“Ayyub adalah pemimpin para pemuda Bashrah….(Hasan al-Bashri)
Seorang pemuda, pemimpin ahli ibadah yang disinari dengan cahaya keyakinan dan iman. Ayyub bin Kaisan As-Sakhtiyani bergelar Abu Bakar al-Bashri adalah seorang ahli Fiqh yang kaya Hujjah, ahli ibadah haji, pemilik akhlak yang selalu berteman dengan kebenaran
Seorang pemuda, pemimpin ahli ibadah yang disinari dengan cahaya keyakinan dan iman. Ayyub bin Kaisan As-Sakhtiyani bergelar Abu Bakar al-Bashri adalah seorang ahli Fiqh yang kaya Hujjah, ahli ibadah haji, pemilik akhlak yang selalu berteman dengan kebenaran
Begitulah Abu Nuaim menggambarkan sifatnya. Dia sangat teguh pada keislamannya dan selalu berteman dengan orang-orang pilihan. Ia pernah meletakan tangannya diatas kepalanya lalu berkata,”Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari syirik. Tak ada diantara kami kecuali Abu Tamimah (Ayahnya).”
Humaidi berkomentar, “Sufyan bin Uyainah menemui 86 Tabi’in. Dia berkata.”aku tidak melihat seorangpun seperti Ayyub.”
Hisyam bin Urwah berkata,”Aku tidak pernah melihat orang Bashrah seperti Ayyub.”
Ayyub tak melupakan nikmat Allah. Dia tidak henti-hentinya bersyukur dengan lisan dan anggota tubuhnya. Dia seorang berilmu, beramal dan khusyuk. Begitulah Malik mengomentarinya.
Suatu ketika Ayyub melakukan perjalanan bersama rombongannya. Ketika mereka tiba disuatu tempat, tiba-tiba seorang laki-laki berbadan besar, berpakaian kasar dari kain katun berkata,”Apakah diantara kalian ada yang mengetahui Ayyub bin Abi Tamimah?”
Salah seorang dari rombongan segera memberi tahu Ayyub. Ketika bertemu, keduanya segera berpelukan. Ternyata laki-laki yang baru datang itu adalah Salim bin Abdullah bin Umar bin Khathab.
Ayyub mempunyai kedudukan tinggi dikalangan orang-orang shalih. Ia dicintai, baik oleh kalangan umum maupun tokoh masyarakat. Suatu ketika, ia menemui Hasan al-Bashri dan menanyakan sesuatu. Ketika dia berdiri, dengan bangga Hasan al-Bashri berkata, ”Ini pemimpin para pemuda”.
Ubaidillah bin Umar selalu ingin bertemu dengan orang-orang dari Irak ketika tiba musim Haji. Ketika ditanya tentang hal itu, ia berkata,”Demi Allah, dalam setahun aku tak pernah segembira kecuali ketika tiba musim haji. Aku bisa bertemu dengan oran-orang yang hatinya telah disinari oleh Allah dengan cahaya iman. Jika melihat mereka, hatiku tenang. Diantaranya mereka adalah Ayyub!”
Demikianlah kedudukan Ayyub dimata orang-orang shalih. Apakah semua itu didapat dengan cara mudah? Tidak! Ia mendapatkannya dengan menjauhi banyak diam, selalu melakukan perjalanan, bergabung dengan oran-orang shalih yang terpilih, mengurangi tidur dan menghindari orang-orang jahat.
Ayyub selalu bangun malam tanpa memamerkannya pada orang lain. Ketika waktu shubuh datang, ia meninggikan suara bacaannya seolah ia baru bangun. Ayyub sering melaksanakan ibadah haji. Bahkan disebutkan ia sempat berhaji 40 kali
Ibadah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi sangat membekas di hati, menyucikan jiwa dan membersihkan kotoran-kotoran ibadah. Ia mentauhidkan Allah dengan ketaatan. Ketika dia keluar menemui oran-orang, nampaklah hal itu diwajahnya.
Ayyub mempunyai hati yang lembut. Bahkan sangat lembut. Malik menuturkan bahwa ia sering menemui Ayyub. Ketika ia memaparkan tentang hadis Nabi, ia selalu menangis. Malik berkata,”Kami kadang merasa kasihan melihatnya. Ketika hal itu terjadi, ia mengaku sedang kena Flu. Padahal, ia tidak sedang flu, tapi karena menahan tangisnya.”
Suatu ketika ada yang melihatnya berdiri dekat makam Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Sirin dalam keadaan menangis. Sesekali ia melihat kesana kemari.
Kelembutan hati merupakan tanda penerimaannya terhadap sang Pencipta. Sibuk dengan ketaatan padaNya merupakan cara membersihkan hati dari segala kotoran. Bagaimana hati Ayyub tidak lembut kalau dia selalu menyibukkan dirinya dengan perkataan-perkataan baik.
Jamaah yang menghadiri majelisnya memintanya untuk terus berbicara. Ia berkata,”Cukup. Seandainya aku memberitahu kalian apa yang kuucapkan hari ini, tentu aku akan lakukan.” Ini menunjukan bahwa ia berkata sedikit dan mampu membatasi perkataannya.
Shalih bin Abil Akhdhar berkata,”Aku berkata kepada Ayyub, berilah aku wasiat!’Dia menjawab, sedikitkan bicara!”
Ayyub juga seorang ahli zuhud yang benar-benar mengetahui makna zuhud. Dalam sebuah ungkapannya ia berkata,”Zuhud di dunia ada tiga: Yang paling dicintai paling tinggi disisi Allah dan paling besar pahalanya adalah zuhud dalam ibadah kepada Allah dan tidak menyembah selainNya, baik raja, patung, batu maupun berhala. Kemudian zuhud terhadap apa yang diharamkan Allah dari mengambil atau memberi sesuatu. Lalu ia menemui orang-orang dan berkata,”Zuhud kalian wahai sekalian Qurra (ahli membaca al-Qur’an). Demi Allah, paling khusus bagi Allah, yaitu zuhud dalam hal yang dihalalkan Allah.
Simaklah ungkapan Hamad bin Zaid yang memberikan gambaran tentang pribadi Ayyub,”Seandainya kalian memberinya minum, kalian tak akan bisa. Dia mempunyai makanan cukup, minuman banyak, pakaian indah, penutup kepala bagus, celana kurdi yang baik dan selendang yang indah.”
Ayyub tidak membuat-buat seolah dirinya zuhud dengan tampilan miskin. Dalam hal ini, Ayyub menggabungkan antara kezuhudan dan kekayaan dalam bingkai ikhlas. Ia seorang Tawadhu dan jauh dari keinginan untuk terkenal.
Hamad bin Zaid memaparkan tentang kezuhudannya ketika menemaninya berjalan.”suatu saat Ayyub melewati jalan yang jauh (padahal ada jalan pintas).
”Lewat sini lebih dekat,”kata Hamad.
”Aku menghindari majelis ini, ” jawab Ayyub.
”Hal itu disebabkan ketika Ayyub memberi salam, mereka menjawab lebih dari mereka menjawab salam pada orang lain. Ayyub berkata,”Engkau tahu, saya tidak menyukai hal ini.”
Di Antara contoh ketawadhuannya, ketika ditanya dan dia tidak bisa menjawabnya, maka ia mengatakan,”Tanyakan pada Ulama!”Dia pun biasa menjawab,” Belum sampai padaku masalah ini!.”
Orang-orang pun mendesaknya,”katakan menurutmu!”
” Belum sampai padaku masalah ini!.”jawabnya.
Ayyub juga dikenal murah senyum dan ramah. Ia juga selalu menepati janjinya. Syu’bah berkata,”aku tidak pernah membuat janji dengan Ayyub kecuali ketika akan berpisah ia selalu berkata,”tidak ada antara kita janji.”
Namun, ia selalu datang lebih dulu.
Ketika ada yang baru mendapatkan anak, Ayyub memberi ucapan selamat,”Semoga Allah memberikan keberkahan padamu dan Umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam.”
Ketika wabah Kolera menyebar pada 131 Hijriyah, Allah pun mewafatkannya. Ia meninggalkan Bashrah dan dunia seisinya...Semoga Syurga Allah Menantinya...Amien
Sumber:
Shuwar min Siyar at-Tabi’in, Azhari Ahmad Mahmud
Siyar A’lam at-Tabi’in, Shabri bin Salamah Syahin
Humaidi berkomentar, “Sufyan bin Uyainah menemui 86 Tabi’in. Dia berkata.”aku tidak melihat seorangpun seperti Ayyub.”
Hisyam bin Urwah berkata,”Aku tidak pernah melihat orang Bashrah seperti Ayyub.”
Ayyub tak melupakan nikmat Allah. Dia tidak henti-hentinya bersyukur dengan lisan dan anggota tubuhnya. Dia seorang berilmu, beramal dan khusyuk. Begitulah Malik mengomentarinya.
Suatu ketika Ayyub melakukan perjalanan bersama rombongannya. Ketika mereka tiba disuatu tempat, tiba-tiba seorang laki-laki berbadan besar, berpakaian kasar dari kain katun berkata,”Apakah diantara kalian ada yang mengetahui Ayyub bin Abi Tamimah?”
Salah seorang dari rombongan segera memberi tahu Ayyub. Ketika bertemu, keduanya segera berpelukan. Ternyata laki-laki yang baru datang itu adalah Salim bin Abdullah bin Umar bin Khathab.
Ayyub mempunyai kedudukan tinggi dikalangan orang-orang shalih. Ia dicintai, baik oleh kalangan umum maupun tokoh masyarakat. Suatu ketika, ia menemui Hasan al-Bashri dan menanyakan sesuatu. Ketika dia berdiri, dengan bangga Hasan al-Bashri berkata, ”Ini pemimpin para pemuda”.
Ubaidillah bin Umar selalu ingin bertemu dengan orang-orang dari Irak ketika tiba musim Haji. Ketika ditanya tentang hal itu, ia berkata,”Demi Allah, dalam setahun aku tak pernah segembira kecuali ketika tiba musim haji. Aku bisa bertemu dengan oran-orang yang hatinya telah disinari oleh Allah dengan cahaya iman. Jika melihat mereka, hatiku tenang. Diantaranya mereka adalah Ayyub!”
Demikianlah kedudukan Ayyub dimata orang-orang shalih. Apakah semua itu didapat dengan cara mudah? Tidak! Ia mendapatkannya dengan menjauhi banyak diam, selalu melakukan perjalanan, bergabung dengan oran-orang shalih yang terpilih, mengurangi tidur dan menghindari orang-orang jahat.
Ayyub selalu bangun malam tanpa memamerkannya pada orang lain. Ketika waktu shubuh datang, ia meninggikan suara bacaannya seolah ia baru bangun. Ayyub sering melaksanakan ibadah haji. Bahkan disebutkan ia sempat berhaji 40 kali
Ibadah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi sangat membekas di hati, menyucikan jiwa dan membersihkan kotoran-kotoran ibadah. Ia mentauhidkan Allah dengan ketaatan. Ketika dia keluar menemui oran-orang, nampaklah hal itu diwajahnya.
Ayyub mempunyai hati yang lembut. Bahkan sangat lembut. Malik menuturkan bahwa ia sering menemui Ayyub. Ketika ia memaparkan tentang hadis Nabi, ia selalu menangis. Malik berkata,”Kami kadang merasa kasihan melihatnya. Ketika hal itu terjadi, ia mengaku sedang kena Flu. Padahal, ia tidak sedang flu, tapi karena menahan tangisnya.”
Suatu ketika ada yang melihatnya berdiri dekat makam Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Sirin dalam keadaan menangis. Sesekali ia melihat kesana kemari.
Kelembutan hati merupakan tanda penerimaannya terhadap sang Pencipta. Sibuk dengan ketaatan padaNya merupakan cara membersihkan hati dari segala kotoran. Bagaimana hati Ayyub tidak lembut kalau dia selalu menyibukkan dirinya dengan perkataan-perkataan baik.
Jamaah yang menghadiri majelisnya memintanya untuk terus berbicara. Ia berkata,”Cukup. Seandainya aku memberitahu kalian apa yang kuucapkan hari ini, tentu aku akan lakukan.” Ini menunjukan bahwa ia berkata sedikit dan mampu membatasi perkataannya.
Shalih bin Abil Akhdhar berkata,”Aku berkata kepada Ayyub, berilah aku wasiat!’Dia menjawab, sedikitkan bicara!”
Ayyub juga seorang ahli zuhud yang benar-benar mengetahui makna zuhud. Dalam sebuah ungkapannya ia berkata,”Zuhud di dunia ada tiga: Yang paling dicintai paling tinggi disisi Allah dan paling besar pahalanya adalah zuhud dalam ibadah kepada Allah dan tidak menyembah selainNya, baik raja, patung, batu maupun berhala. Kemudian zuhud terhadap apa yang diharamkan Allah dari mengambil atau memberi sesuatu. Lalu ia menemui orang-orang dan berkata,”Zuhud kalian wahai sekalian Qurra (ahli membaca al-Qur’an). Demi Allah, paling khusus bagi Allah, yaitu zuhud dalam hal yang dihalalkan Allah.
Simaklah ungkapan Hamad bin Zaid yang memberikan gambaran tentang pribadi Ayyub,”Seandainya kalian memberinya minum, kalian tak akan bisa. Dia mempunyai makanan cukup, minuman banyak, pakaian indah, penutup kepala bagus, celana kurdi yang baik dan selendang yang indah.”
Ayyub tidak membuat-buat seolah dirinya zuhud dengan tampilan miskin. Dalam hal ini, Ayyub menggabungkan antara kezuhudan dan kekayaan dalam bingkai ikhlas. Ia seorang Tawadhu dan jauh dari keinginan untuk terkenal.
Hamad bin Zaid memaparkan tentang kezuhudannya ketika menemaninya berjalan.”suatu saat Ayyub melewati jalan yang jauh (padahal ada jalan pintas).
”Lewat sini lebih dekat,”kata Hamad.
”Aku menghindari majelis ini, ” jawab Ayyub.
”Hal itu disebabkan ketika Ayyub memberi salam, mereka menjawab lebih dari mereka menjawab salam pada orang lain. Ayyub berkata,”Engkau tahu, saya tidak menyukai hal ini.”
Di Antara contoh ketawadhuannya, ketika ditanya dan dia tidak bisa menjawabnya, maka ia mengatakan,”Tanyakan pada Ulama!”Dia pun biasa menjawab,” Belum sampai padaku masalah ini!.”
Orang-orang pun mendesaknya,”katakan menurutmu!”
” Belum sampai padaku masalah ini!.”jawabnya.
Ayyub juga dikenal murah senyum dan ramah. Ia juga selalu menepati janjinya. Syu’bah berkata,”aku tidak pernah membuat janji dengan Ayyub kecuali ketika akan berpisah ia selalu berkata,”tidak ada antara kita janji.”
Namun, ia selalu datang lebih dulu.
Ketika ada yang baru mendapatkan anak, Ayyub memberi ucapan selamat,”Semoga Allah memberikan keberkahan padamu dan Umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam.”
Ketika wabah Kolera menyebar pada 131 Hijriyah, Allah pun mewafatkannya. Ia meninggalkan Bashrah dan dunia seisinya...Semoga Syurga Allah Menantinya...Amien
Sumber:
Shuwar min Siyar at-Tabi’in, Azhari Ahmad Mahmud
Siyar A’lam at-Tabi’in, Shabri bin Salamah Syahin
No comments:
Post a Comment