Ketika itu awal tahun ajaran baru, universitas telah membukakan pintunya untuk menerima mahasiswa-mahasiswa baru, termasuk aku. Mata kuliah pertama dimulai dan aku memasuki ruang kuliahku. Aku duduk dan disampingku duduk pula seorang wanita muda yang dianugerahi Sang Pencipta kecantikan yang luar biasa, siapa pun pasti akan terkesima memandangnya.
Di sela-sela mata kuliah, aku memperkenalkan diri kepadanya dan menanyakan namanya. Ia menjawab dengan tersenyum yang menunjukkan betapa lembut dan halusnya pergaulannya. Kami pun kemudian larut dalam percakapan. Pembicaraan kami menyentuh masalah mata kuliah, kehidupan, hobi dan sebagainya. Dari logatnya, aku tahu ia wanita asing. Ia tidak bisa berbahasa Arab dan hanya menggunakan bahasa Perancis, itu pun tidak lancar. Aku akhirnya tahu pula bahwa ia tidak tinggal di negeri Arab di mana kami tinggal dan belajar. Ia datang dari negeri yang jauh, suhu udaranya sangat dingin, sering diselimuti salju di lereng-lereng dan perbukitannya. Barangkali juga menyelimuti pula hati sebagian penduduknya. Ia berasal dari Ukraina.!!
Hari-hari pun berlalu sementara hubungan kami lambat laun semakin akrab hingga akhirnya menjadi teman dekat. Dari pertemanan itu, aku mengetahui ia penganut agama Kristen Orthodoks. Diam-diam aku gunakan kesempatan ini untuk menawarkan Islam kepadanya tetapi segenap upayaku untuk meyakinkannya gagal. Penyebabnya amatlah aneh sekaligus menyedihkan.!!
Apa yang aku informasikan kepadanya mengenai Islam tidak sinkron sama sekali dengan kondisi kaum muslimin yang dilihatnya. Andaikata ia berada di negeri asing (non Islam) lainnya tentu kondisinya paling tidak akan lebih mudah sebab ia bisa membandingkan antara jurang kehidupan asing dan toleransi dan peradaban Islam. Hasilnya, dapat dipastikan akan berpihak pada kebenaran dan agama al-Haq.
Masalahnya, aku sangat sedih karena agama yang aku ceritakan kepadanya adalah juga agama yang sering ia berinteraksi dengan para pemeluknya di negerinya. Ia sering melihat mereka berpuasa Ramadhan, shalat, berhari raya, dan seterusnya.
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama kejujuran, amanah dan kasih sayang, realitanya ia melihat dan mendengar sendiri kebohongan dan kecurangan di dalam praktik ujian, kebiasaan menggunjing dan mengadu domba dari para pemeluknya sendiri!!
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang memiliki akhlak yang mulia dan kesucian, realitanya ia melihat kaum wanita dan kaum laki-laki dari para penganutnya melakukan gaya hidup ‘permisivisme’. Betapa banyak orang yang mengaku beragama Islam mengajaknya pergi keluyuran dan meminta kepadanya minuman keras padahal Islam melarang khamer dan zina!!!
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang menganjurkan untuk bekerja, bersemangat dan bersungguh-sungguh, realitanya ia melihat kemalasan dan keterbelakangan mewarnai setiap pojok. Amat kontras dengan konsep agama ini sendiri.
Di sisi lain, sangat disayangkan ketika ia melihat laki-laki dan wanita yang komit hidup malah mengisolir diri dari keramaian manusia dan lingkungannya. Mereka seakan menganggap Islam hanyalah sebatas pakaian dan perkara ibadah, mengingkari orang lain dan menjauhi apa yang mereka lihat salah dan menyimpang. Jadilah dalam interaksi mereka dengan orang lain seakan sedang menjauhi penyakit menular dan berbahaya yang ada pada orang lain tersebut. Penyakit yang harus diberantasnya, diisolir dan diajuhi sejauh-jauhnya.!!! Padahal Islam adalah agama nasehat, petunjuk, kerja dan memberi. Rasulullah SAW sendiri bersabda, “Agama itu adalah Mu’amalah (interaksi).” Dan dalam lafazh yang lain, “Agama itu adalah nasehat.”
Jadi antara Islam dan umat Islam seakan ada dua sisi ‘ekstrem’; ekstrem lentur (tidak berpendirian) dan jauh dari ajaran-ajaran Allah. Satu lagi, ekstrem orang yang mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dengan membatasi agama hanya pada perkara-perkara ibadah saja atau dapat disebut dengan ‘egois’.
Inilah kerumitan tema besar ini. Menurut dia, selama seseorang berpegang pada suatu prinsip tertentu dalam kehidupannya, maka sudah seharusnya pengaruh-pengaruh dari prinsip dan aqidahnya itu tampak pada dirinya. Bila suatu prinsip itu benar, maka hasilnya pun akan menjadi positif sedangkan bila hasilnya negatif, maka metode yang diikuti itu adalah salah besar.
Dalam hal ini, aku harus membuktikan hal yang sebaliknya dan menampakkan kepadanya kesalahan judgment-nya terhadap agama yang paling utama bagi seluruh umat manusia ini; ISLAM.
Seiring dengan bergeraknya lika-liku kehidupan, mata kuliah yang bertumpuk dan ujian demi ujian kuliah, kami akhirnya sedikit menjauh dari tema tersebut. Dan selang tak berapa lama kemudian, kami ditakdirkan untuk berpisah…
Kira-kira dua atau tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Rupanya, dalam masa itu, Allah menghendaki kami bertemu kembali. Cuma kali ini sedikit berbeda, kalau dulu aku belum banyak memahami masalah agama dan belum mengenakan hijab, kali ini aku sudah mengenakannya alias secara mental aku merasa sangat siap. Ketika bertemu, ia begitu kaget melihat perubahan pada diriku dan lantas bertanya-tanya tentang sebab keputusanku tersebut. Saat itulah, aku menggunakan kesempatan baru ini dengan penuh rasa percaya diri akan lebih mampu membuatnya puas dan yakin sebab aku merasa pengetahuan agamaku pun sudah lebih luas dari sebelumnya, di samping nikmat yang Allah anugerahkan kepadaku hingga dapat berkomitmen dengan ajaran agama-Nya.
Benar saja, kali ini amat banyak berbeda dengan di masa-masa lalu. Ia lebih memperhatikan dan lebih khusyu’ mendengarkan. Aku terus berbicara dan berbicara. Lalu….tiba-tiba ia menangis terisak-isak! Rupanya selama perpisahan itu ia telah melalui hidup yang amat sulit dan ditimpa berbagai masalah. Pada dasarnya, apa yang aku bicarakan hanya seputar Allah, dien, iman dan kedamaian yang diberikan Islam. Sepertinya ia tergerak untuk melakukan sesuatu tapi kemudian mengurungkannya. Seakan aku telah berbicara kepadanya mengenai ‘pelabuhan aman’ yang ia dapatkan dirinya amat membutuhkannya namun ia tidak tahu bagaimana bisa sampai ke sana. Bahkan takut untuk mengambil langkah. Kebingungannya semakin bertambah, khususnya bahwa penyebab permasalahan yang dialaminya adalah orang-orang yang selama ini mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Islam.!!!
Kami pun kembali berpisah. Dan, tahun ini -setelah dua tahun berlalu-, kami bertemu kembali saat kami akan menyelesaikan studi. Tetapi bagiku, pertemuan kali ini adalah pertemuan yang amat menentukan, sebab ia akan mendiskusikan skripsi yang dibuatnya dan akan menikah dengan seorang Muslim lalu bersama suaminya itu nanti akan pergi ke negara selatan. Pertemuanku dengannya ini barangkali yang terakhir kali dan lamanya tidak akan lebih dari 3 minggu.
Aku berdoa kepada Allah SWT dengan segenap hati semoga Dia membukakan pintu hidayah untuknya. Ia seorang wanita yang pintar, lembut dan memiliki sifat-sifat terpuji yang demikian banyak. Aku bertawakkal kepada Allah, Yang Maha Hidup lagi Maha Berkuasa, meminta taufiq dari-Nya. Tatkala aku sudah berancang-ancang untuk mendakwahinya kembali, terbersit di hatiku untuk meminta bantuan salah seorang temanku di situs ‘islamway’. Ia seorang pemuda yang menyumbangkan kehidupannya untuk mendakwahi orang-orang Rusia ke dalam Islam. Aku beritahukan kepadanya perihal kerumitan yang aku hadapi via internet dan meminta nasehatnya karena menganggapnya lebih mengetahui kondisi orang-orang di kawasan tersebut. Aku jelaskan kepadanya bahwa waktuku sangat sempit sekali dan aku sudah bertekad harus berhasil dalam misiku kali ini.
Lalu kami sepakat untuk melakukan beberapa langkah, terutama sekali, meyakinkan teman wanitaku tersebut agar tidak membanding-bandingkan Islam dengan kondisi sebagian umat Islam yang dilihatnya. Selanjutnya menegaskan kepadanya agar mengenal Islam yang hakiki yang tidak tercemari oleh apa pun. Dalam hal ini, aku disarankan agar mengenalkan kepada teman wanita itu beberapa situs dakwah berbahasa Rusia. Karena itu, aku harus mengirimkannya ke emailnya. Untung saja, aku bertemu dengannya sebelum itu. Pertemuan itu adalah pertemuan yang hangat sebab sebentar lagi kami akan berpisah untuk waktu yang lama. Persahabatan kami selama beberapa tahun berlalu dihiasi dengan rasa kasih sayang dan kecintaan. Kami akhirnya bertukar cerita dan pikiran. Kemudian aku bertanya kepadanya secara terus terang, “Bagaimana kondisimu dengan Islam.?” Ia tertawa seraya berkata, “Kamu masih menyinggung masalah itu.?” “Aku tidak akan menyerah, mari kita selesaikan masalah yang masih mengganjal di antara kita, “ pintaku.
Kami mengambil tempat untuk duduk-duduk. Aku katakan kepadanya, “Biarkan kita pecahkan kerumitan itu kali ini.!” Akhirnya, kami berbicara tentang wujud Allah (Di saat-saat merasa dirinya tak berdaya, ia sering mengingkari wujud-Nya dengan alasan setiap ia berhajat kepada-Nya, tidak pernah doanya dikabulkan). Kami kemudian sepakat atas masalah ‘wujud’ Allah ini. Aku berbicara lagi mengenai keberadaan dunia dan akhirat serta tujuan keberadaan manusia, bahwa ia nantinya akan dihisab dan juga tentang surga. Namun betapa terkejutnya aku ketika ia menyeletuk, “Kalau begitu, aku lebih memilih pergi ke neraka bersama bangsaku, orang-orang Rusia daripada harus pergi ke surga bersama mereka (maksudnya, kaum muslimin Rusia).!!”
Jelas sekali, kerumitan itu masih tetap mengganjal. Aku mencoba untuk mencontohkan kepadanya, “Dunia ini penuh dengan orang-orang yang menamakan diri mereka orang-orang masehi dan secara logika, orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang menganut agama al-Masih, ‘Isa dan al-‘Azra’, Maryam!!”
Aku melanjutkan, “Akan tetapi apakah masuk akal, sebuah bangsa yang menganut agama paling suci dan wanita paling suci yang dikenal umat manusia, yang dipilih Allah karena kesuciannya tetapi tidak berakhlak dan berbudi pekerti, di tengah masyarakatnya marak semua kebobrokan, penyakit sosial dan dekadensi moral? Apakah pantas kita memvonis suatu agama dan manhaj langit sebagai ajaran batil hanya karena kesesatan sebagian para pengikutnya? Maka demikian pulalah halnya dengan Islam, agama yang telah Allah SWT pilih dari sekian agama. Kita tidak berhak memvonisnya berdasarkan kesalahan yang dilakukan sebagian para pengikutnya dan mereka-mereka yang tidak memahami makna dan prinsip-prinsipnya yang toleran hanya lantaran satu dan lain sebab.!“
Kemudian kami beralih ke pembicaraan mengenai hubungan antara hamba dan Rabbnya sembari menekankan bahwa hal paling ringan yang perlu dilakukan seorang hamba adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah atasnya sebab Dia adalah Pencipta manusia yang mengaruniakan kepada mereka segala sesuatu.
Dalam pembicaraanku dengannya, aku memfokuskan pada hubungan cinta timbal balik yang harus terjadi antara seorang hamba dan Rabbnya dan bagaimana seorang manusia wajib percaya penuh kepada Sang Pencipta, Yang memuliakannya.
Kami juga berbicara tentang faedah shalat yang menekankan hubungan antara hamba dan Rabbnya. Aku berusaha untuk mendekatkan pemahaman seputar hubungan tersebut dengan menyebutkan bagaimana seorang Muslim menghayati shalatnya, ketundukan, doa dan dzikirnya serta bagaimana Allah SWT akan mengingat orang yang mengingat-Nya, mengampuni dan menganugerahinya nikmat di dunia dan akhirat.
Temanku yang cantik itu mendengarkan dengan serius semua itu. Kemudian aku tanyakan kepadanya apakah ia paham isi dari apa yang aku paparkan. Ia menjawab, ‘Ya’ dan mengaku lebih puas dari sebelum-sebelumnya. Saat itu aku mempergunakan kesempatan itu untuk bertanya kepadanya, apakah ia beriman kepada wujud dan keesaan Allah SWT.? Rupanya ia menjawab, ‘Ya.’ Dan ketika aku tanyakan lagi, apakah ia juga beriman kepada keberadaan malaikat dan silih bergantinya utusan Allah yang datang di mana Muhammad SAW adalah nabi terakhir-Nya. Ia kembali menjawab, ‘Ya.’ Aku tanyakan lagi, apakah ia juga beriman kepada hari akhir dan hari perhitungan, maka ia pun menjawab, ‘Ya.’ Tak berapa lama, ia pun tak dapat menahan lagi untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.
Betapa bahagianya aku ketika mendengarkan ia mengucapkan syahadat, ‘Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallaah, Wa Anna Muhammadan Rasuulullah’ (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan-Yang berhak disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah). Inilah akhir yang kunanti-nanti dan kini benar-benar telah teralisasi…..
Akan tetapi kemudian aku lebih khawatir lagi apa yang nantinya akan terjadi setelah itu, yaitu bahwa ia menyatakan hal itu semata sebatas basa-basi kepadaku sehingga tema yang selama ini kami perbincangkan berhenti hingga di sini saja. Aku khawatir, bahwa saat menyadarinya ternya mendapati dirinya masih berpegang dengan agama lamanya.
Setelah pertemuan itu, aku pergi untuk membeli beberapa buku saku Islam berbahasa Perancis guna kuhadiahkan kepadanya. Kemudian, aku pergi ke WARNET untuk mengirim sms kepadanya via situs-situs Islam berbahasa Rusia sebagaimana yang dipesankan teman seperjuangan dalam dakwah beberapa waktu lalu. Aku juga memberitahukan kepada temanku yang aktifis dakwah itu bahwa wanita ukraina, temanku itu telah masuk Islam.
Selanjutnya, aku menunggu balasan dari temanku yang sudah masuk Islam itu dengan sabar dan ketika ia sudah membalasnya, aku seakan dibawa terbang sebab semangatnya untuk mengenal lebih banyak lagi tentang Islam dan betapa senangnya ia dengan situs-situs yang aku sebutkan itu sungguh luar biasa. Ketika itu, tahulah aku bahwa ia memang benar-benar serius masuk Islam. Karena itu, aku sangat bersyukur sekali kepada Allah… Akhirnya, wanita Ukraina itu masuk Islam…!!
Sumber: Dari sebuah situs Islam berbahasa Arab
Hari-hari pun berlalu sementara hubungan kami lambat laun semakin akrab hingga akhirnya menjadi teman dekat. Dari pertemanan itu, aku mengetahui ia penganut agama Kristen Orthodoks. Diam-diam aku gunakan kesempatan ini untuk menawarkan Islam kepadanya tetapi segenap upayaku untuk meyakinkannya gagal. Penyebabnya amatlah aneh sekaligus menyedihkan.!!
Apa yang aku informasikan kepadanya mengenai Islam tidak sinkron sama sekali dengan kondisi kaum muslimin yang dilihatnya. Andaikata ia berada di negeri asing (non Islam) lainnya tentu kondisinya paling tidak akan lebih mudah sebab ia bisa membandingkan antara jurang kehidupan asing dan toleransi dan peradaban Islam. Hasilnya, dapat dipastikan akan berpihak pada kebenaran dan agama al-Haq.
Masalahnya, aku sangat sedih karena agama yang aku ceritakan kepadanya adalah juga agama yang sering ia berinteraksi dengan para pemeluknya di negerinya. Ia sering melihat mereka berpuasa Ramadhan, shalat, berhari raya, dan seterusnya.
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama kejujuran, amanah dan kasih sayang, realitanya ia melihat dan mendengar sendiri kebohongan dan kecurangan di dalam praktik ujian, kebiasaan menggunjing dan mengadu domba dari para pemeluknya sendiri!!
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang memiliki akhlak yang mulia dan kesucian, realitanya ia melihat kaum wanita dan kaum laki-laki dari para penganutnya melakukan gaya hidup ‘permisivisme’. Betapa banyak orang yang mengaku beragama Islam mengajaknya pergi keluyuran dan meminta kepadanya minuman keras padahal Islam melarang khamer dan zina!!!
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang menganjurkan untuk bekerja, bersemangat dan bersungguh-sungguh, realitanya ia melihat kemalasan dan keterbelakangan mewarnai setiap pojok. Amat kontras dengan konsep agama ini sendiri.
Di sisi lain, sangat disayangkan ketika ia melihat laki-laki dan wanita yang komit hidup malah mengisolir diri dari keramaian manusia dan lingkungannya. Mereka seakan menganggap Islam hanyalah sebatas pakaian dan perkara ibadah, mengingkari orang lain dan menjauhi apa yang mereka lihat salah dan menyimpang. Jadilah dalam interaksi mereka dengan orang lain seakan sedang menjauhi penyakit menular dan berbahaya yang ada pada orang lain tersebut. Penyakit yang harus diberantasnya, diisolir dan diajuhi sejauh-jauhnya.!!! Padahal Islam adalah agama nasehat, petunjuk, kerja dan memberi. Rasulullah SAW sendiri bersabda, “Agama itu adalah Mu’amalah (interaksi).” Dan dalam lafazh yang lain, “Agama itu adalah nasehat.”
Jadi antara Islam dan umat Islam seakan ada dua sisi ‘ekstrem’; ekstrem lentur (tidak berpendirian) dan jauh dari ajaran-ajaran Allah. Satu lagi, ekstrem orang yang mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dengan membatasi agama hanya pada perkara-perkara ibadah saja atau dapat disebut dengan ‘egois’.
Inilah kerumitan tema besar ini. Menurut dia, selama seseorang berpegang pada suatu prinsip tertentu dalam kehidupannya, maka sudah seharusnya pengaruh-pengaruh dari prinsip dan aqidahnya itu tampak pada dirinya. Bila suatu prinsip itu benar, maka hasilnya pun akan menjadi positif sedangkan bila hasilnya negatif, maka metode yang diikuti itu adalah salah besar.
Dalam hal ini, aku harus membuktikan hal yang sebaliknya dan menampakkan kepadanya kesalahan judgment-nya terhadap agama yang paling utama bagi seluruh umat manusia ini; ISLAM.
Seiring dengan bergeraknya lika-liku kehidupan, mata kuliah yang bertumpuk dan ujian demi ujian kuliah, kami akhirnya sedikit menjauh dari tema tersebut. Dan selang tak berapa lama kemudian, kami ditakdirkan untuk berpisah…
Kira-kira dua atau tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Rupanya, dalam masa itu, Allah menghendaki kami bertemu kembali. Cuma kali ini sedikit berbeda, kalau dulu aku belum banyak memahami masalah agama dan belum mengenakan hijab, kali ini aku sudah mengenakannya alias secara mental aku merasa sangat siap. Ketika bertemu, ia begitu kaget melihat perubahan pada diriku dan lantas bertanya-tanya tentang sebab keputusanku tersebut. Saat itulah, aku menggunakan kesempatan baru ini dengan penuh rasa percaya diri akan lebih mampu membuatnya puas dan yakin sebab aku merasa pengetahuan agamaku pun sudah lebih luas dari sebelumnya, di samping nikmat yang Allah anugerahkan kepadaku hingga dapat berkomitmen dengan ajaran agama-Nya.
Benar saja, kali ini amat banyak berbeda dengan di masa-masa lalu. Ia lebih memperhatikan dan lebih khusyu’ mendengarkan. Aku terus berbicara dan berbicara. Lalu….tiba-tiba ia menangis terisak-isak! Rupanya selama perpisahan itu ia telah melalui hidup yang amat sulit dan ditimpa berbagai masalah. Pada dasarnya, apa yang aku bicarakan hanya seputar Allah, dien, iman dan kedamaian yang diberikan Islam. Sepertinya ia tergerak untuk melakukan sesuatu tapi kemudian mengurungkannya. Seakan aku telah berbicara kepadanya mengenai ‘pelabuhan aman’ yang ia dapatkan dirinya amat membutuhkannya namun ia tidak tahu bagaimana bisa sampai ke sana. Bahkan takut untuk mengambil langkah. Kebingungannya semakin bertambah, khususnya bahwa penyebab permasalahan yang dialaminya adalah orang-orang yang selama ini mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Islam.!!!
Kami pun kembali berpisah. Dan, tahun ini -setelah dua tahun berlalu-, kami bertemu kembali saat kami akan menyelesaikan studi. Tetapi bagiku, pertemuan kali ini adalah pertemuan yang amat menentukan, sebab ia akan mendiskusikan skripsi yang dibuatnya dan akan menikah dengan seorang Muslim lalu bersama suaminya itu nanti akan pergi ke negara selatan. Pertemuanku dengannya ini barangkali yang terakhir kali dan lamanya tidak akan lebih dari 3 minggu.
Aku berdoa kepada Allah SWT dengan segenap hati semoga Dia membukakan pintu hidayah untuknya. Ia seorang wanita yang pintar, lembut dan memiliki sifat-sifat terpuji yang demikian banyak. Aku bertawakkal kepada Allah, Yang Maha Hidup lagi Maha Berkuasa, meminta taufiq dari-Nya. Tatkala aku sudah berancang-ancang untuk mendakwahinya kembali, terbersit di hatiku untuk meminta bantuan salah seorang temanku di situs ‘islamway’. Ia seorang pemuda yang menyumbangkan kehidupannya untuk mendakwahi orang-orang Rusia ke dalam Islam. Aku beritahukan kepadanya perihal kerumitan yang aku hadapi via internet dan meminta nasehatnya karena menganggapnya lebih mengetahui kondisi orang-orang di kawasan tersebut. Aku jelaskan kepadanya bahwa waktuku sangat sempit sekali dan aku sudah bertekad harus berhasil dalam misiku kali ini.
Lalu kami sepakat untuk melakukan beberapa langkah, terutama sekali, meyakinkan teman wanitaku tersebut agar tidak membanding-bandingkan Islam dengan kondisi sebagian umat Islam yang dilihatnya. Selanjutnya menegaskan kepadanya agar mengenal Islam yang hakiki yang tidak tercemari oleh apa pun. Dalam hal ini, aku disarankan agar mengenalkan kepada teman wanita itu beberapa situs dakwah berbahasa Rusia. Karena itu, aku harus mengirimkannya ke emailnya. Untung saja, aku bertemu dengannya sebelum itu. Pertemuan itu adalah pertemuan yang hangat sebab sebentar lagi kami akan berpisah untuk waktu yang lama. Persahabatan kami selama beberapa tahun berlalu dihiasi dengan rasa kasih sayang dan kecintaan. Kami akhirnya bertukar cerita dan pikiran. Kemudian aku bertanya kepadanya secara terus terang, “Bagaimana kondisimu dengan Islam.?” Ia tertawa seraya berkata, “Kamu masih menyinggung masalah itu.?” “Aku tidak akan menyerah, mari kita selesaikan masalah yang masih mengganjal di antara kita, “ pintaku.
Kami mengambil tempat untuk duduk-duduk. Aku katakan kepadanya, “Biarkan kita pecahkan kerumitan itu kali ini.!” Akhirnya, kami berbicara tentang wujud Allah (Di saat-saat merasa dirinya tak berdaya, ia sering mengingkari wujud-Nya dengan alasan setiap ia berhajat kepada-Nya, tidak pernah doanya dikabulkan). Kami kemudian sepakat atas masalah ‘wujud’ Allah ini. Aku berbicara lagi mengenai keberadaan dunia dan akhirat serta tujuan keberadaan manusia, bahwa ia nantinya akan dihisab dan juga tentang surga. Namun betapa terkejutnya aku ketika ia menyeletuk, “Kalau begitu, aku lebih memilih pergi ke neraka bersama bangsaku, orang-orang Rusia daripada harus pergi ke surga bersama mereka (maksudnya, kaum muslimin Rusia).!!”
Jelas sekali, kerumitan itu masih tetap mengganjal. Aku mencoba untuk mencontohkan kepadanya, “Dunia ini penuh dengan orang-orang yang menamakan diri mereka orang-orang masehi dan secara logika, orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang menganut agama al-Masih, ‘Isa dan al-‘Azra’, Maryam!!”
Aku melanjutkan, “Akan tetapi apakah masuk akal, sebuah bangsa yang menganut agama paling suci dan wanita paling suci yang dikenal umat manusia, yang dipilih Allah karena kesuciannya tetapi tidak berakhlak dan berbudi pekerti, di tengah masyarakatnya marak semua kebobrokan, penyakit sosial dan dekadensi moral? Apakah pantas kita memvonis suatu agama dan manhaj langit sebagai ajaran batil hanya karena kesesatan sebagian para pengikutnya? Maka demikian pulalah halnya dengan Islam, agama yang telah Allah SWT pilih dari sekian agama. Kita tidak berhak memvonisnya berdasarkan kesalahan yang dilakukan sebagian para pengikutnya dan mereka-mereka yang tidak memahami makna dan prinsip-prinsipnya yang toleran hanya lantaran satu dan lain sebab.!“
Kemudian kami beralih ke pembicaraan mengenai hubungan antara hamba dan Rabbnya sembari menekankan bahwa hal paling ringan yang perlu dilakukan seorang hamba adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah atasnya sebab Dia adalah Pencipta manusia yang mengaruniakan kepada mereka segala sesuatu.
Dalam pembicaraanku dengannya, aku memfokuskan pada hubungan cinta timbal balik yang harus terjadi antara seorang hamba dan Rabbnya dan bagaimana seorang manusia wajib percaya penuh kepada Sang Pencipta, Yang memuliakannya.
Kami juga berbicara tentang faedah shalat yang menekankan hubungan antara hamba dan Rabbnya. Aku berusaha untuk mendekatkan pemahaman seputar hubungan tersebut dengan menyebutkan bagaimana seorang Muslim menghayati shalatnya, ketundukan, doa dan dzikirnya serta bagaimana Allah SWT akan mengingat orang yang mengingat-Nya, mengampuni dan menganugerahinya nikmat di dunia dan akhirat.
Temanku yang cantik itu mendengarkan dengan serius semua itu. Kemudian aku tanyakan kepadanya apakah ia paham isi dari apa yang aku paparkan. Ia menjawab, ‘Ya’ dan mengaku lebih puas dari sebelum-sebelumnya. Saat itu aku mempergunakan kesempatan itu untuk bertanya kepadanya, apakah ia beriman kepada wujud dan keesaan Allah SWT.? Rupanya ia menjawab, ‘Ya.’ Dan ketika aku tanyakan lagi, apakah ia juga beriman kepada keberadaan malaikat dan silih bergantinya utusan Allah yang datang di mana Muhammad SAW adalah nabi terakhir-Nya. Ia kembali menjawab, ‘Ya.’ Aku tanyakan lagi, apakah ia juga beriman kepada hari akhir dan hari perhitungan, maka ia pun menjawab, ‘Ya.’ Tak berapa lama, ia pun tak dapat menahan lagi untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.
Betapa bahagianya aku ketika mendengarkan ia mengucapkan syahadat, ‘Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallaah, Wa Anna Muhammadan Rasuulullah’ (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan-Yang berhak disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah). Inilah akhir yang kunanti-nanti dan kini benar-benar telah teralisasi…..
Akan tetapi kemudian aku lebih khawatir lagi apa yang nantinya akan terjadi setelah itu, yaitu bahwa ia menyatakan hal itu semata sebatas basa-basi kepadaku sehingga tema yang selama ini kami perbincangkan berhenti hingga di sini saja. Aku khawatir, bahwa saat menyadarinya ternya mendapati dirinya masih berpegang dengan agama lamanya.
Setelah pertemuan itu, aku pergi untuk membeli beberapa buku saku Islam berbahasa Perancis guna kuhadiahkan kepadanya. Kemudian, aku pergi ke WARNET untuk mengirim sms kepadanya via situs-situs Islam berbahasa Rusia sebagaimana yang dipesankan teman seperjuangan dalam dakwah beberapa waktu lalu. Aku juga memberitahukan kepada temanku yang aktifis dakwah itu bahwa wanita ukraina, temanku itu telah masuk Islam.
Selanjutnya, aku menunggu balasan dari temanku yang sudah masuk Islam itu dengan sabar dan ketika ia sudah membalasnya, aku seakan dibawa terbang sebab semangatnya untuk mengenal lebih banyak lagi tentang Islam dan betapa senangnya ia dengan situs-situs yang aku sebutkan itu sungguh luar biasa. Ketika itu, tahulah aku bahwa ia memang benar-benar serius masuk Islam. Karena itu, aku sangat bersyukur sekali kepada Allah… Akhirnya, wanita Ukraina itu masuk Islam…!!
Sumber: Dari sebuah situs Islam berbahasa Arab