wajah mereka seperti wajah rembulan di malam purnama. Mereka tidak kencing, tidak buang air besar, tidak meludah. Lalu Rasulullah menyampaikan kepada Ukasyah bahwa dia adalah satu dari mereka. Termasuk juga Abu Bakar yang berambisi dipanggil dari segala pintu Surga. Termasuk pula sahabat yang memohon kepada Rasulullah agar bisa menemaninya di Surga, lalu beliau bersabda kepadanya, "Bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud."

NASH HADIS

Hakim meriwayatkan dalam Mustadrak dari Abu Musa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam singgah kepada seorang Badui. Beliau dimuliakan, maka beliau bersabda kepadanya,"WahaiBadui,katakan keperluanmu." Dia menjawab, "Ya Rasulullah, seekor unta betina dengan pelananya dan domba betina yang diperah oleh keluargaku." Ini diucapkannya dua kali.

Rasulullah berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak seperti nenek tua Bani Israil?" Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa nenek tua Bani Israil itu?"

Rasulullah menjawab, "Sesungguhnya Musa hendak berjalan membawa Bani Israil, tetapi dia tersesat di jalan. Maka para ulama Bani Israil berkata kepadanya, 'Kami katakan kepadamu bahwa Yusuf mengambil janji-janji Allah atas kami, agar kami tidak pergi dari Mesir sehingga kami memindahkan tulang-tulangnya bersama kami." Musa bertanya, "Siapa di antara kalian yang mengetahui kubur Yusuf?"

Mereka menjawab, "Yang tahu di mana kuburan Yusuf hanyalah seorang wanita tua Bani Israil." Musa memintanya agar dihadirkan. Musa berkata kepadanya, "Tunjukkan kepadaku di mana kubur Yusuf." Wanita itu menjawab, "Aku tidak mau hingga aku menemanimu di Surga." Rasulullah Musa tidak menyukai permintaannya, maka dikatakan kepadanya, "Kabulkan permintaannya." Musa pun memberikan apa yang diminta. Lalu wanita itu mendatangi sebuah danau dan berkata, "Kuraslah airnya." Ketika air telah surut, wanita itu berkata, "Galilah di sini." Begitu mereka menggali, mereka menemukan tulang-tulang Yusuf. Begitu ia diangkat dari tanah, jalanan langsung terlihat nyata seperti cahaya pada siang hari."

TAKHRIJ HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak (2/624), no. 4088. Dia berkata, "Hadis ini sanadnya shahih, dan keduanya (Bukhari Muslim) tidak meriwayatkannya."

PENJELASAN HADIS

Yang memicu Rasulullah untuk menyampaikan kisah tentang wanita tua Bani Israil seperti dalam hadis di atas adalah bahwa seorang Badui ditamui oleh Rasulullah, maka dia menghormati dan memuliakannya. Lalu Rasulullah memintanya untuk datang kepadanya agar bisa membalas kebaikan dengan kebaikan. Ketika Badui itu datang, Rasulullah menanyakan hajatnya. Dia pun meminta sedikit harta benda dunia, berupa seekor unta betina dengan pelananya sebagai tunggangan dan domba betina yang bisa diandalkan susunya.

Rasulullah merasa permintaan dan hajat si Badui tersebut remeh, maka beliau menyampaikan hadis tentang wanita tua Bani Israil yang mengutarakan satu permintaan besar kepada Musa manakala kesempatan itu terbuka. Dia tidak mau memenuhi permintaan Musa sebelum Musa menyanggupi permintaannya, yaitu menyertainya di Surga.

Wanita tua ini tidak menuntut emas dan perak dari Rasulnya, dan tidak meminta unta atau sapi atau kambing. Seandainya si Badui itu meminta kepada Rasulullah seperti permintaan wanita ini ketika Rasulullah membuka peluang meminta untuknya, niscaya dia sangatlah beruntung. Doa Rasulullah mustajab. Sekiranya dia meminta doa kepadanya untuk kebaikan Akhirat, niscaya dia akan meraih banyak kebaikan.

Rasulullah memberitakan bahwa sebab persyaratan yang diminta oleh wanita tua ini kepada Musa untuk bisa menemaninya di Surga adalah karena dia mengetahui satu ilmu yang tidak diketahui oleh siapa pun dari Bani Israil. Dia mengetahui tempat kubur Yusuf ‘Alayhi Salam. Dan Yusuf telah mengambil janji kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya dari kalangan Bani Israil agar membawa tulangnya bersama mereka manakala mereka keluar dari bumi Mesir ke tanah suci.

Ketika Allah mengizinkan Musa dan kaumnya agar keluar, mereka tersesat. Musa terheran-heran karenanya. Dia meyakini bahwa pasti ada rahasia dalam urusan ini. Dia bertanya kepada orang-orang yang bersamanya tentang apa yang terjadi. Maka ulama Bani Israil menyampaikan janji yang diambil oleh Yusuf kepada bapak mereka. Pada saat itu Musa bertanya tentang kubur Yusuf agar bisa melaksanakan permintaannya, tetapi tidak seorang pun mengetahui kuburnya kecuali seorang wanita tua Bani Israil. Musa meminta kepadanya untuk menunjukkan kubur Yusuf. Wanita tua ini menolak kecuali jika Musa mengabulkanpermintaannya,dan ketikaMusa menanyakan apa keinginannya, ternyata dia menuntut perkara besar. Dia ingin bersama Musa di Surga.

Musa tidak ingin mengabulkan permintaannya. Mungkin karena dia melihat permintaannya berlebih-lebihan, apa yang dilakukannya tidak sepadan dengan derajat yang diminta, atau bisa jadi karena Musa tidak bisa mengabulkan permintaan atas sesuatu yang bukan wewenangnya. Maka Allah mewahyukan kepadanya supaya mengabulkan tuntutannya. Dan barangsiapa meminta kepada Allah atas perkara-perkara yang tinggi, niscaya Allah mengabulkan permintaannya, walaupun dia tidak mencapai derajat orang-orang yang berhak meraih derajat tersebut. Orang yang mencari Syahadah dengan benar, niscaya Allah menyampaikannya derajat orang-orang yang mati syahid, walaupun dia mati di atas tempat tidurnya. Orang yang meminta derajat ulama atau orang-orang yang dermawan, niscaya Allah menyampaikannya pada derajat mereka, walaupun tidak beramal seperti amal mereka.

Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa, setelah wanita tua ini meraih apa yang diinginkannya, dia mengantarkan Musa dan orang-orangnya ke sebuah danau. Dia meminta agar air danau itu dikuras, lalu mereka pun berhasil mengangkat jasad Yusuf dari tempat tersebut. Manakala mereka mengangkat jasad Yusuf dan membawanya berjalan, jalanan pun menjadi terang bagi mereka seterang siang hari.

VERSI TAURAT

Kisah wanita tua Bani Israil ini tidak terdapat dalam Taurat. Telah disebutkan dalam Safar Takwin, Ishah 50 poin 25, Yusuf meminta janji kepada Bani Israil agar membawa tulang-tulangnya bersama mereka ketika mereka keluar dari kota Mesir. Nashnya adalah, "Dia meminta sumpah Bani Israil dan berkata, 'Allah akan membuat kalian hilang lalu kalian mengangkat tulangku dari sini." Dan dalam Safar Khuruj, Ishah 13 poin 19 terdapat pemberitaan tentang pengambilan tulang-tulangnya oleh Musa pada waktu dia keluar dari Mesir. Dalam poin itu tertulis, "Dan Musa membawa tulang Yusuf bersamanya karena dia telah mengambil janji Bani Israil dengan berkata, 'Sesungguhnya Allah akan membuat kalian hilang lalu kalian membawa tulang-tulangku dari sini bersama kalian."

Taurat telah menyebutkan tersesatnya Bani Israil sewaktu mereka keluar dari Mesir. Hanya saja ia tidak menyatakan kalau hal itu disebabkan oleh tidak diambilnya tulang-tulang Yusuf oleh Bani Israil sebagaimana dijelaskan oleh hadis. Ia justru menyatakan bahwa penyebabnya adalah ketakutan terhadap kembalinya Bani Israil ke bumi Mesir jika terjadi perang dengan tentara Fir'aun (Lihat Safar Khuruj, Ishah 13 poin 17)

Adapun terangnya jalanan bagi mereka, hal itu terjadi sebelum mereka membawa tulang-tulang Yusuf sebagaimana dipahami dari Taurat. Padahal, yang benar adalah seperti dinyatakan oleh hadis, bahwa terbentangnya jalanan terjadi begitu mereka membawa tulang-tulangnya, sehingga mereka bisa melihat jalan mereka dan bisa menelusuri jalan yang benar dalam perjalanan mereka.

PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
  1. Dorongan Rasulullah kepada para sahabat dan umatnya agar mencari derajat-derajat yang tinggi, sebagaimana dilakukan oleh wanita tua tersebut ketika dia meminta kepada Musa. Dalam hadis shahih dari Rasulullah, bahwa beliau meminta sahabatnya agar memohon Firdaus kepada Allah yang merupakan tengah-tengah Surga dan puncak Surga dan atapnya adalah Arasy Allah.
  2. Pemberitaan Rasulullah tentang sebagian kejadian-kejadian secara detail yang terjadi pada ahli kitab dan tidak diketahui oleh mereka. Di antaranya adalah kisah wanita tua ini.
  3. Hadis membenarkan sebagian kejadian dan peristiwa yang disebutkan oleh Taurat.
  4. Adanya wanita-wanita yang baik, pemilik semangat yang tinggi di kalangan Bani Israil.
  5. Berita tentang pengambilan janji oleh Yusuf atas Bani Israil agar memindahkan tulang-tulangnya ke tanah suci, dan berita tentang pemindahan yang dilakukan oleh Bani Israil, akan tetapi kita tidak mengetahui tempat dia dikubur.
  6. Para Nabi dan Rasul dibolehkan mengambil janji kepada para pengikutnya dan para kerabatnya agar melakukan apa yang baik bagi mereka.
  7. Perjanjian yang telah disepakati atas generasi umat pertama berlaku lazim bagi yang datang sesudah mereka. Perjanjian yang diambil oleh Yusuf atas orang-orang yang bersamanya mengikat orang-orang yang datang sesudah itu. Begitu pula janji-janji Bani Israil yang diambil atas generasi pertama mereka dari Allah atau dari Rasul-Rasul mereka adalah lazim atas mereka. Begitu pun janji-janji yang diambil atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan sahabat -sahabatnya.
  8. Para hamba bisa tidak mendapatkan taufik jika mereka tidak menunaikan keinginan dan syariat Allah, sebagaimana Bani Israil yang tersesat ketika mereka meninggalkan tulang-tulang Yusuf pada saat mereka keluar.
  9. Hadis ini tidak bertentangan dengan hadis lain yang shahih, di mana Rasulullah memberitakan bahwa Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi. Karena yang dimaksud dengan tulang -tulang Yusuf adalah jasadnya, bukan karena jasadnya habis dan yang tertinggal hanyalah tulang-tulangnya.
  10. Kurangnya perhatian Bani Israil sejak pertama kali terhadap penghormatan kepada kubur-kubur para Nabi. Buktinya, mereka tidak mengetahui – padahal Musa berada bersama mereka – tempat kubur Nabi Yusuf.
Sumber:
Hadis ini diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak (2/624), no. 4088. Dia berkata, "Hadis ini sanadnya shahih, dan keduanya (Bukhari Muslim) tidak meriwayatkannya."