6. 'Imran bin Hashin r.a.
Karamah `Imran bin Hashin yang paling termashur adalah kemampuannya mendengar para malaikat bertasbih kepada Allah, dan ia mengobati sakitnya dengan menempelkan besi panas tetapi ia bisa menahannya, lalu Allah mengembalikan kesehatannya seperti semula. (Riwayat Al Subki)
Ibnu Atsir meriwayatkan dalam kitab Usud al-Ghabah bahwa Rasulullah Saw melarang membuat tato (cap atau tanda pada tubuh) dengan cara menempelkan besi panas. 'Imran berkata, "Kami pernah menempelkan besi panas di tubuh tetapi kami tidak berhasil dan tidak selamat."
Ibnu Atsir menjelaskan bahwa ketika 'Imran sakit, malaikat mendoakan kesehatannya. 'Imran kemudian mengobati sakitnya dengan menempelkan besi panas, maka malaikat berhenti mendoakannya, lalu mendoakannya lagi. 'Imran juga pernah menderita penyakit busung air selama bertahun-tahun, tetapi ia tetap sabar. 'Imran membelah perutnya dan mengambil lemaknya. Ia membuat lubang pada perutnya dan bertahan dalam keadaan seperti itu selama 30 tahun. Seseorang menjenguknya dan berkata, "Ya Abu Najid, demi Allah, Allah pasti melarangku menjengukmu kalau kedaaimu begini." 'Imran menjawab, "Hai putra saudaraku, jangan duduk. Demi Allah, sesuatu yang aku sukai juga sangat disukai Allah."
7. 'Ubaidah bin Harits bin 'Abdul Muthalib, anak paman Nabi Saw.
`Ubaidah adalah orang yang paling lanjut usianya dari golongan kaum muslimin yang ikut perang Badar. Dalam perang itu, kakinya terpotong. Lalu Rasulullah Saw meletakkan kepala `Ubaidah di pangkuannya. 'Ubaidah kemudian berkata, "Ya Rasulullah, seandainya Abu Thalib melihatku, tentu ia akan tahu bahwa aku sesuai dengan syair yang dilantunkannya:
Kami akan menyelamatkan Muhammad meski harus memerangi sekitarnya Melupakan anak dan istri kami"
`Ubaidah kembali bersama Rasulullah Saw dari perang Badar, lalu ia wafat di Shafra'. Ada yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw bersama sahabat-sahabatnya sampai di sana setelah `Ubaidah wafat, para sahabat berkata kepada beliau, "Kami mencium harum minyak wangi." Beliau berkata, "Kalian pasti menciumnya karena ini adalah pusara Abu Mu'awiyah." (Riwayat Ibnu Atsir dalam kitab Usud al-Ghabah)
Ketika terbunuh, `Ubaidah berusia 63 tahun, tetapi wajahnya terlihat sangat tampan. (Riwayat Ibnu Mandah, Abu Na'im, dan 'Umar bin Abdil Barr)
8. 'Umar bin Khattab r.a.
Kisah 1
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahwa ketika `Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman Baqi', ia mengucapkan salam, "Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para penghuni kubur. Kukabarkan bahwa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi." Kemudian ada suara tanpa rupa menyahut, "Hai `Umar bin Khattab, kukabarkan juga bahwa kami telah mendapatkan balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang telah kami dermakan, dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan." (Dikemukakan dalam bab tentang kubur)
Yahya bin Ayyub al-Khaza'i menceritakan bahwa `Umar bin Khattab mendatangi makam seorang pemuda lalu memanggilnya, "Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, akan mcndapat dua surga (QS Al-Ralunan [55]: 46). Dari liang kubur pemuda itu, terdengar jawaban, "Hai 'Umar, Tuhanku telah memberikan dua surga itu kepadaku dua kali di dalam surga." (Riwayat Ibnu 'Asakir)
Kisah 2
Al Taj al-Subki mengemukakan bahwa salah satu karamah Khalifah 'Umar al-Faruq r.a. dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, "Di antara umat-umat sebelum kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di antara umatku, dialah 'Umar."
Kisah 3
Diceritakan bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, `Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, 'Umar berseru dengan suara lantang, "Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!" Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung, dan berkata, "Itu suara Khalifah `Umar." Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.
Al Taj al-Subki menjelaskan bahwa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah `Umar lalu ia ditanya, "Apa maksud perkataan Khalifah `Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?" Ali menjawab, "'Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya." Dan setelah kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di Madinah, maksud perkataan `Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi jelas
Menurut al Taj al-Subki, `Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah `Umar menampakkan diri secara nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di Nihawan. Sariyah berbicara dengan `Umar seperti dengan orang yang ada bersamanya, baik `Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya. Kedua hal tersebut adalah karamah.
Kisah 4
Dalam kitab al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah 'Umar yang tampak ketika terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, 'Umar malah mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu menakutkan. Kemudian `Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil berkata, "Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu." Bumi kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya `Umar r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga `Umar mampumemerintahkan dan menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk bumi.
Kisah 5
Imam al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan karamah 'Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a. berkata kepada mereka, "Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam telah menghapus tradisi tersebut." Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar menderita.
'Amr menulis surat kepada Khalifah `Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban untuk 'Amr bin Ash, 'Umar menyatakan, "Engkau benar bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!" Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah 'Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, "Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir." Kemudian 'Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah Swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.
Kisah 6
Imam al-Haramain menceritakan karamah `Umar lainnya. 'Umar pernah memimpin suatu pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga 'Umar berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, `Umar pun berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi `Umar untuk ketiga kalinya dan 'Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahwa di dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh 'Utsman dan Ali r.a.
Kisah 7
Dalam kitab Riyadh al-Shalihin, Imam Nawawi mengemukakan bahwa Abdullah bin `Umar r.a. berkata, "Setiap kali `Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini, pasti prasangkanya itu yang benar."
Saya tidak mengemukakan riwayat dari Ibnu `Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah 'ala al-'Alamin. Kisah tentang Sariyah dan sungai Nil yang sangat terkenal juga disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra. Dalam kitab tersebut juga dikemukakan karamah 'Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang bercerita dusta kepadanya, lalu `Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu bercerita lagi kepada `Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu berkata, "Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam."
Kisah 8
Diccritakan bahwa 'Umar bertanya kepada seorang laki-laki, "Siapa namamu?" Orang itu menjawab, "Jamrah (artinya bara)." `Umar bertanya lagi, "Siapa ayahmu?" Ia menjawab, "Syihab (lampu)." `Umar bertanya, "Keturunan siapa?" Ia menjawab, "Keturunan Harqah (kebakaran)." 'Umar bertanya, "Di mana tempat tinggalmu?" Ia menjawab, "Di Al Harrah (panas)." `Umar bertanya lagi, "Daerah mana?" Ia menjawab, "Di Dzatu Lazha (Tempat api)." Kemudian `Umar berkata, "Aku melihat keluargamu telah terbakar." Dan seperti itulah yang terjadi.
Kisah 9
Fakhrurrazi dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahwa salah satu kampung di Madinah dilanda kebakaran. Kemudian `Umar menulis di secarik kain, "Hai api, padamlah dengan izin Allah!" 'Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu langsung padam.
Kisah 10
Fakhrurrazi menceritakan bahwa ada utusan Raja Romawi datang menghadap `Umar. Utusan itu mcncari rumah `Umar dan mengira rumah 'Umar seperti istana para raja. Orang-orang mengatakan, "'Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir sedang memerah susu." Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan itu melihat `Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat `Umar, lalu berkata, "Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya seperti ini. Dalam hati ia berjanji akan membunuh `Umar saat sepi seperti itu dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. 'Umar kemudian terbangun, dan ia tidak melihat apa-apa. 'Umar menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut, dan akhirnya masuk Islam.
Menurut Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad (dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahwa meskipun `Umar menjauhi kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan pemimpin seperti 'Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana 'Umar yang begitu menghindari sikap memaksa bisa menjalankan politiknya dengan gemilang. Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.
9. 'Abbas r.a.
Pada masa pemerintahan `Umar, kaum muslimin ditimpa kekeringan. 'Umar dan 'Abbas r.a. keluar rumah untuk shalat istisqa'. 'Umar berdiri dan mengangkat kedua lengannya ke atas, lalu berdoa, "Ya Allah, kami mendekatkan diri kepada-Mu melalui paman Nabi-Mu. Engkau pernah berfirman dan firman-Mu pasti benar, Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdoa, sedang ayahnya adalah orang yang saleh (QS Al-Kahfi [18]: 82). Kekayaan itu terjaga karena kesalehan ayah mereka. Oleh karena itu ya Allah, jagalah NabiMu karena pamannya. Kami sungguh-sungguh mendekati-Mu untuk memohon pertolongan dan ampunan dengan perantaraan paman NabiMu."
Karamah `Imran bin Hashin yang paling termashur adalah kemampuannya mendengar para malaikat bertasbih kepada Allah, dan ia mengobati sakitnya dengan menempelkan besi panas tetapi ia bisa menahannya, lalu Allah mengembalikan kesehatannya seperti semula. (Riwayat Al Subki)
Ibnu Atsir meriwayatkan dalam kitab Usud al-Ghabah bahwa Rasulullah Saw melarang membuat tato (cap atau tanda pada tubuh) dengan cara menempelkan besi panas. 'Imran berkata, "Kami pernah menempelkan besi panas di tubuh tetapi kami tidak berhasil dan tidak selamat."
Ibnu Atsir menjelaskan bahwa ketika 'Imran sakit, malaikat mendoakan kesehatannya. 'Imran kemudian mengobati sakitnya dengan menempelkan besi panas, maka malaikat berhenti mendoakannya, lalu mendoakannya lagi. 'Imran juga pernah menderita penyakit busung air selama bertahun-tahun, tetapi ia tetap sabar. 'Imran membelah perutnya dan mengambil lemaknya. Ia membuat lubang pada perutnya dan bertahan dalam keadaan seperti itu selama 30 tahun. Seseorang menjenguknya dan berkata, "Ya Abu Najid, demi Allah, Allah pasti melarangku menjengukmu kalau kedaaimu begini." 'Imran menjawab, "Hai putra saudaraku, jangan duduk. Demi Allah, sesuatu yang aku sukai juga sangat disukai Allah."
7. 'Ubaidah bin Harits bin 'Abdul Muthalib, anak paman Nabi Saw.
`Ubaidah adalah orang yang paling lanjut usianya dari golongan kaum muslimin yang ikut perang Badar. Dalam perang itu, kakinya terpotong. Lalu Rasulullah Saw meletakkan kepala `Ubaidah di pangkuannya. 'Ubaidah kemudian berkata, "Ya Rasulullah, seandainya Abu Thalib melihatku, tentu ia akan tahu bahwa aku sesuai dengan syair yang dilantunkannya:
Kami akan menyelamatkan Muhammad meski harus memerangi sekitarnya Melupakan anak dan istri kami"
`Ubaidah kembali bersama Rasulullah Saw dari perang Badar, lalu ia wafat di Shafra'. Ada yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw bersama sahabat-sahabatnya sampai di sana setelah `Ubaidah wafat, para sahabat berkata kepada beliau, "Kami mencium harum minyak wangi." Beliau berkata, "Kalian pasti menciumnya karena ini adalah pusara Abu Mu'awiyah." (Riwayat Ibnu Atsir dalam kitab Usud al-Ghabah)
Ketika terbunuh, `Ubaidah berusia 63 tahun, tetapi wajahnya terlihat sangat tampan. (Riwayat Ibnu Mandah, Abu Na'im, dan 'Umar bin Abdil Barr)
8. 'Umar bin Khattab r.a.
Kisah 1
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahwa ketika `Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman Baqi', ia mengucapkan salam, "Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para penghuni kubur. Kukabarkan bahwa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi." Kemudian ada suara tanpa rupa menyahut, "Hai `Umar bin Khattab, kukabarkan juga bahwa kami telah mendapatkan balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang telah kami dermakan, dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan." (Dikemukakan dalam bab tentang kubur)
Yahya bin Ayyub al-Khaza'i menceritakan bahwa `Umar bin Khattab mendatangi makam seorang pemuda lalu memanggilnya, "Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, akan mcndapat dua surga (QS Al-Ralunan [55]: 46). Dari liang kubur pemuda itu, terdengar jawaban, "Hai 'Umar, Tuhanku telah memberikan dua surga itu kepadaku dua kali di dalam surga." (Riwayat Ibnu 'Asakir)
Kisah 2
Al Taj al-Subki mengemukakan bahwa salah satu karamah Khalifah 'Umar al-Faruq r.a. dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, "Di antara umat-umat sebelum kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di antara umatku, dialah 'Umar."
Kisah 3
Diceritakan bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, `Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, 'Umar berseru dengan suara lantang, "Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!" Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung, dan berkata, "Itu suara Khalifah `Umar." Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.
Al Taj al-Subki menjelaskan bahwa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah `Umar lalu ia ditanya, "Apa maksud perkataan Khalifah `Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?" Ali menjawab, "'Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya." Dan setelah kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di Madinah, maksud perkataan `Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi jelas
Menurut al Taj al-Subki, `Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah `Umar menampakkan diri secara nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di Nihawan. Sariyah berbicara dengan `Umar seperti dengan orang yang ada bersamanya, baik `Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya. Kedua hal tersebut adalah karamah.
Kisah 4
Dalam kitab al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah 'Umar yang tampak ketika terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, 'Umar malah mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu menakutkan. Kemudian `Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil berkata, "Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu." Bumi kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya `Umar r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga `Umar mampumemerintahkan dan menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk bumi.
Kisah 5
Imam al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan karamah 'Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a. berkata kepada mereka, "Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam telah menghapus tradisi tersebut." Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar menderita.
'Amr menulis surat kepada Khalifah `Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban untuk 'Amr bin Ash, 'Umar menyatakan, "Engkau benar bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!" Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah 'Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, "Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir." Kemudian 'Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah Swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.
Kisah 6
Imam al-Haramain menceritakan karamah `Umar lainnya. 'Umar pernah memimpin suatu pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga 'Umar berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, `Umar pun berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi `Umar untuk ketiga kalinya dan 'Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahwa di dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh 'Utsman dan Ali r.a.
Kisah 7
Dalam kitab Riyadh al-Shalihin, Imam Nawawi mengemukakan bahwa Abdullah bin `Umar r.a. berkata, "Setiap kali `Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini, pasti prasangkanya itu yang benar."
Saya tidak mengemukakan riwayat dari Ibnu `Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah 'ala al-'Alamin. Kisah tentang Sariyah dan sungai Nil yang sangat terkenal juga disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra. Dalam kitab tersebut juga dikemukakan karamah 'Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang bercerita dusta kepadanya, lalu `Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu bercerita lagi kepada `Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu berkata, "Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam."
Kisah 8
Diccritakan bahwa 'Umar bertanya kepada seorang laki-laki, "Siapa namamu?" Orang itu menjawab, "Jamrah (artinya bara)." `Umar bertanya lagi, "Siapa ayahmu?" Ia menjawab, "Syihab (lampu)." `Umar bertanya, "Keturunan siapa?" Ia menjawab, "Keturunan Harqah (kebakaran)." 'Umar bertanya, "Di mana tempat tinggalmu?" Ia menjawab, "Di Al Harrah (panas)." `Umar bertanya lagi, "Daerah mana?" Ia menjawab, "Di Dzatu Lazha (Tempat api)." Kemudian `Umar berkata, "Aku melihat keluargamu telah terbakar." Dan seperti itulah yang terjadi.
Kisah 9
Fakhrurrazi dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahwa salah satu kampung di Madinah dilanda kebakaran. Kemudian `Umar menulis di secarik kain, "Hai api, padamlah dengan izin Allah!" 'Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu langsung padam.
Kisah 10
Fakhrurrazi menceritakan bahwa ada utusan Raja Romawi datang menghadap `Umar. Utusan itu mcncari rumah `Umar dan mengira rumah 'Umar seperti istana para raja. Orang-orang mengatakan, "'Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir sedang memerah susu." Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan itu melihat `Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat `Umar, lalu berkata, "Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya seperti ini. Dalam hati ia berjanji akan membunuh `Umar saat sepi seperti itu dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. 'Umar kemudian terbangun, dan ia tidak melihat apa-apa. 'Umar menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut, dan akhirnya masuk Islam.
Menurut Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad (dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahwa meskipun `Umar menjauhi kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan pemimpin seperti 'Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana 'Umar yang begitu menghindari sikap memaksa bisa menjalankan politiknya dengan gemilang. Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.
9. 'Abbas r.a.
Pada masa pemerintahan `Umar, kaum muslimin ditimpa kekeringan. 'Umar dan 'Abbas r.a. keluar rumah untuk shalat istisqa'. 'Umar berdiri dan mengangkat kedua lengannya ke atas, lalu berdoa, "Ya Allah, kami mendekatkan diri kepada-Mu melalui paman Nabi-Mu. Engkau pernah berfirman dan firman-Mu pasti benar, Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdoa, sedang ayahnya adalah orang yang saleh (QS Al-Kahfi [18]: 82). Kekayaan itu terjaga karena kesalehan ayah mereka. Oleh karena itu ya Allah, jagalah NabiMu karena pamannya. Kami sungguh-sungguh mendekati-Mu untuk memohon pertolongan dan ampunan dengan perantaraan paman NabiMu."
Selanjutnya `Umar menghadap kepada orang-orang dan membaca ayat, Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat untukmu. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan sungai-sungai. (QS Nuh [71]: 10-12)
'Abbas merasa sangat sedih, air matanya menetes, jari telunjuknya berputar di atas dadanya, sembari berdoa, "Ya Allah, Engkaulah Pelindung, jangan biarkan kami tersesat. Jangan biarkan kami putus asa, terlantar di dalam rumah. Semua kaumku baik yang besar maupun kecil telah lemah, karena itu mengadu kepada-Mu. Engkau mengetahui rahasia dan hal yang samar. Ya Allah, hujan mereka dengan hujan-Mu. Kaumku mendekatkan diri kepada-Mu melalui perantaraanku karena kedudukanku yang dekat dengan Nabi-Mu Saw."
Tiba-tiba muncul mendung besar, lalu orang-orang berkata, "Lihatlah! Lihatlah!" Mendung itu semakin menghitam dan digerakkan angin, lalu turunlah hujan lebat. Kaum muslimin tidak juga beranjak dari tempat itu sampai kemudian mereka harus menyingsingkan pakaian karena air telah mencapai lutut. Mereka menggandeng 'Abbas, mengusap selendangnya, dan berkata, "Semoga kebahagiaan terlimpah untukmu, wahai orang yang menyirami Mekkah dan Madinah, sehingga Allah menyuburkan tanah dan negeri kami, serta mengasihi hamba-hamba-Nya." (Riwayat Al Taj al-Subki).
Ibnu Atsir menccritakan dalam kitab Usud al-Ghabah bahwa 'Umar bin Khattab shalat istisqa' dengan 'Abbas r.a. ketika kaum muslimin dilanda kekeringan, lalu Allah menurunkan hujan dan menyuburkan bumi kembali karena kemulaan Abbas. 'Umar berkata, "Demi Allah, ini adalah wasilah kepada Allah.
Hasan bin Tsabit juga menyenandungkan syair:
Mintalah kepada sang imam.
Karena kegersangan telah lama melanda
Mendung mencurahkan hujan berkat kemuliaan Abbas
Paman Nabi dan saudara kandung ayahandanya
Tang mewarisi mendung darn Nabi-Mu untuk umat manusia
Karena ia, Allah menghidupkan negeri ini
Menghijau segenap penjurunya, setelah lama mengering
10. 'Abdullah bin Abu Jabir r.a
Jabir menceritakan bahwa ketika ayahnya gugur dalam perang Uhud, bibinya menangis. Kemudian Rasulullah Saw berkata, "Jangan menangisinya, untuk apa kau menangisinya, padahal para malaikat memayungi Abdullah dengan sayap mereka, kemudian mengangkatnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Jabir r.a. berkata, "Pada masa pemerintahan Mu`awiyah, aku membongkar pusara ayahku. Lalu aku mengeluarkan jenazahnya, ternyata masih sama seperti ketika dimakamkan, tidak mengalami perubahan sedikit pun. Akhirnya aku memakamkannya kembali." (Riwayat Al-Baihaqi)
Dalam riwayat lain Jabir bercerita, "Ketika Mu`awiyah ingin membuat saluran dari mata air di bukit Uhud, kami disuruh menggali makam para pahlawan perang Uhud. Kami mendatangi pemakaman mereka, membongkar makam mereka yang sudah tertutup pohon-pohon kurma selama hampir 40 tahun, dan mengeluarkan jenazah mereka. Kemudian ada sekop seorang penggali yang mengenai kaki Hamzah, ternyata kakinya masih mengucurkan darah." (Riwayat Ibnu Sa'ad, Al-Baihaqi, dan Abu Na`im )
Versi lain menyebutkan bahwa ketika jenazah Abdullah, ayah Jabir, dikeluarkan dan pusaranya, posisi tangan Abdullah berada di atas luka yang dialaminya ketika perang Uhud. Sewaktu tangannya disingkirkan dari lukanya, luka itu mengucurkan darah, dan ketika dikembalikan ke posisi semula, darah itu berhenti mengalir. Jabir berkata, "Dalam liang lahatnya, aku melihat ayahku seperti sedang tidur. Kain kafan yang membungkus jenazahnya dan dan mantel pendek tanpa lengan yang membalut kakinya sama sekali tidak berubah, padahal sudah terkubur selama 46 tahun. Kemudian ada sekop seorang penggali yang mengenai kaki salah seorang pahlawan perang Uhud, dan mengucurlah darah dari kakinya." Abu Sa'id Al-Khudri menegaskan cerita di atas bahwa setelah peristiwa itu, orang yang menyangkal karamah sahabat akhirnya mau menerima kebenaran. Para penggali makam mereka mencium harum minyak wangi, setiap kali mereka mencangkul. (Riwayat Al-Baihaqi dari Al Wagidi)
Dalam kitab Kasyfal-Ghummah, Imam Sya'rani juga mengungkapkan karamah Abdullah, ayah Jabir, disertai beberapa tambahan, meskipun sebagian besar sama dengan cerita-cerita sebelumnya. Jabir r.a. bercerita, "Banjir telah menggerus pusara ayahku, juga satu pusara lain yang ada di sampingnya, maka kami mengeluarkan jenazah keduanya. Ternyata keadaaan kedua jenazah masih utuh seperti ketika di semayamkan waktu perang Uhud. Aku melihat posisi tangan ayahku berada di atas lukanya, lalu aku menggeser posisi tangannya tetapi darahnya mengucur, sehingga kukembalikan ke posisi semula, padahal waktu antara perang Uhud dengan terjadinya banjir yang menggerus makam ayahku itu 40 tahun. Jenazah ayahku tidak berubah sedikit pun, hanya ada beberapa bulu jenggotnya yang jatuh ke tanah."
Imam Sya'rani juga meriwayatkan bahwa Jabir mengeluarkan jenazah ayahnya setelah dikubur selama 6 bulan, karena ia dikuburkan bersama pahlawan perang Uhud lain dalam satu liang lahat. Jabir berkata, "Hatiku baru tenang setelah aku mengeluarkan jenazah ayahku dan memakamkannya kembali dalam liang lahat tersendiri." Tak satu pun sahabat yang menyangkal ucapan Jabir.
Diceritakan pula bahwa ketika Mu`awiyyah r.a. ingin membuat saluran dari mata air di bukit Uhud, para pekerja memberitahukan bahwa saluran itu hanya bisa dibuat dengan melewati makam para pahlawan perang Uhud. Maka Mu'awiyyah menyuruh mereka menggali makam makam itu. Jabir r.a. berkata, `Aku sungguh-sungguh melihat jenazah para pahlawan perang Uhud yang dipanggul di atas pundak para pekerja seperti orang yang sedang tidur. Kemudian ada sekop yang mengenai bagian tubuh Hamzah r.a., lalu mengucurlah darah darinya."
'Abbas merasa sangat sedih, air matanya menetes, jari telunjuknya berputar di atas dadanya, sembari berdoa, "Ya Allah, Engkaulah Pelindung, jangan biarkan kami tersesat. Jangan biarkan kami putus asa, terlantar di dalam rumah. Semua kaumku baik yang besar maupun kecil telah lemah, karena itu mengadu kepada-Mu. Engkau mengetahui rahasia dan hal yang samar. Ya Allah, hujan mereka dengan hujan-Mu. Kaumku mendekatkan diri kepada-Mu melalui perantaraanku karena kedudukanku yang dekat dengan Nabi-Mu Saw."
Tiba-tiba muncul mendung besar, lalu orang-orang berkata, "Lihatlah! Lihatlah!" Mendung itu semakin menghitam dan digerakkan angin, lalu turunlah hujan lebat. Kaum muslimin tidak juga beranjak dari tempat itu sampai kemudian mereka harus menyingsingkan pakaian karena air telah mencapai lutut. Mereka menggandeng 'Abbas, mengusap selendangnya, dan berkata, "Semoga kebahagiaan terlimpah untukmu, wahai orang yang menyirami Mekkah dan Madinah, sehingga Allah menyuburkan tanah dan negeri kami, serta mengasihi hamba-hamba-Nya." (Riwayat Al Taj al-Subki).
Ibnu Atsir menccritakan dalam kitab Usud al-Ghabah bahwa 'Umar bin Khattab shalat istisqa' dengan 'Abbas r.a. ketika kaum muslimin dilanda kekeringan, lalu Allah menurunkan hujan dan menyuburkan bumi kembali karena kemulaan Abbas. 'Umar berkata, "Demi Allah, ini adalah wasilah kepada Allah.
Hasan bin Tsabit juga menyenandungkan syair:
Mintalah kepada sang imam.
Karena kegersangan telah lama melanda
Mendung mencurahkan hujan berkat kemuliaan Abbas
Paman Nabi dan saudara kandung ayahandanya
Tang mewarisi mendung darn Nabi-Mu untuk umat manusia
Karena ia, Allah menghidupkan negeri ini
Menghijau segenap penjurunya, setelah lama mengering
10. 'Abdullah bin Abu Jabir r.a
Jabir menceritakan bahwa ketika ayahnya gugur dalam perang Uhud, bibinya menangis. Kemudian Rasulullah Saw berkata, "Jangan menangisinya, untuk apa kau menangisinya, padahal para malaikat memayungi Abdullah dengan sayap mereka, kemudian mengangkatnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Jabir r.a. berkata, "Pada masa pemerintahan Mu`awiyah, aku membongkar pusara ayahku. Lalu aku mengeluarkan jenazahnya, ternyata masih sama seperti ketika dimakamkan, tidak mengalami perubahan sedikit pun. Akhirnya aku memakamkannya kembali." (Riwayat Al-Baihaqi)
Dalam riwayat lain Jabir bercerita, "Ketika Mu`awiyah ingin membuat saluran dari mata air di bukit Uhud, kami disuruh menggali makam para pahlawan perang Uhud. Kami mendatangi pemakaman mereka, membongkar makam mereka yang sudah tertutup pohon-pohon kurma selama hampir 40 tahun, dan mengeluarkan jenazah mereka. Kemudian ada sekop seorang penggali yang mengenai kaki Hamzah, ternyata kakinya masih mengucurkan darah." (Riwayat Ibnu Sa'ad, Al-Baihaqi, dan Abu Na`im )
Versi lain menyebutkan bahwa ketika jenazah Abdullah, ayah Jabir, dikeluarkan dan pusaranya, posisi tangan Abdullah berada di atas luka yang dialaminya ketika perang Uhud. Sewaktu tangannya disingkirkan dari lukanya, luka itu mengucurkan darah, dan ketika dikembalikan ke posisi semula, darah itu berhenti mengalir. Jabir berkata, "Dalam liang lahatnya, aku melihat ayahku seperti sedang tidur. Kain kafan yang membungkus jenazahnya dan dan mantel pendek tanpa lengan yang membalut kakinya sama sekali tidak berubah, padahal sudah terkubur selama 46 tahun. Kemudian ada sekop seorang penggali yang mengenai kaki salah seorang pahlawan perang Uhud, dan mengucurlah darah dari kakinya." Abu Sa'id Al-Khudri menegaskan cerita di atas bahwa setelah peristiwa itu, orang yang menyangkal karamah sahabat akhirnya mau menerima kebenaran. Para penggali makam mereka mencium harum minyak wangi, setiap kali mereka mencangkul. (Riwayat Al-Baihaqi dari Al Wagidi)
Dalam kitab Kasyfal-Ghummah, Imam Sya'rani juga mengungkapkan karamah Abdullah, ayah Jabir, disertai beberapa tambahan, meskipun sebagian besar sama dengan cerita-cerita sebelumnya. Jabir r.a. bercerita, "Banjir telah menggerus pusara ayahku, juga satu pusara lain yang ada di sampingnya, maka kami mengeluarkan jenazah keduanya. Ternyata keadaaan kedua jenazah masih utuh seperti ketika di semayamkan waktu perang Uhud. Aku melihat posisi tangan ayahku berada di atas lukanya, lalu aku menggeser posisi tangannya tetapi darahnya mengucur, sehingga kukembalikan ke posisi semula, padahal waktu antara perang Uhud dengan terjadinya banjir yang menggerus makam ayahku itu 40 tahun. Jenazah ayahku tidak berubah sedikit pun, hanya ada beberapa bulu jenggotnya yang jatuh ke tanah."
Imam Sya'rani juga meriwayatkan bahwa Jabir mengeluarkan jenazah ayahnya setelah dikubur selama 6 bulan, karena ia dikuburkan bersama pahlawan perang Uhud lain dalam satu liang lahat. Jabir berkata, "Hatiku baru tenang setelah aku mengeluarkan jenazah ayahku dan memakamkannya kembali dalam liang lahat tersendiri." Tak satu pun sahabat yang menyangkal ucapan Jabir.
Diceritakan pula bahwa ketika Mu`awiyyah r.a. ingin membuat saluran dari mata air di bukit Uhud, para pekerja memberitahukan bahwa saluran itu hanya bisa dibuat dengan melewati makam para pahlawan perang Uhud. Maka Mu'awiyyah menyuruh mereka menggali makam makam itu. Jabir r.a. berkata, `Aku sungguh-sungguh melihat jenazah para pahlawan perang Uhud yang dipanggul di atas pundak para pekerja seperti orang yang sedang tidur. Kemudian ada sekop yang mengenai bagian tubuh Hamzah r.a., lalu mengucurlah darah darinya."
No comments:
Post a Comment