Saturday, May 29, 2010

Kisah Khairah Ibu Hasan al-Bashri Rah.a


“Lebih Cerdik Dari Anaknya…..”
Ia adalah wanita Tabi’in yang dititahkan keabadian dalam dunia pengetahuan. Tak lain karena kapasitas ilmu, pengetahuan fiqh dan sikap zuhudnya. Disamping itu, ia adalah ibu yang melahirkan dua pemuda yang mengukir sejarah dunia dalam bidang ilmu, keutamaan, sikap zuhud dan sastra.

Anak pertamanya dan sangat terkenal adalah al-Hasan bin Abi al-Hasan Yasar al-Anshari al-Bashri at-Tabi’in, syaikh bagi penduduk Bashrah, dan juga pemimpin umat dizamannya dalam bidang ilmu.

Muhammad bin Sa’ad menceritakan tentang dirinya,”Hasan seorang yang mumpuni, alim, luhur, ahli fiqh, tsiqah, terpercaya, gemar beribadah, perilaku yang baik, banyak ilmunya, fasih tutur katanya, tampan dan gagah.”

Imam adz-Dzahabi mengatakan,” Ia lelaki yang sempurna bentuknya, sedap dipandang mata, tampan dan termasuk pemberani.

Sedangkan anak keduanya adalah Said bin Abi al-Hasan Yasar al-Bashri, termasuk tabi’in yang tsiqat, mendapatkan hadis dari ibunya dan merupakan hasil dari didikan ibunya. Imam Nasa’I dan lainnya menyatakan ketsiqahannya. Ia juga termasuk yang terbaik dari kalangan orang-orang zuhud dan gemar beribadah. Ia dijuluki rahib karena sikap religiusnya, dan hadis-hadisnya terdapat dalam kumpulan hadis.

Sementara ibu dari kedua tokoh terbaik ini adalah Khairah, ibu al-Hasan al-Bashri. Ia dikenal sebagai budak Ummul Mukminin Ummu Salamah. Khairah juga termasuk wanita terhormat Tabi’in, dan juga tsiqah, dan termasuk wanita yang mendapatkan ilmu dari stri-istri Rasulullah SAW. Suaminya adalah Yasar, seorang budak dari pertempuran “Maisan”(lahan luas yang rimbun dan banyak pohon kurma, wilayah dataran rendah Bashrah) tinggal dimadinah dan dimerdekakan disana. Tidak lama kemudian ia dinikahkan dengan wanita terbaik, Khairah, budak Ummu salamah. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.

Khairah, termasuk istri terbaik bersama suaminya. Sebab ia mengurusi keperluannya tanpa menangguhkan pengabdiannya kepada Ummu Salamah. Allah memberikan keturunan terbaik dan shalihah bagi pasangan suami isteri ini. Keturunan yang menjaga kehidupan keduanya pada masa yang akan dating lewat ilmu yang menghiasi manusia dan menghidupkan ingatannya. Khairah melahirkan anaknya, al-Hasan, dua tahun sebelum akhir pemerintahan Umar bin Khaththab pada 21 H.

Dalam didikan istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah, Khairah lulus dan meriwayatkan hadis darinya. Sebagaimana juga ia meriwayatkan hadisdari Aisyah. Sebaliknya dari Khairah banyak tokoh-tokoh tabi’in baik laki-laki maupun perempuan yang meriwayatkan hadis. Dari kalangan laki-laki diantaranya kedua anaknya al-Hasan dan Said, Ali bin Zaid bin Jud’an (Ia adalah seorang ahli fiqh dan ulama generasi tabi’in, selain seorang penghafal dan imam hadis) dan Muawiyah bin Qurrah al-Muzani (Ia adalah Imam yang cermat, beliau adalah ayah dari hakim terkenal sekaligus tabi’in yang bernama Qadhi Iyyas, Ia meriwayatkan hadis dari banyak sahabat dan tabi’in senior) yang semuanya adalah tokoh terdepan tabi’in yang tsiqah.

Adapun dari kalangan wanita adalah Hafshah binti sirin pemimpin wanita tabi’in, Ummul Hudzail al-Anshariyah, sebagaimana yang dikatakan Iyyas bin Muawiyah,”Saya tak menemukan orang yang aku lebih aku hargai darinya.” Ia menghafal Al-Qur’an saat umurnya 12 tahun. Bagi Iyyas ia lebih baik daripada al-Hasan al-Bashri dan juga saudaranya sendiri Muhammad bin Sirin dalam bidang ilmu dan ibadah.

Khairah meriwayatkan bahwa ia pernah melihat Ummu Salamah , istri Rasulullah SAW, melaksanakan shalat dengan ,mengenakan baju panjang dan penutup kepala. Banyak sekali tokoh-tokoh yang meriwayatkan hadis darinya kecuali Imam Bukhari.

Khairah seorang yang setia kepada Ummu Salamah. Ia adalah budak miliknya. Selalu melayaninya dan melaksanakan pekerjaan rumahnya, atau perhatian pada anak-anaknya, mengurusi sekaligus merawat mereka. Al-Hasan meriwayatkan dari ibunya Khairah bahwa ibunya menyusukannnya pada Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW.

Tampaknya, Khairah sangat serius dalam melayani Ummu Salamah. Demikian sebaliknya Ummu Salamah memperlakukannya dengan sangat baik setiap mengutusnya untuk keperluan dirinya. Seperti disebutkan bahwa Ummu Salamah pernah menyuruh Khairah untuk suatu keperluan, sehingga ia tidak sempat mengurus anaknya al-Hasan yang saat itu masih menyusu ibunya, hingga al-Hasan kecil menangis. Maka Ummu Salamah menyibukkan dirinya dengan memberikan susunya hingga al-Hasan menyusu pada kedua wanita. Sehingga banyak Ulama yang berpendapat bahwa kecemerlangan al-Hasan adalah buah keberkahan dari susuan wanita yang terhubung kepada Rasulullah SAW.

Seperti yang dikisahkan juga bahwa Ummu Salamah mengajak keluar al-Hasan yang masih kecil kepada para Shahabat Rasulullah SAW. Mereka semua mendoakannya. Suatu ketika ia mengajaknya keluar menemui Umar bin Khaththab R.a. Ia pun mendoakannya,”Ya Allah, berikanlah pemahaman mendalam pada agama dan jadikan ia di cintai oleh umat manusia.”

Dengan semua ini, Khairah memperoleh keberkahan pada putranya al-Hasan berkat doa dari Umar bin Khathab, dan menjadikannya sebagian dari tabi’in terbaik. Seseorang apabila melihat al-Hasan berguna baginya, dan meskipun tidak melihat amal perbuatannya dan tidak mendengar perkataannya. Tentang al-Hasan, banyak orang yang mengatakan,” Itulah orang yang kata-katanya seperti perkataan para Nabi.”

Khairah ibu al-Hasan mengambil manfaat terbesar dari hafalan Ummu Salamah, pengetahuan dan kebersamaannya padanya. Sebab, Ummu Salamah termasuk Shahabiyah yang banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW, terlebih lagi ia adalah Istri Rasulullah SAW sendiri. Ia adalah wanita yang terbanyak meriwayatkan hadis dan terbanyak menghafalnya setelah Ummul Mukminin Aisyah. Ummu Salamah meriwayatkan hadis sebanyak 378 Hadis. Jumlah hadis sebanyak ini menempatkannya pada jajaran ahli fiqh wanita dan ilmuwan wanita terdepan. Dalam sisi ini Khairah mengambil manfaat dengan riwayat darinya, dan juga memanfaatkan ilmu-ilmunya.

Khairah mendapatkan banyak kebaikan karena kebersamaannya dengan Ummu Salamah. Ia menjadi wanita tabi’in yang dalam pemahamannya, banyak hafalan dan ketepatannya. Ibnu Hibban memasukannya dalam kategori para perawi yang tsiqah.

Ia juga sering duduk bersama para wanita untuk menasehati, mengajarkan hukum-hukum yang didapatkannya dari Aisyah dan Ummu Salamah. Tampaknya Khairah terkesan sedikit menonjolkan dirinya dan hafalannya. Ia menganggap dirinya lebih tinggi daripada anaknya dalam bidang ilmu dan pengetahuan. Cerita lucu tentang hal ini, seperti yang diutarakan oleh Ibnu Khalkan dalam kitab al-Wafayat tentang al-Hasan dan ibunya. Ia berkata,”Suatu hari ibunya, Khairah sedang bercerita di antara para wanita. Saat yang sama masuklah al-Hasan. Di tangan ibunya ada kue yang sedang dimakannya. Ia pun berkata kepada ibunya,”Wahai ibuku, buanglah kue jelek itu dari tanganmu!”

Sang ibu berkata,”Wahai anakku, sesungguhnya engkau seorang yang sudah tua dan berpengalaman membuatnya.”

Ia menjawab,”Wahai ibu, siapakah di antara kita yang lebih tua?”

Dari cerita gurauan ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Khairah berumur panjang, sebab pernyataannya kepada anaknya,’sesungguhnya engkau seorang yang sudah tua dan berpengalaman’, akan tetapi kita tidak dapat memastikan kapan wafatnya. Perkiraan yang terkuat bahwa ia wafat pada akhir abad pertama Hijriyah.

Semoga Allah merahmati Khairah, Ibu al-Hasan, semoga Allah memberikan tempat terbaik untuknya dan menjadikannya bersama-sama orang-orang pilihan yang terbaik dalam keabadian rahmatNya……Amien

Sumber; 101 Kisah Tabi'in

Friday, May 28, 2010

Abu Uqail (Meninggal Dengan Jari Menunjuk Ke Langit)


Dari Ja’far bin Abdillah bin Aslam berkata, "Tatkala peperangan Yamamah berlangsung dan kaum muslimin berada di tengah medan perang, orang yang pertama kali mendapat luka adalah Abu Uqail. Dia terkena panah pada bagian antara kedua bahu dan dadanya namun tidak meninggal dunia. Kemudian panah itu dicabut sehingga pada siang hari tangan kirinya terasa lemah. Kemudian ia dibawa ke dalam kemah.

Ketika peperangan semakin memanas, umat Islam tampak mengalami kekalahan serta mulai melewati batas yang diten-tukan, sementara itu Abu Uqail dalam kondisi lemah karena luka, tiba-tiba ia mendengar Ma’n bin Addy menyeru, 'Wahai kaum Anshar, mohonlah pertolongan kepada Allah, mohonlah pertolongan kepada Allah, seranglah musuhmu!'
Ibnu Umar berkata, "Setelah mendengar seruan itu Abu Uqail berdiri untuk menemui kaumnya. Maka aku bertanya, 'Apa yang kamu inginkan? Kamu tidak wajib menyerang!'
Abu Uqail menjawab, 'Tadi ada seseorang memanggil namaku.'

Aku katakan kepadanya, 'Orang yang memanggil itu mengatakan, 'Wahai orang-orang Anshar, bukan memanggil wahai orang-orang yang terluka!'
Abu Uqail berkata, 'Aku termasuk salah satu orang Anshar, oleh karena itu aku harus menyambut seruannya sekalipun dengan merangkak.'

Kemudian Abu Uqail memakai ikat sabuknya dan mengambil pedang dengan tangan kanannya seraya menyeru, 'Wahai kaum Anshar, seranglah musuh sebagaimana dalam perang Hunain! Bersatulah kamu sekalian semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepadamu. Majulah ke medan perang sebab kaum muslimin itu bersembunyi sekedar memperdayakan musuh, giringlah musuhmu sehingga masuk ke dalam kebun kemudian kamu membaur dengan mereka dan pedang-pedang kalian memenggal mereka.'

Aku perhatikan bagian-bagian tubuh Abu Uqail ternyata tangannya yang terluka telah lepas dari bahunya dan jatuh di medan peperangan. Pada tubuhnya terdapat 14 luka yang menyebabkan ia meninggal dunia. Saat itu musuh Allah, Musailamah telah terbunuh.

Aku berada di sisi Abu Uqail ketika dia menghembuskan nafas yang terakhir. Aku memanggil namanya, 'Wahai Abu Uqail! Dia menjawab, 'Labbaik -dengan terbata-bata- siapa yang kalah?' Aku menjawab, 'Bergembiralah, musuh Allah telah terbunuh.' Kemudian ia menunjuk ke langit dengan jarinya sambil memuji Allah lalu meninggal dunia. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya." (Masyari’ul Asywaq Ila Mashari’il ‘Isyaq, 1/509.)

Sumber: 99 Orang Shalih

Tuesday, May 25, 2010

Kedermawanan Abu Umamah R.a (3 Dinar Menjadi 300 Dinar)


Dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir berkata, "Maula perempuan Abu Umamah menceritakan kepadaku, 'Abu Umamah adalah orang yang suka bersedekah dan senang mengumpulkan sesuatu untuk kemudian disedekahkan. Dia tidak pernah menolak seorang pun yang meminta sesuatu kepadanya, sekali pun ia hanya bisa memberi sesiung bawang merah atau sebutir kurma atau sesuap makanan.

Pada suatu hari datang seorang peminta-minta kepadanya padahal ia sudah tidak memiliki itu semua, selain uang sebanyak 3 dinar. Orang itu tetap meminta juga, maka Abu Umamah memberikannya 1 dinar. Kemudian datang orang lain untuk meminta. Abu Umamah memberinya 1 dinar. Datang lagi satu orang, Abu Umamah memberinya 1 dinar juga.

Sudah barang tentu aku marah. Kemudian aku berkata, 'Wahai Abu Umamah, engkau tidak menyisakan untuk kami suatu pun!'

Kemudian Abu Umamah berbaring untuk tidur siang. Ketika adzan Ashar dikumandangkan aku membangunkannya. Lalu ia berangkat ke masjid. Setelah itu aku bercakap-cakap dengan dia kemudian aku meninggalkannya untuk mempersiapkan makan malam dan memasang pelana kudanya.

Ketika aku masuk kamar untuk merapikan tempat tidurnya, tiba-tiba aku menemukan mata uang emas dan setelah aku hitung berjumlah 300 dinar.

Aku berkata dalam hatiku, 'Tidak mungkin dia melakukan seperti apa yang dia perbuat kecuali sangat percaya dengan apa yang akan menjadi penggantinya.'
Setelah Isya’ dia masuk rumah. Dan ketika melihat makanan yang telah tersedia dan pelana kuda telah terpasang ia tersenyum lalu berkata, 'Inilah kebaikan yang diberikan dari sisiNya.'

Aku berada di hadapannya sampai ia makan malam. Ketika itu aku berkata, 'Semoga Allah senantiasa mengasihimu, dengan infak yang engkau berikan itu sebenarnya engkau telah menyisihkan simpanan, tetapi mengapa engkau tidak memberitahu aku, sehingga aku dapat mengambilnya.'

Abu Umamah bertanya, 'Simpanan yang mana? Aku tidak menyimpan apapun!'
Kemudian aku angkat kasurnya, tatkala Abu Umamah melihat dinar itu ia bergembira dan sangat heran.

Serta merta aku potong tali ikatku, sebuah tali yang menandakan aku seorang majusi atau nasrani, dan aku masuk Islam."

Ibnu Jarir berkata, "Aku melihat wanita itu (bekas budak) menjadi guru kaum wanita di masjid Himsha yang mengajarkan al-Qur’an, as Sunnah dan Ilmu Faraidh. (Al-Hilyah, 10/129.)

Sumber: 99 Orang shalih

Thursday, May 20, 2010

Aku Tidak Peduli, Selama Mati Dalam Keadaan Islam (dan Kisah Sahabat yang Jenazahnya dilindungi Lebah)


Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus 10 mata-mata yang dipimpin Ashim bin Tsabit al-Anshari kakek Ashim bin al-Khaththab. Ketika mereka tiba di daerah Huddah antara Asafan dan Makkah mereka berhenti di sebuah kampung suku Hudhail yang biasa disebut sebagai Bani Luhayan.

Kemudian Bani Luhayan mengirim sekitar 100 orang ahli panah untuk mengejar para mata-mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berhasil menemukan sisa makanan berupa biji kurma yang mereka makan di tempat istirahat itu. Mereka berkata, 'Ini adalah biji kurma Madinah, kita harus mengikuti jejak mereka.'

Ashim merasa rombongannya diikuti Bani Luhayan, kemudian mereka berlindung di sebuah kebun. Bani Luhayan berkata, 'Turun dan menyerahlah, kami akan membuat perjanjian dan tidak akan membunuh salah seorang di antara kalian.' Ashim bin Tsabit berkata, 'Aku tidak akan menyerahkan diri pada orang kafir.' Lalu memanjatkan doa, 'Ya Allah, beritakan kondisi kami ini kepada NabiMu shallallahu ‘alaihi wasallam.'

Rombongan Bani Luhayan melempari utusan Rasulullah dengan tombak, sehingga Ashim pun terbunuh. Utusan Rasulullah tinggal tiga orang, mereka setuju untuk membuat perjanjian. Mereka itu adalah Hubaib, Zaid bin Dasnah dan seorang lelaki yang kemudian ditombak pula setelah mengikatnya. Laki-laki yang ketiga itu berkata, 'Ini adalah penghianatan pertama. Demi Allah, aku tidak akan berkompromi kepadamu karena aku telah memiliki teladan (sahabat-sahabatku yang terbunuh).'

Kemudian rombongan Bani Hudhail membawa pergi Hubaib dan Zaid bin Dasnah, mereka berdua dijual. Ini terjadi setelah peperangan Badar. Adalah Bani Harits bin Amr bin Nufail yang membeli Hubaib. Karena Hubaib adalah orang yang membunuh al-Harits bin Amir pada peperangan Badar. Kini Hubaib menjadi tawanan Bani al-Harits yang telah bersepakat untuk membunuhnya.

Pada suatu hari Hubaib meminjam pisau silet dari salah seorang anak perempuan al-Harits untuk mencukur kumisnya, perempuan itu meminjaminya. Tiba-tiba anak laki-laki perempuan itu mendekati Hubaib bahkan duduk dipangkuannya tanpa sepengetahuan ibunya. Sementara tangan kanan Hubaib memegang silet. Wanita itu berkata, 'Aku sangat kaget.' Hubaib pun mengetahui yang kualami. Hubaib berkata, 'Apakah kamu khawatir aku akan membunuh anakmu? Aku tidak mungkin membunuhnya.'

Wanita itu berkata, 'Demi Allah aku tidak pernah melihat tawanan sebaik Hubaib. Dan demi Allah pada suatu hari, aku melihat Hubaib makan setangkai anggur dari tangannya padahal kedua tangannya dibelenggu dengan besi, sementara di Makkah sedang tidak musim buah. Sungguh itu merupakan rizki yang dianugrahkan Allah kepada Hubaib.'

Ketika Bani al-Harits membawa keluar Hubaib dari tanah haram untuk membunuhnya, Hubaib berkata, 'Berilah aku kesempatan untuk mengerjakan shalat dua rakaat.' Mereka mengizinkan shalat dua rakaat. Hubaib berkata, 'Demi Allah, sekiranya kalian tidak menuduhku berputus asa pasti aku menambah shalatku.' Lalu Hubaib memanjatkan doa,

'Ya Allah, susutkanlah jumlah bilangan mereka, musnahkanlah mereka, sehingga tidak ada seorang pun dari keturunannya yang hidup,' lalu mengucapkan syair:

Mati bagiku bukan masalah, selama aku mati dalam keadaan Islam
Dengan cara apa saja Allahlah tempat kembaliku
Semua itu aku kurbankan demi Engkau Ya Allah
Jika Engkau berkenan,
berkahilah aku berada dalam tembolok burung karena lukaku (syahid)

Lalu Abu Sirwa’ah Uqbah bin Harits tampil untuk membunuh Hubaib. Hubaib adalah orang Islam pertama yang dibunuh dan sebelum dibunuh melakukan shalat.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahu para sahabat pada hari disiksanya Hubaib, bahwa kaum Quraisy mengutus beberapa orang untuk mencari bukti bahwa Ashim bin Tsabit telah terbunuh dalam peristiwa itu, mereka mencari potongan tubuh Ashim. Karena Ashim adalah yang membunuh salah seorang pembesar Quraisy. Tetapi Allah melindungi jenazah Ashim dengan mengirim sejenis sekawanan lebah yang melindungi jenazah Ashim, sehingga orang-orang itu tidak berhasil memotong bagian tubuh jenazah Ashim sedikit pun." (HR. Al-Bukhari, no. 3989; Abu Dawud, no. 2660.)

Sumber :
99 Kisah Orang Shalih
HR. Al-Bukhari, no. 3989; Abu Dawud, no. 2660

Wednesday, May 19, 2010

IBADAH 500 TAHUN Hanya Sebanding dengan Satu Kenikmatan

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami, lalu bersabda, 'Baru saja kekasihku Malaikat Jibril keluar dariku dia memberitahu, 'Wahai Muhammad, Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran.


Sesungguhnya Allah memiliki seorang hamba di antara sekian banyak hambaNya yang melakukan ibadah kepadaNya selama 500 tahun, ia hidup di puncak gunung yang berada di tengah laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat segar mengalir sedikit demi sedikit, hingga menggenang di bawah kaki gunung.

Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu’ sambil memetik buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Ia berdoa kepada Allah Ta’ala jika waktu ajal tiba agar ia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga ia dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga.

Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.

Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat ia dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba itu membantah, 'Ya Rabbi, aku masuk Surga karena perbuatanku.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba tersebut membantah lagi, 'Ya Rabbi, masukkan aku ke surga karena amalku.'

Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, 'Cobalah kalian timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan amal perbuatannya.'

Maka ia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan anggota tubuh yang lain. Allah Ta’ala berfirman, 'Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke Neraka!'

Kemudian ia diseret ke dalam api Neraka. Hamba itu lalu berkata, 'Ya Rabbi, benar aku masuk Surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam SurgaMu.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Kembalikanlah ia.'

Kemudian ia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, 'Wahai hambaKu, Siapakah yang menciptakanmu ketika kamu belum menjadi apa-apa?'
Hamba tersebut menjawab, 'Engkau, wahai Tuhanku.'

Allah bertanya lagi, 'Yang demikian itu karena keinginanmu sendiri atau berkat rahmatKu?'
Dia menjawab, 'Semata-mata karena rahmatMu.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?'
Dia menjawab, 'Engkau Ya Rabbi.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang menempatkanmu berada di gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu mohon kepadaKu agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah memenuhi permintaanmu!?'
Hamba itu menjawab, 'Engkau ya Rabbi.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Itu semua berkat rahmatKu. Dan hanya dengan rahmatKu pula Aku memasukkanmu ke dalam Surga. Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga! HambaKu yang paling banyak memperoleh kenikmatan adalah kamu wahai hambaKu.' Kemudian Allah Ta’ala memasukkanya ke dalam Surga."

Jibril ‘Alaihis Salam melanjutkan, "Wahai Muhammad, sesungguhnya segala sesuatu itu terjadi hanya berkat Rahmat Allah Ta’ala." (HR. Al-Hakim, 4/250.)

Sumber : 99 Kisah Orang Shalih

Tuesday, May 18, 2010

Akhirnya Dia Mati Seperti Keledai

Kisah ini terjadi di Universitas 'Ain Syams, fakultas pertanian di Mesir. Sebuah kisah yang amat masyhur dan dieksposs oleh berbagai media massa setempat dan sudah menjadi buah bibir orang-orang di sana.

Pada tahun 50-an masehi, di sebuah halaman salah satu fakultas di negara Arab (Mesir-red.,), berdiri seorang mahasiswa sembari memegang jamnya dan membelalakkan mata ke arahnya, lalu berteriak lantang, "Jika memang Allah ada, maka silahkan Dia mencabut nyawa saya satu jam dari sekarang!."

Ini merupakan kejadian yang langka dan disaksikan oleh mayoritas mahasiswa dan dosen di kampus tersebut. Menit demi menitpun berjalan dengan cepat hingga tibalah menit keenampuluh alias satu jam dari ucapan sang mahasiswa tersebut. Mengetahui belum ada gejala apa-apa dari ucapannya, sang mahasiswa ini berkacak pinggang, penuh dengan kesombongan dan tantangan sembari berkata kepada rekan-rekannya, "Bagaimana pendapat kalian, bukankah jika memang Allah ada, sudah pasti Dia mencabut nyawa saya?." Para mahasiswapun pulang ke rumah masing-masing. Diantara mereka ada yang tergoda bisikan syaithan sehingga beranggapan, "Sesunguhnya Allah hanya menundanya karena hikmah-Nya di balik itu." Akan tetapi ada pula diantara mereka yang menggeleng-gelengkan kepala dan mengejeknya.

Sementara si mahasiswa yang lancang tadi, pulang ke rumahnya dengan penuh keceriaan, berjalan dengan angkuh seakan dia telah membuktikan dengan dalil 'aqly yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya bahwa Allah benar tidak ada dan bahwa manusia diciptakan secara serampangan; tidak mengenal Rabb, tidak ada hari kebangkitan dan hari Hisab.
Dia masuk rumah dan rupanya sang ibu sudah menyiapkan makan siang untuknya sedangkan sang ayah sudah menunggu sembari duduk di hadapan hidangan. Karenanya, sang anak ini bergegas sebentar ke 'Wastapel' di dapur. Dia berdiri di situ sembari mencuci muka dan tangannya, kemudian mengelapnya dengan tissue. Tatkala sedang dalam kondisi demikian, tiba-tiba dia terjatuh dan tersungkur di situ, lalu tidak bergerak-gerak lagi untuk selama-lamanya.

Yah…dia benar-benar sudah tidak bernyawa lagi. Ternyata, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya!!.
Mengenai hal ini, Dr.'Abdur Razzaq Nawfal -rahimahullah- berkata, "Allah hanya menghendaki dia mati seperti keledai!."

Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian ilmiah bahwa bila air masuk ke telinga keledai atau kuda, maka seketika ia akan mati?!!!.

Sumber:
Majalah "al-Majallah", volume bulan Shafar 1423 H


Kisah Bantahan Adam a.s Kepada Musa a.s

Kisah ini hanya bisa diketahui melalui wahyu, karena ia berbicara tentang pertemuan yang tidak disaksikan oleh manusia. Pertemuan Adam dengan Musa. Pertemuan ini terwujud atas dasar permintaan dari Musa. Kita tidak tahu bagaimana hal ini terwujud, akan tetapi kita yakin bahwa ia terjadi karena berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pastilah benar.

Pertemuan seperti ini terjadi pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam manakala beliau bertemu dengan para Nabi dan Rasul di malam Isra' dan beliau shalat berjamaah dengan mereka sebagai imam di masjid Al-Aqsa. Pada saat Mi’raj ke langit beliau berbincang dengan sebagian dari mereka.

Tujuan Musa dengan pertemuan itu adalah untuk berbincang-bincang langsung dengan Adam dan menyalahkannya karena Adam telah mengeluarkan dirinya dan anak cucunya dari Surga lantaran dosa yang dilakukannya. Akan tetapi pada saat itu Adam mengemukakan alasan yang membuat Musa terdiam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengakui bahwa Adam telah mengalahkan argumen Musa ‘Alayhi Salam.

NASH HADIS

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih keduanya dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Adam dan Musa berdebat di sisi Tuhan keduanya. Maka Adam mengalahkan argumen Musa." Musa berkata, ’Kamu adalah Adam yang diciptakan oleh Allah dengan tangan Nya.Diameniupkanruh-Nyapadamu,Dia memerintahkan Malaikat sujud kepadamu, dan Dia mengizinkanmu tinggal di Surga-Nya. Kemudian gara- gara kesalahanmu, kamu menjadikan manusia diturunkan ke bumi.’

Adam menjawab, Kamu adalah Musa yang dipilih oleh Allah dengan risalah dan Kalam-Nya. Dia memberimu Lauh [kepingan kayu atau batu; pent] yang berisi penjelasan tentang segala sesuatu. Dia telah mendekatkanmu kepada-Nya sewaktu kamu bermunajat kepada-Nya. Berapa lama kamu mendapatkan Allah telah menulis Taurat sebelum aku diciptakan?’ Musa menjawab, ’Empat puluh tahun.’

Adam bertanya, ’Apakah di sana tertulis, 'Dan durhakalah Adam kepada Allah dan sesatlah dia.’ (QS.Thaha: 121)?’ Musa menjawab, ’Ya.’ Adam berkata, ’Apakah kamu menyalahkanku hanya karena aku melakukan sesuatu yang telah ditulis oleh Allah atasku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Adam mengungguli argumen Musa."

Riwayat di atas adalah riwayat Muslim.

Dalam riwayat Bukhari, "Adam dan Musa saling beradu argumen. Musa berkata kepada Adam, 'Kamu Adam yang dikeluarkan dari Surga karena kesalahanmu.’ Adam menjawab, ’Kamu Musa yang telah dipilih oleh Allah dengan risalah dan Kalam-Nya, kemudian kamu menyalahkanku hanya karena aku melakukan sesuatu yang telah ditakdirkan atasku sebelum aku diciptakan.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Maka Adam mengalahkan dalil Musa." Ini diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam sebanyak dua kali.

Dalam riwayat Bukhari juga, "Adam dan Musa saling berdebat. Musa berkata, ’Ya Adam, kamu sebagai bapak kami telah mengecewakan kami. Kamu membuat kami dikeluarkan dari Surga.’ Adam menjawab, ’Ya Musa, Allah telah mengangkatmu dengan Kalam-Nya dan Dia menulis untukmu dengan tangan-Nya, apakah kamu menyalahkanku hanya karena perkara yang aku lakukan yang telah ditakdirkan oleh Allah atasku empat puluh tahun sebelum Diamenciptakanku?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Maka Adam mengungguli Musa." Tiga kali.

TAKHRIJ HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab wafat Musa, 6/440, no. 3407; dalam Kitab Tafsir, bab 'Dan Aku memilihmu untuk diri-Ku'(QS. Thaha: 41), 8/434, no. 4736; dalam Kitabul Qadar, bab dialog Adam dengan Musa, 11/505, no. 6614; di Kitabut Tauhid, bab keterangan tentang firman Allah, "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. An-Nisa: 164)

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Qadar bab debat antara Adam dan Musa, 4/2042, no. 2652.

PENJELASAN HADIS

Kehidupan dunia adalah kelelahan dan kepayahan. "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (QS. Al-Balad: 4). Kelelahan ini terlihat di dalam segala urusan. Suapan yang dimakan oleh seseorang tidak diperoleh kecuali dengan kelelahan. Seteguk minum juga demikian. Bahkan pakaian dan tempat tinggal. Lebih dari semua itu, penyakit-penyakit yang menimpa manusia, musuh-musuh dan kawan- kawannya mendatangkan problem baginya. Gangguan pun bisa datang dari anak-anak dan kerabatnya.

Musa telah merasakan apa yang dirasakannya dari Fir'aun dan bala tentaranya. Dia kabur dari Mesir ke Madyan setelah membunuh laki-laki Qibti. Di Madyan, Musa menggembala kambing selama sepuluh atau delapan tahun. Dan setelah Allah mengangkatnya menjadi Rasul, Musa menghadapi Fir'aun. Musa menghadapi kebengalan dan kenakalan Bani Israil. Mungkin pada suatu waktu terbetik di pikiran Musa bahwa penyebab kelelahan ini adalah Adam, yang telah mengeluarkan dirinya dan anak cucunya dari Surga. Pada masa itu Allah telah meminta Adam agar tinggal di Surga setelah menciptakannya. Allah mengizinkan buah-buahnya dan sungai-sungainya kecuali satu pohon. Allah menjamin kepada Adam tidak akan lapar dan telanjang, dia juga tidak akan haus dan tidak terkena sengatan matahari.

Ketika Adam durhaka kepada Tuhannya dengan memakan pohon terlarang, maka Allah menurunkannya dari rumah kekekalan ke rumah kelelahan, dan manusia tidak mungkin hidup kecuali dengan perjuangan yang berat.

Oleh karena itu, ketika Musa bertemu dengan bapaknya, Adam, dia mencelanya atas perbuatannya yang membuat dirinya dan anak cucunya keluar dari Surga. Dalam perbincangan tersebut Musa mengingatkan Adam akan kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepadanya, di mana Allah menciptakannya dengan tangan-Nya, sementara makhluk yang lain diciptakan dengan kata "Kun". Allah meniupkan ruh-Nya padanya, menyuruh para Malaikat bersujud kepadanya, mengizinkannya tinggal di Surga; dan barangsiapa diberi kemuliaan itu oleh Allah, maka tidak sepantasnya ia tidak mendurhakai-Nya sehingga tidak menurunkan dirinya dan anak cucunya dari Surga.

Adam merespon celaan Musa dengan celaan juga. Adam membantah ucapan Musa. Dia mengingkari Musa, bagaimana sikap menyalahkan ini bisa keluar dari orang seperti Musa. Adam menyebutkan keutamaan Musa yang diberikan Allah kepadanya. Adam berkata kepada Musa, "Kamu Musa yang telah diangkat oleh Allah dengan risalah dan Kalam-Nya. Dia memberimu Lauh yang berisi penjelasan tentang segala sesuatu. Dia mendekatkanmu kepada-Nya ketika kamu bermunajat. Berapa lama kamu mendapati Allah menulis Taurat sebelum aku diciptakan?" Musa menjawab, "Empat puluh tahun."

Adam bertanya, "Apakah kamu mendapati, 'Dan Adam durhaka kepada Tuhannya, maka dia sesat (QS. Thaha:121). " Musa menjawab, "Ya."

Adam berkata, "Apakah kamu menyalahkanku karena satu perbuatan yang aku lakukan yang telah ditakdirkan oleh Allah atasku empat puluh tahun sebelum aku diciptakan?"

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah menyatakan bahwa Adam mengungguli ucapan Musa. Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana bisai tu? Bagaimana Adam unggul dalam argumennya?"

Jawabannya adalah bahwa Musa menyalahkan Adam karena Adam telah mengeluarkan dirinya dan anak cucunya dari Surga. Maka Adam menjawabnya, "Saya tidak mengeluarkan kalian dari Surga, akan tetapi Allahlah yang menjadikan keluarnya diriku sebagai karena aku memakan pohon." Maka pengeluaran Adam bukan sesuatu yang lazim jika ia tidak diinginkan oleh Allah Tabaraka wa Taala, karena mungkin saja Allah mengampuninya tanpa mengeluarkannya dari Surga dan mungkin juga Allah menghukum Adam dengan hukuman lain, bukan dengan mengeluarkannya dari Surga, akan tetapi hikmah-Nya menuntut mengeluarkan Adam dari Surga karena kebaikan yang banyak dan besar yang diketahui oleh-Nya. Oleh karena itu, Adam mencela Musa atas celaannya kepadanya karena satu perkara yang telah dikehendaki dan ditakdirkan oleh Allah dan hal itu sendiri bukan sesuatu yang lazim dari perbuatan Adam.

Hadis ini membantah para pendusta takdir, karena hadis ini menetapkan takdir terdahulu dan dalil-dalil yang menetapkan takdir adalah dalil-dalil yang ketetapannya pasti dan dalalah-nya juga pasti, maka tidak ada peluang untuk mendustakan dan mengingkari takdir. Barangsiapa mendustakannya, maka dia tidak mengerti permasalahan yang sebenarnya.

Hadis ini dicatut oleh kelompok Jabariiyah di mana –kata mereka– hamba adalah orang yang terpaksa dalam perbuatannya. Padahal, hadis ini tidak menunjukkan itu. Adam tidak membantah Musa dengan cara ini. Dan masalahnya adalah seperti yang telah aku jelaskan dan aku tetapkan. Wallahu a'lam.

PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
  1. Dialog antara orang-orang yang shalih dalam masalah yang musykil, seperti Adam yang berdialog dengan Musa. Dan diwajibkan atas peserta dialog untuk tunduk kepada kebenaran jika ia telah jelas setelah sebelumnya samar, seperti Musa yang tunduk pada hujjah Adam.
  2. Kewajiban beriman kepada perkara ghaib yang benar. Allah telah memuji orang-orang mukmin bahwa mereka beriman kepada yang ghaib. Di antara perkara ghaib yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah percakapan yang terjadi antara Adam dan Musa. Adapun perkara ghaib yang diklaim oleh sebagian orang tanpa berpijak pada dalil yang benar, maka hal itu termasuk berkata atas nama Allah tanpa ilmu.
  3. Pelaku dialog hendaknya mengenal kelebihan lawan dialognya.Adam dan Musa masing-masing menyebutkan keunggulan lawannya dan kelebihan yang diberikan oleh Allah kepadanya.
  4. Hadis ini menetapkan takdir yang mendahului. Banyak sekali dalil-dalil dalam hal ini. Hadis ini membantah Qadariyah, kelompok yang menafikan takdir yang mendahului termasuk kelompok Mu’tazilah.
  5. Keterangan tentang keutamaan khusus yang dimiliki oleh Adam. Allah menciptakannya dengan tangan-Nya, memerintahkan para Malaikat untuk sujud kepadanya, mengizinkannya tinggal di Surga-Nya. Sementara keistimewaan Musa bahwa Allah mengangkatnya dengan risalah dan Kalam-Nya. Dia memberinya Lauh yang mengandung penjelasan tentang segala sesuatu, dan Dia mendekatkannya ketika dia bermunajat kepada-Nya. Keistimewaan keistimewaan ini dimiliki oleh keduanya. Sebagian telah disebutkan secara nyata di dalam Al-Qur'an dan sebagian lain ditunjukkan oleh hadis-hadis lain selain hadis ini.
  6. Penetapan sifat tangan bagi Allah. Sifat ini tidak boleh dinafikan dan tidak boleh didustakan, sebagaimana tidak boleh menyamakan tangan Allah dengan tangan para makhluk, berpijak pada firman Allah, "Tidak sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura: 11)
  7. Keterangan tentang sebagian ilmu di dalam Taurat yang diturunkan oleh Allah kepada Musa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyatakan bahwa dalam Taurat terdapat, "Dan Adam durhaka kepada Tuhannya, maka dia pun sesat." Ayat ini terdapat di Al-Qur'an sebagaimana di dalam Taurat yang Allah turunkan. Tetapi dalam Taurat sekarang, hal itu sudah tidak ada.
  8. Hadis ini mengandung hakikat ilmiah yang ghaib, bahwa Allah menulis Taurat empat puluh tahun sebelum diciptakan.
  9. Hadis ini menetapkan bahwa Allah menulis Taurat dengan tangan-Nya. Ini termasuk keistimewaan Taurat sebagai keutamaan Musa.
Sumber:
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab wafat Musa, 6/440, no. 3407; dalam Kitab Tafsir, bab 'Dan Aku memilihmu untuk diri-Ku'(QS. Thaha: 41), 8/434, no. 4736; dalam Kitabul Qadar, bab dialog Adam dengan Musa, 11/505, no. 6614; di Kitabut Tauhid, bab keterangan tentang firman Allah, "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. An-Nisa: 164)

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Qadar bab debat antara Adam dan Musa, 4/2042, no. 2652.

Saturday, May 15, 2010

Kisah Muadzah binti Abdullah Rah.a (Tabi'in)

"Istri Ahli Ibadah Yang Rajin Ibadah"

“Wahai jiwa, tidur di hadapanmu, seandainya engkau lakukan, maka akan panjang tersungkurmu di alam kubur dalam kesengsaraan. Atau (engkau inginkan) kebahagiaan.”……….(Muadzah binti Abdullah Rah.a)

Muadzah binti Abdullah al-Adawiyyah al-Bashriyyah Ummu ash-Shahba’ termasuk wanita tabi’in yang tumbuh dekat dengan sumber-sumber ilmu para shahabat. Dengan mudah dia mereguk ilmu mereka yang diambil dari Rasulullah SAW.Ia belajar dari madrasah Ummul Mukminin Aisyah R.a, Ali bin Abi Thalib R.a dan Hisyam bin Amir R.a. Ia sempat bertemu dan meriwayatkan hadis dari mereka.

Para ulama zuhud dizamannya banyak berguru hadist padanya. Diantara mereka adalah Abu Qilabah al-Jurmi Rah.a, Ishaq bin Suwaid Rah.a, Ayyub as-Sakhtiyani Rah.a. dan lainnya.

Ia dinyatakan Tsiqah (terpercaya) oleh para ahli hadis, seperti Yahya bin Ma’in Rah.a. Muadzah telah mendapatkan cakupan besar dalam upaya pembelajaran ilmu agama, spiritual, dan ibadah yang ia hasilkan dari para pembela al-Qur’an dan hadis Nabi SAW

Ia sangat gemar membaca Al-Qur’an di shubuh hari dengan disaksikan oleh para malaikat. Ia selalu membaca Al-Qur’an dipagi dan sore hari. Hatinya selalu mengalunkan zikir pada Allah SWT. Tak ada sesuatu pun yang menyibukkannya dari rutinitas ini hingga hari pernikahannya.

Suami Muadzah al-Adawiyyah adalah Shilah bin Asyyam Abu ash-Shahba al-Adawi al-Bashri Rah.a yang juga merupakan salah seorang tabi’in terhormat, pemimpin teladan, pemilik kemuliaan, zuhud dan rajin beribadah. Kedua suami istri ini adalah lautan ilmu dan fiqh, sikap wara’ dan zuhud.

Pernikahannya menyisakan cerita yang menyentuh hati karena didalamnya ada kebaikan tutur kata yang terpatri dalam kenangan masyarakat saat itu. Dari situ mereka menularkannya kepada orang lain agar senantiasa abadi hingga waktu yang Allah kehendaki.

Saat hari pernikahan Muadzah al-Adawiyyah, saat ia diserahkan pada suaminya Shilah bin Asyyam, keponakan Shilah datang dan mengajaknya masuk ke kamar kemudian mendandaninya dengan pakaian terbaik lalu mengantarkannya dirumah yang penuh dengan aroma wangi, memancarkan sebaik-baik minyak wangi.

Setelah suami istri itu bersama-sama dalam satu rumah, Shilah mengucapkan salam kepada Muadzah. Kemudian berdiri untuk shalat, lalu Muadzah pun berdiri mengikutinya shalat. Keduanya larut dalam shalat. Kaeduanya masih shalat hingga tiang-tiang fajar menyongsong keduanya. Shubuh datang mengendus, keduanya lupa bahwa mereka berada dalam malam pengantin.

Keesokan harinya, ia didatangi lagi oleh keponakannya untuk memeriksa keadannya. Akhirnya ia tahu bahwa ia habiskan waktu untuk shalat sampai shubuh menampakan dirinya. Ia pun berkata pada pamannya itu,”Wahai pamanku, putri pamanmu telah diserahkan padamu tadi malam. Lalu engkau melaksanakan shalat dan membiarkannya?”

Shilah menjawab,”Wahai keponakanku! Sesungguhnya engkau telah memasukan diriku kemarin disebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada neraka. Kemudian engkau masukkan aku ke sebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada surga. Dan pikiranku itu terus menerus ada pada keduanya hingga keesokan hari.”

Dalam suasana seperti ini, Muadzah dan suaminya meneruskan kehidupannya dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Muadzah telah melukiskan gambaran hidup tentang ibadah suaminya. Ia berkata,” Abu ash-Shahba’ selalu shalat hingga tak mampu datang ketempat tidurnya kecuali dengan merangkak.”

Ibnu Syaudzab menceritakan, Muadzah al-Adawiyyah berkata, Shilah tidak pulang dari masjid rumahnya menuju ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak. Ia berdiri hingga tak tegak lagi dalam shalat.

Lain waktu, Muadzah mengomentari suaminya ketika bersama teman-temannya. ”Apabila Shilah dan teman-temannya bertemu, mereka saling berpelukan satu sama lain.”

Ia mengambil teladan dari suaminya dalam hal ibadah hingga ia menjadi salah satu wanita yang menjadi simbol dalam ibadah. Ia menjadi seorang mukmin yang ikhlas karena Allah SWT. Muadzah adalah seoarng wanita yang beriman yang wara’, rajin beribadah dan bersikap zuhud. Ia menghidupkan semua malamnya untuk beribadah, sehingga sifat bijaksananya mengalir dari lisannya seperti aliran telaga yang bening.

Kata-katanya yang menunjukan kefasihannya, seni bahasa dan kemapanannya berbicara telah diabadikan. Di antara kata-katanya adalah,” Saya heran kepada mata yang tidur, padahal ia tahu betapa lamanya terpuruk dalam kegelapan kubur.”

Perkataannya tak pernah lepas dari nasihat dan peringatan tentang dunia. Ia pernah berkata kepada wanita yang disusuinya,” Wahai anakku, jadikanlah pertemuan dengan Allah SWT dengan diiringi sikap waspada dan pengharapan. Sebab, saya melihat orang yang berharap mendapatkan hak dengan kebaikan tempat kembali di hari ia menghadapNya. Saya melihat orang yang takut mendapatkan angannya akan keselamatan di hari di mana orang-orang berdiri menghadap Tuhan semesta Alam.”

Ia pernah memperingatkan untuk tidak tertipu dan terfokus pada dunia. ”Saya temani dunia selama 70 tahun. Saya tak melihat ketenangan mata sama sekali didalamnya.”

Muadzah telah menyerahkan dirinya untuk beribadah dan shalat. Hampir tak tersisa waktu kecuali ia dalam kesiagaan dengan shalatnya. Ia menghidupkan semua malamnya untuk shalat, berzikir dan bertasbih. Ia melaksanakan shalat pada setiap siang dan malam sebanyak 700 rakaat. Ia membaca Al-Qur’an setiap malam. Allah menggambarkan wanita-wanita shalihah dalam firmanNya, ” Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”(QS. An-Nisa:34) . Wanita yang memelihara diri dan harta saat suaminya tidak ada adalah nilai terbesar yang diidamkan dalam diri wanita. Muadzah al-Adawiyyah termasuk dalam golongan ini.

Ketika datang malam, ia berkata,

”Ini adalah hari kematianku.”Ia tidak mau tidur.”

Ketika datang malam, ia berkata,”Ini adalah malam kematianku.” Maka ia tidak tidur hingga pagi. Lalu ketika dia tertidur, ia bangkit dan berlari dalam rumahnya dan mencela dirinya sendiri. Kemudian ia terus-menerus berkeliling hingga pagi karena takut kematian saat ia lengah dan tertidur.

Saat musim dingin datang menyerang, Muadzah sengaja mengenakan pakaian dengan bahan yang lebih tipis hingga udara dingin itu menghalanginya tertidur dan ia tidak bermalas-malasan dari beribadah dan berdoa. Dengan ditemani suaminya, ia bekerja keras untuk ibadah hingga keduanya menjadi perumpamaan. Abu as-Siwar al-Adawi mengatakan,”Bani Adiy adalah komunitas yang paling keras berusaha. Inilah Abu ash-Shahba yang tak tidur malam hari dan tidak berbuka di siang hari. Inilah istrinya Muadzah binti Abdullah yang tak pernah mengangkat kepalanya ke langit selama 40 tahun.”

Di samping dikenal sebagai ahli ibadah, Muadzah juga dikenal sebagai seorang wanita ahli fiqh dan alim. Yahya bin Ma’in mengomentari tentang dirinya, ” Muadzah seorang yang tsiqah dan menjadi hujjah.” Ibnu Hibban juga memasukannya dalam jajaran perawi tsiqah juga memberikan pujian kepadanya.

Pada tahun 62 H, suami dan anaknya menemui syahid di sajistan. Saat berita sampai padanya, ia tak menampar muka atau merobek pakaian, tetapi sabar dan mengembalikannya kepada Allah. Banyak wanita berkumpul dirumahnya untuk menyampaikan belasungkawa. Namun, Muadzah berkata kepada mereka,”Selamat datang kepada kalian jika kalian datang untuk menyampaikan ucapan selamat. Namun jika kalian datang bukan untuk tujuan tersebut, pulanglah.”

Para wanita itu terkagum dengan kesabaran Muadzah. Mereka keluar dengan membicarakan kesabaran yang telah Allah berikan padanya. Peristiwa ini semakin menambah kedudukannya dan posisinya di mata mereka.

Ummu al-Aswad binti Zaid al-Adawiyyah yang pernah disusui olehnya berkata,”Muadzah berkata kepadaku saat Abu ash-Shahba dan anaknya terbunuh,”Demi Allah, wahai putriku!Tidaklah kecintaanku untuk tetap tinggal di dunia untuk kesenangan hidup dan ketenangan jiwa. Tapi sungguh saya tidak suka tetap tinggal kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai cara. Semoga Allah mengumpulkan antara diriku dengan Abu ash-Shahba beserta anaknya disurga.

Muadzah mewujudkan perkataan ini dalam perbuatan. Tak ada malam yang ia lewati kecuali senantiasa berdoa kepada Tuhannya dengan perasaan takut dan berharap bertemu denganNya serta berangan-angan mendapatkan rahmatNya. Sejak suaminya syahid, ia tak lagi bersandar dikasur tidurnya hingga meninggal, karena khawatir merasakan kelembutan kasur hingga lupa dengan apa yang ia janjikan kepada Allah untuk senantiasa berdoa.

Dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu hajar menuturkan kehormatan tertinggi bagi Muadzah yang menunjukan kedudukannya dalam ibadah. Ada seorang warga Bashrah mengatakan,”Saya mendatangi Muadzah, lalu Muadzah berkata,” Saya mengeluhkan perutku.”Ia telah memberikan resepnya dengan tuak guci. Maka, saya berikan kepadanya secangkir tuak itu dan saya letakkan, maka Muadzah berkata,’Ya Allah, seandainya Engkau mengetahu bahwa Aisyah memberikan hadis padaku, sesungguhnya Nabi SAW, melarang tuak guci maka cukupkanlah diriku dengan apa yang Engkau kehendaki.”

Ia menceritakan,”Maka cangkir itu dibalik dan menumpahkan tuak yang ada didalamnya. Lalu Allah menghilangkan rasa sakit diperutnya.

Sepeninggal suaminya, Muadzah masih hidup lebih 20 tahun. Setiap hari yang ia lewati, senantiasa ia siapkan untuk bertemu dengan Allah SWT. Ia berharap dapat berkumpul kembali dengan suami dan anaknya dalam naungan kasih sayangNya.

Dikisahkan saat menjelang ajalnya, Muadzah menangis kemudian tertawa. Lalu ia ditanya,” Apa alasan untuk menangis dan apa alasan untuk tertawa?”

Ia menjawab,”Adapun tangisanku yang kalian lihat karena saya mengingat perpisahan dengan aktivitas puasa, shalat dan zikir. Itulah tangisan tadi. Adapun senyuman dan tawa, karena saya melihat Abu ash-Shahba telah menyambutku diberanda rumah dengan dua kalung berwarna hijau. Dan ia bersama dalam rombongan. Sungguh saya tidak melihat mereka mempunyai kalung yang menyamainya. Maka saya tertawa.”

Itulah firasatnya. Ia wafat sebelum masuk waktu shalat, pada tahun 83 H.

Usai sudah lembaran hidup wanita yang shalihah dan rajin beribadah ini. Namun sejarah terus menebar keutamaannya agar menjadi teladan bagi para wanita. Semoga Allah merahmati dan melindunginya dari api neraka dan membalasnya dengan balasan terbaik dan menggabungkan dengan orang-orang yang shalih. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman: ”Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.”(QS. Ar-Rahman:46)

Sumber:
Siyar A’lam an-Nubala’:Adz-Dzahabi
Kisah 101 Tabi’in

Friday, May 14, 2010

Kisah Wanita Penyisir Putri Fir'aun


Inilah kisah seorang wanita yang dibakar oleh thaghut Fir'aun. Fir'aun juga membakar anak-anaknya dalamsebuah wadah mirip tungku yang besar. Aroma tubuh yang terbakar menyebar ke setiap sudut. Balasannya, Allah menjadikan aromanya dan aroma anak-anaknya sedemikian harum menyebar di langit. Rasulullah mencium aroma wangi itu ketika beliau Mi’raj ke langit di malam Isra'.

NASH HADIS

Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Pada malam aku ber-Isra', aku mencium aroma yang harum. Aku bertanya, 'Wahai Jibril, aroma harum apa ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah aroma wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita itu.' Aku bertanya, 'Bagaimana kisahnya?' Jibril menjawab, 'Suatu hari, ketika dia sedang menyisir putri Fir'aun, tiba-tiba sisir jatuh dari tangannya. Dia berkata, 'Bismillah.' Putri Fir'aun berkata kepadanya, 'Bapakku.' Dia menjawab, 'Bukan, akan tetapi Tuhanku dan Tuhan bapakmu adalah Allah.' Putri Fir'aun berkata, 'Aku akan sampaikan itu kepada bapakku.' Dia menjawab, 'Lakukanlah.' Maka putri Fir'aun menyampaikan hal itu kepada bapaknya.

Fir'aun memanggilnya dan bertanya, 'Wahai fulanah, apakah kamu mempunyai Tuhan selain aku?' Dia menjawab, 'Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.' Lalu Fir'aun memerintahkan agar dihadirkan seekor sapi dari tembaga. Setelah dipanaskan, dia memerintahkan agar wanita ini berikut anak-anaknya dilempar ke dalamnya. Wanita itu berkata, 'Aku ada perlu denganmu.' Fir'aun bertanya, 'Apa keperluanmu?' Wanita menjawab, 'Aku ingin kamu mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang anak-anakku dalam sebungkus kain lalu mengubur kami.' Fir'aun menjawab, 'Itu menjadi hakmu atas kami.'

Jibril berkata, 'Lalu anak-anaknya dihadirkan. Satu per satu dilempar ke dalamnya di depan matanya, sampai akhirnya tiba giliran bayinya yang masih menyusu. Wanita ini maju mundur, maka bayinya berkata kepadanya, 'Wahai Ibuku, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat.' Maka dia pun masuk'."

Ibnu Abbas berkata, "Ada empat bayi yang berbicara: Isa bin Maryam, bayi Juraij, saksi Yusuf, dan putra wanita penyisir putri Fir'aun."

TAKHRIJ HADIS

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dari Ibnu Abbas (3/309) cetakan Al-Maktab Al-Islami), (5/30 cetakan Muassasatur Risalah), no. (2821-2823). Para Muhaqqiq Musnad menyatakannya hasan dan mereka menisbatkannya kepada Thabrani dan Ibnu Hibban.

Haitsami setelah menyebut hadis ini mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar, Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Di dalam sanadnya terdapat Atha' bin As-Saib. Dia tsiqah, tetapi hafalannya berantakan." (Majmauz Zawaid, 1/65).

PENJELASAN HADIS

Ini adalah kisah yang diketahui Rasulullah manakala beliau ber-Mi’raj ke langit yang tinggi di malam Isra'. Pada waktu ber-Mi’raj Rasulullah mencium aroma harum semerbak. Beliau bertanya kepada Jibril tentang sumbernya, maka Jibril menceritakan bahwa bau harum ini berasal dari wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita tersebut.

Wanita ini hidup di istana Fir'aun. Tugasnya adalah melayani putrinya. Dia menyisir rambutnya, dan mengurusi urusannya. Orang yang seperti ini pastilah orang yang mulia, dihormati, dan hidup enak. Akan tetapi, iman menyusup di hatinya dan menguasai urusannya, sebagaimana iman juga menguasai hati ibu ratu, istri Fir'aun. Iman selalu menemukan jalan ke dalam hati orang-orang kaya, seperti ia menemukan jalan ke dalam hati orang-orang miskin manakala Allah
menginginkan kebaikan untuk hambanya.

Wanita ini menyembunyikan imannya seperti halnya istri Fir'aun dan seorang mukmin dari keluarga Fir'aun. "Dan Seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya." (QS.Ghafir: 28). Walaupun seseorang berusaha untuk menutupi apa yang ada di dalam hatinya, tetap saja akan terbaca melalui tindak tanduk, gerakan, perilaku, dan ucapan-ucapannya. Kadang-kadang seseorang lupa akan dirinya sendiri dan dia berpolah berdasar pada tabiatnya.

Hal ini terjadi pada wanita ini. Sisirnya jatuh dari tangannya ketika dia menyisir rambut putri Fir'aun, dan dia berkata 'bismillah', sebuah ucapan yang mengalir di lidah kaummuslimin tanpasengaja. Mereka mengucapkannya tatkala kaki mereka terpeleset, atau salah seorang anak mereka terjatuh, atau ketika pisau atau pena terjatuh dari tangan mereka.

Putri Fir'aun terkejut dengan ucapannya. Dia adalah putri yang tidak mengerti. Dia sangat membanggakan bapaknya. Dia menganggapnya sebagai tuhan, seperti anggapan bapaknya terhadap dirinya. Maka dia bertanya, "Bapakku?" (Yakni, orang yang kamu sebut namanya itu apakah bapakku). Wanita itu menolak mengakui Fir'aun sebagai tuhan palsu yang diklaimnya. Dia telah bertekad untuk bersikap tegas sebagai konsekuensi dari iman, tanpa khawatir terhadap akibat buruk yang mungkin menimpanya dan anak-anaknya. Oleh karena itu, dia menjawab secara terbuka. Keterbukaan yang menyimpan tantangan. Dia tidak cukup mengatakan, "Allah adalah Tuhanku." Akan tetapi dia mengatakan, "Allah adalah Tuhanku dan Tuhan bapakmu."

Pada saat itu putri Fir'aun berkata, "Aku sampaikan ini kepada bapakku." Dia bertanya jika wanita itu setuju apabila hal ini disampaikan kepada raja, tentang imannya kepada Allah dan pengingkarannya terhadap ketuhanan Fir'aun. Maka wanita itu menjawab, "Ya."

Mungkin putri Fir'aun, di balik pertanyaannya ini, ingin wanita itu bertekuk lutut memohon kepadanya agar tidak mengatakan rahasianya kepada raja demi keselamatannya dan anak-anaknya. Sebagian orang ada yang menikmati jika orang lain bertekuk lutut dan memohon-mohon kepadanya.

Atau mungkin dia ingin menjadi pemegang kunci rahasia wanita tersebut, agar dia bersedia membantunya mewujudkan tujuan dan ambisinya. Di istana thaghut seperti Fir'aun banyak sekali pos-pos kekuatan yang masing-masing berusaha mewujudkan ambisi dan keinginannya. Mereka memerlukan para pendukung, baik laki-laki maupun perempuan, yang dijadikan sebagai kepanjangan mereka demi kemaslahatan mereka dan menjadi pelaksana lapangan bagi rencana-rencana mereka. Hal ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa putri Fir'aun tidak segera menyampaikan berita itu kepada bapaknya, akan tetapi dia bertanya kepadanya tentang hal itu. Pertanyaannya tersebut menunjukkan adanya udang di balik batu.

Akan tetapi, wanita shalihah ini telah mengambil keputusan yang pasti. Dia tidak memohon dan tidak meminta kepada putri raja agar merahasiakan perkaranya. Dia mengizinkannya untuk menyampaikan sepertinya ibu mulia ini telah lelah menyimpan imannya. Orang yang menyembunyikan imannya pastilah menemui kesulitan yang berat. Dia harus menyembunyikan shalatnya, puasanya, dan doanya. Jika perkaranya hampir terbongkar, dia akan menemukan kesulitan dalam mencari alasan dari perilakunya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.

Orang seperti ini justru secara terbuka dengan sengaja menampakkan keimanannya. Mereka senang jika rahasia mereka diketahui dan keadaan mereka dikenal, walaupun akibat-akibat buruk mesti dia rasakan di balik itu.

Seandainya wanita ini meminta kepada putri Fir'aun agar tidak mengatakan kepada bapaknya, maka ia akan menjadi tawanannya. Dia akan mengancam dan menakut-nakutinya maka dia akan hidup terus diliputi ketakutan.

Putri Fir'aun yang membanggakan bapaknya, si thaghut besar, menyampaikan rahasia wanita tukang sisirnya. Maka Fir'aun memanggilnya dan bertanya kepadanya. Dia pun berkata jujur dengan mengaku bahwa Allah adalah Tuhannya dan Tuhan Fir'aun.

Sikap yang diambil oleh wanita ini adalah contoh yang selalu terjadi dan untuk selama-lamanya, tetapi ia istimewa. Ia adalah contoh nyata tentang unggulnya iman di atas kekufuran dan kedurhakaan. Iman tanpa senjata dan kekuatan manusia, pemiliknya menunjukkannya meski dengan resiko besar dan akibat buruk yang tidak ringan, akan tetapi di balik itu dia berharap meraih kehidupan mulia di sisi Allah di Surga kenikmatan.

Thaghut ini tidak memiliki cara lain kecuali dengan cara yang telah disiapkannya untuk orang-orang yang mengingkari ketuhanannya. Dia menghadirkan sebuah alat yang berbentuk sapi dan di bawahnya dinyalakan api sampai benar-benar panas. Selanjutnya, wanita itu dan anak-anaknya dilemparkan ke dalam perut sapi itu, sebuah tungku dengan panas yang menyala-nyala.

Wanita ini lalu meminta kepada Fir'aun satu permintaan. Sebuah permintaan yang bukan merupakan ketundukan, kepasrahan, harapan dan ataupun kerendahan. Si thaghut Fir'aun mengira kalau adzab seperti ini bisa membuatnya murtad dari agamanya, atau mungkin Fir'aun mengira bahwa wanita yang lemah ini bertekuk lutut di hadapannya demi memohon ampunannya atau ampunan untuk anak-anaknya; bisa saja dia berkata kepadanya, "Apa urusan anak-anakku, akulah yang berdosa, bukan mereka." Akan tetapi wanita ini tidak melakukan semua itu. Yang dia pinta hanya agar sisa-sisa tubuhnya dan anak-anaknya yang terbakar dikumpulkan di dalam sepotong kain lalu dikubur jadi satu. Fir'aun pun menyanggupinya.

Sebagian orang mungkin mengira bahwa wanita ini telah berbuat bodoh terhadap anak-anaknya manakala dia menyeret mereka ke dalam musibah besar yang menimpa mereka. Akan tetapi, orang seperti wanita ini mempunyai cara pandang yang berbeda. Dia melihat bahwa apa yang dilakukannya terhadap anak-anaknya mengandung kebaikan besar bagi mereka di sisi Allah manakala mereka menghadap kepada-Nya. Dan memang demikian faktanya.

Sebelum thaghut Fir'aun melemparkan wanita ini ke dalam tungku besar tersebut, dia terlebih dahulu melemparkan anak-anaknya satu demi satu, dengan harapan agar wanita ini bersedia meninggalkan agamanya lantaran melihat bagaimana api membakar anak-anaknya sebelum membakar dirinya. Mungkin thaghut Fir'aun ingin menambah kepedihan hatinya dengan melihat anak-anaknya terbakar di depan matanya. Wanita ini bertabiat lembut, sehingga bisa terjadi dia akan merasa pilu ketika melihat pemandangan yang buruk, seperti pembakaran dan pembunuhan. Kepedihannya pasti bertambah manakala yang disiksa dan dibunuh adalah anak-anaknya. Dalam kondisi seperti ini seorang ibu pasti terkoyak hatinya dengan kepedihan yang mendalam. Akan tetapi, sikap yang diambilnya, kesabaran dan keteguhan yang dimilikinya menunjukkan tingkat iman yang diraih oleh ibu ini. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika aroma dan bau harum mereka tercium di langit Rasulullah dan menarik perhatian beliau pada waktu melakukan perjalanan di langit yang tinggi. Beliau ingin mengetahui kisahnya. Wanita ini adalah wanita agung di sisi Allah. Kerendahannya di depan Fir'aun dan bala tentaranya adalah kebesarannya di hadapan Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya.

Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa hati wanita ini teriris dan dia merasakan kepedihan yang mendalam ketika anaknya yang masih bayi hendak dilemparkannya ke dalam api. Dan biasanya seorang wanita akan lebih sedih dan terenyuh hatinya ketika putranya yang masih bayi terkena sesuatu yang menyakitkannya. Wanita ini sepertinya maju mundur dan berpikir untuk menyurutkan langkahnya, akan tetapi anaknya meneguhkannya. Allah membuatnya mampu berbicara sebagai pemompa semangatnya supaya imannya bertambah dan membuktikan kebenaran imannya. Bayinya berkata (dan tidak biasanya bayi berbicara) kepadanya, "Wahai Ibu, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat."

Anak bayi itu tidak meminta kepada ibunya agar jangan bersedih atasnya atau memikirkannya, dia berbicara kepada ibunya dalam urusan ibu. Anak itu meminta kepada ibunya supaya bersabar atas apa yang akan menimpanya, karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat. Inilah takziyah (hiburan) besar yang diperuntukkan kepada orang-orang yang menghadapi kematian atau pembunuhan di jalan Allah. Oleh sebab itu, begitu dia mendengar ucapan bayinya, ibu ini tidak menunggu mereka melemparkannya. Dia pun masuk ke dalam tungku dengan panas yang menyala-nyala.

Secara pasti bau tubuhnya dan tubuh anak-anaknya yang terbakar memenuhi ruangan, seperti daging yang diletakkan di bejana panas dan menjadi matang. Oleh karena itu, Allah memuliakannya dengan membalik aromanya menjadi aroma harum mewangi yang tercium di seantero langit. Sungguh beruntung wanita ini dan merugilah Fir'aun. Wanita ini mati seperti juga Fir'aun mati. Keduanya pergi kepada Tuhannya. Fir'aun dan bala tentaranya di alam Barzakh di mana api Neraka ditampakkan kepadanya pagi dan sore, dan pada hari Kiamat dia memimpin kaumnya lalu menjerumuskan mereka ke dalam Neraka. Sementara ibu ini dan putra-putranya bernikmat ria dengan derajat yang tinggi, dan pada hari Kiamat nanti Allah akan memasukkan mereka ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai.

PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
  1. Keterangan tentang bagaimana iman bekerja di dalam jiwa. Di jalan Allah, orang-orang mukmin merasakan penyiksaan sebagai sesuatu yang ringan dan mereka menghadapi para thaghut. Kedzaliman paling keras dan penyiksaan paling biadab tidak akan berguna untuk menyurutkan iman seorang mukmin.
  2. Keterangan tentang sebagian yang dialami oleh Rasulullah pada waktu Mi’raj ke langit di malam Isra'. Beliau mencium bau wangi wanita ini dan Jibril menceritakan kisahnya.
  3. Karomah Allah kepada para wali-Nya yang mengorbankan jiwa mereka secara sukarela, fisabilillah. Allah telah meninggikan derajat ibu ini dan memuliakannya beserta anak-anaknya secara agung.
  4. Besarnya kebencian orang-orang kafir, seperti Fir'aun, kepada orang-orang yang beriman. Hati orang-orang kafir sepi dari belas kasih ketika mereka menghadapi orang-orang mukmin. Mereka bisa membunuh dan membakar tanpa membedakan antara orang dewasa dan anak-anak yang masih menyusu.
  5. Wanita ini tidak bunuh diri manakala dia terjun ke dalam api. Dia ingin membuat Fir'aun dan bala tentaranya bersedih, daripada dia menyetujui kesombongan mereka dengan menolak, berteriak dan tidak mau terjun ke dalam api. Dia memilih terjun sendiri tanpa ada rasa takut dan khawatir. Hal ini menambah kekalahan dan kemarahan mereka.Wanita ini mempecundangi mereka, dengan menyatakan secara terbuka bahwa mereka sangat hina. Di dunia ini masih ada orang yang menolak kehinaan, menolak menganggukkan kepalanya kepada kedzaliman dan orang-orang dzalim. Sebagian orang yang mengaku berilmu mengira bahwa perbuatan wanita ini adalah bunuh diri. Mereka itu perlu mengetahui perbedaan antara bunuh diri dengan apa yang dilakukan oleh wanita ini.
  6. Mengenal sebagian cara-cara penyiksaan yang dipakai di masa lalu, di antaranya adalah alat yang dibuat dengan bentuk seperti sapi. Siapa pun yang disiksa dengan cara dilempar ke dalamnya, maka itu terjadi setelah di bawahnya dinyalakan api.
  7. Keterangan tentang bayi yang berbicara sewaktu di dalam gendongan. Tiga orang dari bayi-bayi itu telah disebutkan dalam hadis Juraij, yaitu Isa bin Maryam, bayi Juraij, dan bayi yang menolak doa ibunya. Dan hadis ini menyebutkan dua yang lain yaitu saksi Yusuf dan putra wanita tukang sisir Fir'aun. Dan kisah Ashabul Ukhdud menyebutkan yang keenam, yaitu seorang bayi yang mendorong ibunya agar terjun ke dalam api yang disiapkan oleh raja lalim bagi Ashabul Ukhdud.
  8. Usaha seorang muslim untuk menjaga sisa-sisa tubuhnya setelah dia wafat. Wanita ini meminta kepada Fir'aun agar mengubur sisa-sisa tubuhnya dan tubuh anak-anaknya.
  9. Seorang muslim boleh meminta kepada seorang thaghut atas sesuatu yang mengandung kebaikan baginya, sebagaimana ibu ini meminta kepada Fir'aun supaya menguburkan abu dirinya dan anak-anaknya.
  10. Balasan berasal dari jenis perbuatan. Wanita ini ketika bau tubuhnya dan anak-anaknya yang terbakar menyebar, Allah merubahnya menjadi aroma harum lagi wangi yang bersumber darinya dan anak-anaknya di langit yang tinggi.
  11. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang ingin dimuliakannya dalam kondisi-kondisi yang sulit. Allah membuat bayi menyusu bisa berbicara, dia meminta ibunya agar tetap teguh. Dengan itu dia menyingkirkan godaan setan yang muncul di benaknya dan hampir mencelakakannya.
Sumber:
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dari Ibnu Abbas (3/309) cetakan Al-Maktab Al-Islami), (5/30 cetakan Muassasatur Risalah), no. (2821-2823). Para Muhaqqiq Musnad menyatakannya hasan dan mereka menisbatkannya kepada Thabrani dan Ibnu Hibban.

Haitsami setelah menyebut hadis ini mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar, Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Di dalam sanadnya terdapat Atha' bin As-Saib. Dia tsiqah, tetapi hafalannya berantakan." (Majmauz Zawaid, 1/65).

Wednesday, May 12, 2010

Kisah Musa bin Nushair Rah.a (Tabi'in)

Musa bin Nushair adalah penakluk wilayah Maroko dan Andalusia (sekarang spanyol). Ia perintis tersebarnya Islam di daerah itu. Di masa hidupnya ia sempat menyaksikan beragam peristiwa. Diantaranya tragedy pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan R.a dan perang Shiffin antara Khalifah Ali bin Abi Thalib R.a dan Muawiyah bin Abu Sufyan R.a.

Pada masa pemerintahan Marwan bin Hakam, terjadi peperangan antara pihaknya dan Abdullah bin Zubair R.a. Saat itu, Musa bin Nushair bergabung dipihak Abdullah bin Zubair R.a. Ketika pasukan Marwan bin Hakam berhasil mengalahkan lawannya, Musa bin Nushair termasuk diantara mereka yang akan dijatuhi hukuman mati. Namun, dengan bantuan Abdul Aziz bin Marwan, Musa bin Nushair akhirnya dimaafkan. Sejak itu, ia menjadi pendukung Daulah Umayyah.

Diakhir dasawarsa kedelapan abad pertama hijriyah, terjadi kekacauan diwilayah maroko. Kabilah barbar berusaha memberontak dan melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Umayyah. Saat itu Abdul Aziz bin Marwan menjabat sebagai gubernur di Mesir dan Maroko. Ia berjanji kepada Musa bin Nushair untuk mengangkatnya sebagai gubernur Maroko kalau ia berhasil memadamkan gejolak di wilayah tersebut.

Musa bin Nushair menerima tawaran tersebut. Dalam waktu singkat ia berhasil memadamkan gejolak itu dan mengajak penduduknya kembali kepada Islam. Bahkan Musa juga berhasil membujuk mereka untuk membantunya menaklukan wilayah barat Maroko yang sebelumnya belum pernah tersentuh.

Musa bin Nushair menggunakan strategi yang sangat bijak. Dia membaurkan antara bangsa barbar dengan Arab. Ia memperlakukan mereka dengan sama sehingga bangsa barbar merasa dihormati. Dengan kekuatan gabungan itu, Musa berniat untuk memperluas wilayahnya keseberang lautan yaitu Andalusia.

Dalam membuka wilayah itu, dia menyerahkan pucuk pimpinan pada Thariq bin Ziyad. Sementara dia sendiri kembali ke Qairawan. Semula, Thariq adalah budak Musa bin Nushair yang kemudian dimerdekakan lalu diangkat menjadi panglima perang. Dalam misinya, Thariq berhasil membuka wilayah Spanyol. Pahlawan Islam legendaris ini terkenal dengan taktiknya membangkitkan semangat pasukannya yang hampir mundur. Ia membakar perahu yang ditumpangi pasukannya sesampainya dipantai spanyol. Ia kemudian bermarkas disebuah bukit di Spanyol yang kini dikenal dengan nama Jabal Thariq (kini bernama Gibraltar).(Kisah ini begitu terkenal, namun sebagian Ulama meragukannya. Wallahu a’lam)

Kabar dibakarnya perahu itu terdengar oleh raja Toledo (Thalithalah) yang bernama Roderick (Razariq). Ketika itu pasukan Thariq berjumlah 12.000 orang dan tentara Gotik kristen berkekuatan 100.000 orang. Pertempuran antara kedua pasukan ini terjadi di muara sungai Barbare yang kemudian dimenangkan oleh pasukan Thariq bi Ziyad. Setelah memberitahu tentang berita kemenangannya kepada Musa bin Nushair, ia meneruskan penaklukan ke daratan Spanyol.

Thariq membagi pasukannya menjadi 4 kelompok dan menyebarkannya ke Cordova, Malaga dan Granada. Ia sendiri dan pasukannya berangkat ke Toledo, ibukota Spanyol. Sementara itu Musa bin Nushair membawa 10.000 pasukan ke Spanyol untuk turut meluaskan kekuasaan Islam tahun 712 M. Musa mengambil jalan dari Arah Sidonia dan Carmona menuju Merida. Musa dan Thariq akhirnya bertemu di Toledo.

Bekas tuan dan budak itu menunaikan tugas melebarkan sayap Islam. Penaklukan Spanyol berjalan terus. Kota Zaragoza, Aragon, Leon, Astoria dan Galicia berhasil dikuasai. Seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai pasukan Muslim 86 H (715 M) pada zaman Khalifah Walid.

Khalifah memerintahkan Musa bin Nushair untuk menghentikan penaklukan. Ia dipanggil pulang ke Damaskus dan mendapatkan sambutan meriah.

Penaklukan Spanyol oleh Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair memberikan pengaruh positif pada kehidupan sosial politik di masa itu. Timbulla revolusi-revolusi sosial dan kebebasab beragama. Kediktatoran dan penganiayaan yang biasa dilakukan oleh orang Kristen digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan luar biasa.

Ketika Musa tiba dipalestina, Khalifah Walid bin Abdul Malik sakit keras. Sulaiman bin Abdul Malik memintanya agar tidak pergi menemui Khalifah Walid. namun, Musa tetap berangkat dan sempat bertemu dengan sang Khalifah tiga hari sebelum wafatnya.

Begitu dibaiat sebagai Khalifah menggantikan pendahulunya, Sulaiman bin Abdul Malik segera menghukum Musa bin Nushair lantaran tak mau mematuhi perintahnya. Ia meminta harta rampasan perang yang ia peroleh. Konon, ia juga sempat menyiksa Musa bin Nushair. Musa meninggal pada 715 M atau sekitar 86 Hijriyah.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya memaparkan kisah unik tentang Musa bin Nushair. Ketika menafsirkan firman Allah:

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنزِلْ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِّنَ السَّمَاء تَكُونُ لَنَا عِيداً لِّأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِّنكَ وَارْزُقْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ قَالَ اللّهُ إِنِّي مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ فَمَن يَكْفُرْ بَعْدُ مِنكُمْ فَإِنِّي أُعَذِّبُهُ عَذَابًا لاَّأُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِّنَ الْعَالَمِين

Artinya: ” Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki Yang Paling Utama." Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia."(QS. Al-Ma’idah:114-115).
Ibnu Katsir memaparkan, ahli sejarah menyebutkan bahwa Musa bin Nushair, wakil Bani Umayyah dalam pembebasan Maroko menemukan Ma’idah (hidangan) dengan beragam macam perhiasan dan permata diatasnya. Ia mengirimkan hidangan itu kepada Khalifah Walid bin Abdul Malik, khalifah selanjutnya. Melihat hidangan itu, orang-orang berkumpul dan terheran-heran. Sang Khalifah berkata:’Sungguh hidangan (perhiasan) ini milik (Nabi) Sulaiman dan Daud.’Wallahu a’lam (Tafsir Ibnu Katsir).

Berkenan dengan tokoh ini, sebagian ulama tidak memasukannya dalam kelompok Tabi’in. Tapi, bagi yang mendefinisikan Tabi’in sebagai muslim yang pernah bertemu dengan para Shahabat Nabi SAW, maka Musa bin Nushair sempat bertemu dengan banyak Shahabat Nabi. Wallahu a’lam.

Sumber:
Buku 101 Kisah Tabi’in

Monday, May 10, 2010

Kisah Nabiyullah Sulaiman a.s Di beri Setengah Bayi


Nabi menyampaikan kepada kita bahwa Nabiyullah Sulaiman bersumpah untuk menggauli sembilan puluh sembilan istrinya. Masing-masing istri melahirkan seorang penunggang kuda untuk berjihad fi sabilillah. Tetapi tidak ada yang melahirkan kecuali satu istri. Dan itu pun hanya setengah manusia, karena dia tidak berucap ’insya Allah.’

NASH HADIS

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih masing-masing dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda, "Sulaiman bin Dawud berkata, 'Demi Allah, aku akan berkeliling malam ini kepada tujuh puluh istri, masing-masing istri melahirkan seorang penunggang kuda yang berjihad fi sabilillah. ’Temannya berkata kepadanya, 'Insya Allah.' Tetapi Sulaiman tidak mengucapkannya, maka tidak seorang pun yang melahirkan kecuali seorang saja melahirkan bayi yang jatuh salah satu sisinya."

Nabi bersabda, "Jika Sulaiman mengucapkannya, niscaya mereka berjihad fi sabilillah." Syuaib dan Ibnu Abiz Zinad berkata, "Sembilan puluh." Dan ini lebih shahih. Lafazhnya adalah lafazh Bukhari. Hadis ini disebutkan oleh Bukhari dalam Kitabul Jihad dengan lafazh, "Demi Allah, malam ini aku akan berkeliling kepada seratus istri atau sembilan puluh sembilan istri."

Dalam Kitabun Nikah dengan lafazh, "Sulaiman bin Dawud berkata, 'Demi Allah, malam ini aku akan berkeliling kepada seratus wanita, setiap wanita melahirkan seorang anak laki-laki yang berperang di jalan Allah.’ Malaikat berkata kepadanya, "Katakanlah, 'insya Allah'." Tetapi Sulaiman tidak mengatakannya. Dia lupa. Dia berkeliling, tapi tidak ada istri yang melahirkan kecuali seorang istri yang melahirkan setengah manusia." Nabi bersabda, "Seandainya Sulaiman berkata ’insya Allah’ niscaya dia tidak mengingkari sumpahnya dan keinginannya lebih mungkin untuk tercapai."

TAKHRIJ HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab firman Allah Taala, "Dan Kami berikan Sulaiman kepada Dawud" (QS. Shad: 30).( 6/458 no. 3424)

Dalam Kitabul Jihad, bab mencari anak untuk jihad, 6/34, no. 2819; dalam Kitabun Nikah, bab ucapan seorang suami, 'Aku akan berkeliling kepada istri-istriku' (9/239 no. 5242)

Dalam Kitabul Aiman wan Nudzur, bab bagaimana sumpah Nabi, 11/524, no. 6639.

Dalam Kitab Kaffaratul Aiman, bab pengecualian dalam sumpah, 11/602.

Dalam Kitabut Tauhid, bab keinginan dan kehendak, 13/446, no. 7469.

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabul Aiman, bab pengecualian dalam sumpah, 3/1275, no. 1654. Hadis ini dalam Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, 11/282.

PENJELASAN HADIS

Sulaiman adalah salah seorang Nabiyullah yang shalih dan raja yang mujahid. Allah memberinya kerajaan yang besar. Allah menundukkan manusia, jin, burung, dan angin untuknya. Barangsiapa membaca paparan Al-Qur'an tentang hidupnya, maka dia mengetahui bahwa Sulaiman gemar berjihad fi sabilillah, memperhatikan bala tentaranya, cermat meneliti mereka dan perlengkapan mereka. Dan jika perhatian seseorang tertuju pada terhadap suatu perkara, maka dia akan menghabiskan umurnya dalam rangka meraih sesuatu itu, mengembangkan dan menegakkannya di antara manusia.

Sulaiman benar-benar menggemari jihad, memperhatikan dan menyiapkan pasukannya. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah, "Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib dalam barisan." (QS. An-Naml: 17). Perhatian Sulaiman terhadap kuda menyibukkannya dari perbuatan-perbuatan baik yang bisa jadi lebih afdhal daripadanya, "Ingatlah ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka dia berkata, 'Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku." (QS. Shad: 31-32). Lihatlah bagaimana Sulaiman hendak meminta tanggung jawab salah satu bala tentaranya manakala dia melihat burung hud-hud tidak hadir, "Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, 'Mengapa aku tidak melihat hud-hud? Apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh, aku benar-benar akan mengadzabnya dengan adzab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang." (QS. An-Naml: 20-21)

Kegemaran Sulaiman terhadap jihad, menyiapkan peperangan dan menumbuhkan generasi yang gemar berperang dipaparkan oleh Rasulullah kepada kita, bahwa dia bersumpah untuk menggauli dalam satu malamnya sembilan puluh sembilan istrinya dengan harapan satu orang istri melahirkan seorang prajurit yang berperang di jalan Allah. Dalam riwayat yang lain, tujuh puluh istri. Dalam riwayat lain, sembilan puluh, dan dalam riwayat keempat seratus.

Akan tetapi harapannya kandas. Dia tidak bisa mewujudkan sumpahnya. Dia hanya diberi setengah bayi. Rasulullah menjelaskan sebabnya, dia lupa mengucapkan ’insya Allah’ walaupun Malaikat telah mengingatkan itu kepadanya. Dan sepertinya Sulaiman sedang sibuk dengan urusan-urusannya sehingga membuatnya lalai mengucapkannya itu agar takdir Allah terlaksana padanya. Seandainya Sulaiman mengucapkan itu, niscaya sumpahnya terpenuhi dan keinginannya terwujud, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah. Setengah manusia yang dilahirkan oleh salah seorang istri Sulaiman bisa jadi yang dimaksud dengan firman-Nya, "Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat." (QS. Shaad: 34)

Mungkin ada yang bertanya, ”Bagaimana Sulaiman bersumpah terhadap sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang?” padahal terjadinya hal semacam ini termasuk perkara di mana seorang hamba Allah yang shalih tidak semestinya memastikan. Jawabannya adalah bahwa ada sebagian hamba Allah yang shalih, jika mereka bersumpah, maka Allah mewujudkan sumpahnya dan memenuhi permintaannya. Jika berdoa sebagaimana dalam hadis shahih, "Sesungguhnya di antara hamba Allah terdapat orang-orang yang jika bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah memenuhinya." Tanpa ragu, Sulaiman mempunyai kedudukan di sisi Allah. "Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS. Shad: 30). "Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Dawud dan Sulaiman, dan keduanya mengucapkan, 'Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman." (QS. An-Naml: 15)

Rasulullah telah menyatakan bahwa di antara para sahabat terdapat sahabat yang jika dia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan memenuhinya. Di antara mereka adalah Barra' bin Malik. Dan tentu saja Sulaiman lebih mulia kedudukannya daripada seorang sahabat.

Mungkin ada yang bertanya, ”Darimana Sulaiman memiliki wanita dalam seperti jumlah itu?” Jawabannya adalah bahwa dalam syariat Musa, seorang laki-laki dibolehkan menikah tanpa dibatasi. Taurat menyebutkan bahwa istri Sulaiman mencapai tujuh ratus orang.

Hadis ini menunjukkan bahwa Sulaiman memiliki kemampuan besar dalam urusan istri: satu malam dia berkeliling kepada wanita dalam jumlah seperti di atas.

PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS

  1. Keinginan orang shalih untuk mendapatkan anak shalih yang berjihad fi sabilillah, sebagaimana Sulaiman menginginkan anak dalam jumlah itu.
  2. Dalam syariat Taurat berpoligami adalah dianjurkan.
  3. Kemampuan Sulaiman menggauli istri-istri dalam jumlah sebanyak itu dalam satu malam, walaupun dia sibuk dengan urusan negara dan umat.
  4. Hendaknya seseorang yang hendak menggauli istrinya agar bermaksud mencari keturunan yang shalih sebagaimana yang dilakukan oleh Sulaiman.
  5. Dibolehkan bagi seseorang untuk memberitakan sesuatu yang menurut dugaannya terjadi di masa Yang akan datang,sebagaimana Sulaimanmemberitahu apa yang hendak dilakukannya yaitu menggauli istrinya dan anak-anak yang akandirizkikan kepadanya.
  6. Boleh bersumpah terhadap urusan di masa datangseperti yang dilakukan oleh Sulaiman.
  7. Sumpah boleh diniatkan tanpa dilafazhkan. Sulaiman tidak mengucapkan sumpahnya dan ia ditunjukkan oleh lamul qasam.
  8. Seorang muslim harus menggantungkan sesuatu yanghendak dilakukannya di atas kehendak Allah, dan diaberkata, "Aku akan melakukan ini, insya Allah."
  9. Di antara adab para Nabi adalah menggunakan bahasa kinayah dalam urusan dimana keterusterangan dianggap kurang baik. Sulaiman tidak berkata, "Aku akan menggauli atau menyetubuhi." Tetapi dia berkata, "aku akan berkeliling."
  10. Jika seseorang bersumpah untuk melakukan sesuatu di masa mendatang, lalu dia berkata ’insya Allah’ maka dia tidak ingkar dalam sumpahnya (jika tidak melakukannya). Jika tidak mengucapkannya, maka dia ingkar.
Sumber:
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab firman Allah Taala, "Dan Kami berikan Sulaiman kepada Dawud" (QS. Shad: 30).( 6/458 no. 3424)

Dalam Kitabul Jihad, bab mencari anak untuk jihad, 6/34, no. 2819; dalam Kitabun Nikah, bab ucapan seorang suami, 'Aku akan berkeliling kepada istri-istriku' (9/239 no. 5242)

Dalam Kitabul Aiman wan Nudzur, bab bagaimana sumpah Nabi, 11/524, no. 6639.

Dalam Kitab Kaffaratul Aiman, bab pengecualian dalam sumpah, 11/602.

Dalam Kitabut Tauhid, bab keinginan dan kehendak, 13/446, no. 7469.

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabul Aiman, bab pengecualian dalam sumpah, 3/1275, no. 1654. Hadis ini dalam Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, 11/282.