Tuesday, May 10, 2011

Kumpulan Nasehat Salafus Shaleh 1


Abu Bakar ash-Shiddiq R.a (Sahabat) pernah berkata, “Janganlah seorang muslim merendahkan muslim lainnya! Karena sekecil-kecilnya seorang muslim, di sisi Allah adalah besar.”

Ibnu 'Abbas R.a (Sahabat) pernah berkata, “Janganlah Anda duduk-duduk (bermajelis) bersama para pengikut hawa nafsu, karena sesungguhnya duduk-duduk bersama mereka akan membuat hati menjadi sakit.”

Ali bin Abi Thalib R.a (Sahabat) pernah berkata, “Tidak ada sakit yang lebih parah daripada sakitnya hati karena banyaknya dosa yang dilakukan, dan tidak ada kesulitan yang melebihi sulitnya kematian. Cukuplah apa-apa yang telah berlalu sebagai bahan renungan, dan cukuplah kematian sebagai penasehat.”

Hudzaifah bin al-Yaman R.a (Sahabat) berkata, “Tidaklah Allah menciptakan sesuatu melainkan pada mulanya kecil kemudian membesar, kecuali musibah; Karena sesungguhnya Allah menciptakannya besar pada awalnya kemudian mengecil.”
(Bahjatul Majalis, Ibnu Abdil Barr)

Khabbab bin al-Arats R.a (Sahabat) pernah berkata kepada seseorang, “Mendekatlah kepada Allah semampumu (dengan memperbanyak amal shalih). Ketahuilah, sesungguhnya Anda tidak akan menemukan suatu amalan yang dapat mendekatkan Anda kepada Allah yang lebih dicintai-Nya daripada (membaca, mendengarkan dan mentadabburi) firman-firman-Nya.”

Ketika Utsman bin ‘Affan R.a (Sahabat) berdiri di hadapan sebuah kuburan, beliau menangis seraya berkata, “Sungguh! Seandainya aku berada di antara surga dan neraka, aku tidak tahu ke mana tempat kembaliku, surga atau neraka. Dan seandainya aku diberi hak untuk memilih, maka aku akan lebih memilih untuk menjadi abu sebelum aku mengetahui tempat tinggalku yang abadi.”

Abu ad-Darda’ R.a (Sahabat) pernah berkata, “Seandainya Anda mengetahui apa yang akan Anda hadapi setelah kematian, niscaya akan hilanglah selera Anda untuk makan dan minum dan Anda tidak akan masuk ke dalam rumah untuk berteduh di dalamnya.

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata tentang kedudukan sahabat-sahabatnya yang baik, “Sahabat-sahabat kami lebih mahal (tinggi kedudukannya) daripada keluarga kami. Keluarga kami mengingatkan kami kepada dunia sedangkan sahabat-sahabat kami mengingatkan kami kepada akhirat.”

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Janganlah Anda tertipu dengan banyaknya amal ibadah yang telah Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah menerima amalan Anda atau tidak.
Jangan pula Anda merasa aman dari bahaya dosa-dosa yang Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah mengampuni dosa-dosa Anda tersebut atau tidak.”

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Tidaklah datang suatu hari dari hari-hari di dunia ini melainkan ia berkata, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah hari yang baru, dan sesungguhnya aku akan menjadi saksi (di hadapan Allah) atas apa-apa yang kalian lakukan padaku. Apabila matahari telah terbenam, maka aku akan pergi meninggalkan kalian dan takkan pernah kembali lagi hingga hari kiamat.”

al-Hasan al-Bashri Rah.a (Tabi’in), seorang ‘alim lagi ‘abid dari kalangan tabi’in, beliau berkata, “ Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk akhiratmu, niscaya kamu untung di keduanya, dan janganlah kamu jual akhiratmu untuk duniamu, karena kamu akan rugi di keduanya. Singgah di dunia ini sebentar, sedangkan tinggal di akhirat sana sangatlah panjang”

al-hasan Bashri Rah.a (Tabi’in) pernah berkata,”Jika seseorang mengalahkanmu dalam urusan dunia, maka kamu jangan mau kalah. Kalahkan orang itu dalam urusan Akhirat.”

Qatadah Rah.a (salah seorang murid Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) pernah berkata, “Dunia adalah kesenangan yang (akan) segera ditinggalkan. Demi Allah yang tiada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Dia, tak lama lagi (dunia ini) akan hancur bersama penduduknya. Maka ambillah dari kesenangan dunia untuk mentaati Allah semampu Anda! Sesungguhnya tiada daya dan upaya kecuali dari Allah.”

Qatadah Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an telah menunjukkan kepada kalian penyakit yang kalian derita dan obat penawarnya. Adapun penyakit kalian adalah perbuatan dosa dan maksiat, sedangkan obat penawarnya adalah taubat dan istigfar.”

Sahnun Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Janganlah Anda termasuk ke dalam golongan orang yang apabila mereka berada di tengah orang banyak, mereka menjadikan Iblis sebagai musuh. Akan tetapi, ketika mereka menyendiri, mereka menjadikan Iblis sebagai sahabat dekat.”

Atha bin Rabah Rah.a (Tabi’in) berkata, “Umar bin Abdul Aziz biasa berkumpul bersama orang-orang fakir setiap malamnya. Mereka duduk bersama-sama saling mengingatkan tentang kematian, hari kiamat dan kehidupan akhirat. Mereka pun menangis di majelis tersebut seolah-olah jenazah ada di hadapan mereka saat itu.”

Sa’id bin Jubair Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang paling utama adalah rasa takut kepada Allah yang dapat menghalangi Anda dari perbuatan maksiat dan mendorong Anda untuk berbuat ketaatan; Dan dzikir merupakan (bagian dari) ketaatan kepada Allah. Maka barangsiapa yang mentaati Allah maka sesungguhnya ia telah berdzikir. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mentaati-Nya, maka sesungguhnya ia telah lalai dari dzikir kepada-Nya walaupun ia banyak bertasbih dan membaca al-Qur’an.”

Wahab bin Munabbih Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Sesungguhnya orang yang paling dermawan di dunia ini adalah orang yang menunaikan hak-hak Allah walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang kikir dalam hal lain. Dan sesungguhnya orang yang paling kikir di dunia ini adalah orang yang kikir untuk menunaikan hak-hak Allah walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang dermawan dalam hal lain.”

Wahab bin Munabbih Rah.a (Tabi’in)pernah berkata, “Sesungguhnya orang yang paling dermawan di dunia adalah orang yang menunaikan hak-hak Allah, walaupun orang lain melihatnya sebagai orang kikir dalam hal lain. Dan sesungguhnya orang yang paling kikir di dunia adalah orang yang kikir terhadap hak-hak Allah, walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang dermawan dalam hal lain.”

al-A’masy Rah.a (Tabi’in) pernah berkata, “Hafalkanlah ilmu yang telah Anda kumpulkan! Karena orang yang mengumpulkan ilmu namun ia tidak menghafalnya, bagaikan seorang laki-laki yang duduk di depan hidangan, lalu ia mengambil hidangan tersebut sesuap demi sesuap, namun ia lemparkan suapan-suapan itu ke belakang punggungnya. Kapankah Anda akan melihatnya kenyang?”

Sufyan ats-Tsauri Rah.a (Tabi’ut Tabi’in) pernah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih sulit untuk aku hadapi daripada diriku (hawa nafsuku) sendiri. Terkadang aku berhasil mengalahkannya, tapi di lain waktu dia berhasil mengalahkanku.”

Ibnul Mubarak Rah.a (Atba‘ Tabi’ut Tabi’in) pernah berkata, “Tinggalkanlah pandangan-pandangan mata yang tidak bermanfaat, niscaya Allah akan memberikan kekhusyu’an ke dalam hatimu! Dan tinggalkanlah perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat, niscaya Allah akan memberikan mutiara hikmah kepada Anda.”

Syaqiq bin Ibrahim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Keshalihan amal seseorang akan sempurna dengan enam perkara : (1) senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan takut pada ancaman-Nya, (2) berbaik sangka terhadap sesama muslim, (3) Menyibukkan diri dengan aib sendiri sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain, (4) menutup aib saudaranya dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan harapan saudaranya tersebut mau meninggalkan perbuatan maksiat dan memperbaiki perilakunya yang tidak baik, (5) menganggap besar kekurangan yang ada pada amalnya sehingga ia terdorong untuk meningkatkannya dan (6) berteman dengan orang yang ia anggap benar.”

Atha’ as-Sulami Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Kematian telah berada di leherku, kuburan adalah rumahku, pada hari kiamat kelak aku akan berdiri dihadapan Allah, shirath (jembatan di atas neraka jahannam) akan menjadi jalan yang harus kulewati. Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kelak.”

Muhammad bin Ka’ab Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Taubat (yang benar) menghimpun empat perkara : (1) istighfar dengan lisan, (2) meninggalkan perbuatan maksiat, (3) bertekad dalam hati untuk tidak kembali berbuat dosa dan (4) meninggalkan teman-teman yang jahat.”

Ibnul Qayyim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Sungguh aneh! Seorang manusia bisa mengendalikan dirinya dari berbagai perkara yang diharamkan, akan tetapi amat berat baginya mengendalikan ucapan lisannya. Anda melihat seorang yang dipandang alim agamanya, zuhud terhadap dunia dan ahli beribadah, namun ia berbicara dengan kata-kata yang tanpa disadarinya mendatangkan kemurkaan Allah Subhaanahu Wata'ala dan menyebabkan ia tergelincir ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat.”

Ibnul Qayyim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Menyia-nyiakan waktu (luang) lebih berbahaya daripada kematian; Karena sesungguhnya menyia-nyiakan waktu (luang) memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian memutuskanmu dari dunia dan penduduknya.”

‘Amrah istri dari Hubaib al-‘Ajmi Rah.a (Salafus Soleh) biasa membangunkan suaminya di malam hari sambil berkata, “Wahai suamiku, bangunlah (untuk melakukan shalat malam)! Sebagian malam telah berlalu meninggalkanmu. Di hadapanmu ada perjalanan jauh yang sangat melelahkan, sedangkan bekalmu hanya sedikit. Rombongan orang-orang shalih telah jauh meninggalakan kita, sedang kita masih tetap berdiam di tempat kita semula.”

al-Fudhail bin ‘Iyadh Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Lima tanda dari tanda-tanda kebinasaan seseorang : (1) kerasnya hati, (2) bekunya air mata untuk menangis karena takut kepada Allah, (3) sedikitnya rasa malu, (4) besarnya kecintaan kepada dunia dan (5) panjangnya angan-angan.”

Menjelang detik-detik kematiannya, ‘Umar bin al-‘Ash Rah.a (Salafus Soleh) berkata, “Ya Allah, Engkau telah memerintahkan kami (untuk melakukan kebaikan), akan tetapi kami mendurhakainya dan meninggalkanya. Sebaliknya, Engkau telah melarang kami (untuk melakukan keburukan), akan tetapi kami justru mengerjakannya. Tidak ada yang mampu kami lakukan kecuali mengucapkan “Laa ilaaha illallah.”” Beliau pun kemudian mengulang-ulang kalimat “Laa ilaaha illallah” hingga beliau meninggal dunia.

Ad-Daqqaq Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Barangsiapa memperbanyak mengingat kematian, maka ia akan dianugerahi tiga perkara : (1) bersegera untuk bertaubat, (2) ketenangan dan ketenteraman hati dan (3) semangat untuk beribadah. Sebaliknya, barangsiapa yang melupakan kematian, maka ia akan dihukum dengan tiga perkara : (1) menunda-nunda taubat, (2) kegelisahan dan kegundahan hati dan (3) rasa malas untuk beribadah.”

Ibnul Jauzi Rah.a (Salafus Soleh) berkata, “Ketahuilah! Sesungguhnya keadaan orang-orang yang banyak berdzikir (mengingat Allah) berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Diantara mereka ada yang lebih mengutamakan membaca al-Qur’an dan mendahulukannya dari dzikir-dzikir yang lainnya. Dan diantara mereka ada pula yang lebih memilih untuk memperbanyak membaca tahlil, tasbih dan tahmid.”

Ibnu Rajab Rah.a (Salafus Soleh) berkata, : Diantara amalan sunnah yang paling agung yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah adalah membaca al-Qur’an, mendengarkannya, mentadabburinya dan memahami maknanya.

Imam Abu al-‘Izz al-Hanafi Rah.a (Salafus Soleh) berkata, “Tidaklah seorang hamba merahasiakan sesuatu dalam hatinya, melainkan Allah Subhaanahu wata'ala akan menampakannya melalui ucapan lisannya.” (Syarh ath-Thahawiyah)

Syumaith Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Sesungguhnya Allah meletakkan kekuatan orang beriman di dalam hatinya, bukan pada anggota tubuhnya. Tidakkah Anda memperhatikan orang tua yang sudah lemah fisiknya tapi masih mampu berpuasa di siang yang sangat panas dan bangun di malam hari untuk melakukan shalat malam? Padahal banyak orang-orang yang masih muda lagi kuat fisiknya tidak sanggup untuk melaksanakannya.” (Dari kitab Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Abu Mu’awiyah al-Aswad Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Seluruh manusia – yang baik maupun yang jahat – berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang lebih rendah (nilainya di sisi Allah) daripada sayap lalat.” Lalu seseorang bertanya kepadanya, ”Apakah yang lebih rendah (nilainya di sisi Allah) daripada sayap lalat itu?” Ia menjawab, “Dunia.” (Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Abu Hazim Rah.a (Salafus Soleh) pernah berkata, “Ada dua perkara yang jika Anda Amalkan, Anda akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Dan aku tidak akan berpanjang lebar untuk menjelaskan kedua perkara tersebut kepada Anda.”
Kemudian ia ditanya, “Apa dua perkara itu?” Abu Hazim menjawab, “Menerima sesuatu yang tidak Anda sukai, jika sesuatu itu disukai Allah. Dan membenci sesuatu yang Anda sukai, jika sesuatu itu dibenci oleh Allah.”

Berkata Yahya bin Mu’adz Rah.a (Salafus Soleh), ”Hendaknya setiap mukmin memperoleh tiga macam perlakuan darimu; Jika kamu tidak dapat memberinya sesuatu manfaat maka janganlah membahayakannya, jika kamu tidak bisa membahagiakannya maka janganlah membuatnya sedih, dan jika kamu tidak memujinya maka janganlah mencelanya.”

10 comments: